Tarif Kencan Mahasiswi Dibanderol Rp2,5 Juta

Kamis, 30 Juli 2015 - 09:18 WIB
Tarif Kencan Mahasiswi...
Tarif Kencan Mahasiswi Dibanderol Rp2,5 Juta
A A A
MEDAN - Polisi membongkar sindikat pekerja seks komersial (PSK) berstatus mahasiswi perguruan tinggi negara (PTN) di sebuah hotel berbintang di Kota Medan, kemarin. Para perempuan muda terpelajar ini mematok tarif Rp2,5 juta untuk sekali kencan (short time).

Dalam penyergapan yang diawali dengan penyamaran sebagai pria hidung belang ini, petugas mengamankan lima perempuan cantik diduga PSK yang dua di antaranya merupakan mahasiswi dan seorang tersangka mucikari berinisial BS alias Yasmine, 28, warga Jalan Piring, Simpang Barat, Kecamatan Medan Petisah.

Kepala Subdirektorat IV/Remaja Anak dan Wanita (Renakta) Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara (Sumut), Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Faisal Napitupulu mengatakan, untuk memesan para perempuan cantik ini harus melalui BlackBerry Messenger (BBM) tersangka mucikari.

Menurut dia, kasus terungkap dari informasi masyarakat yang ditindaklanjuti dengan melacak BBM tersangka mucikari. Setelah dihubungi, BS menyebutkan, memiliki ratusan perempuan yang bisa diajak kencan dengan tarif tertentu. “Setelah diintai beberapa hari, tim yang menyamar kemudian memesan dua perempuan muda berstatus mahasiswi.”

“Tersangka mucikari pun menawarkan perempuan yang lain lagi dengan mengirimkan foto-foto perempuan tersebut sehingga anggota memesan tiga orang lagi,” katanya kepada wartawan, kemarin. Petugas yang menyamar menyepakati tarif sekali kencan Rp2,5 juta termasuk uang transportasi para perempuan tersebut.

Lima perempuan muda itu diantar BS ke sebuah hotel berbintang kemudian langsung disergap polisi. Kedua mahasiswi itu berinisial AVHP, 20, asal Pekanbaru, Riau, yang indekos di Jalan Ayahanda Gang Turi, Kecamatan Medan Petisah; dan SAR, 20, warga Jalan Panglima Denai Medan. Sementara tiga perempuan lainnya berinisial Mi, 21, warga Jalan Agenda Medan; MD, 22, yang kesehariannya bekerja sebagai sales promotion girl (SPG) sebuah produk rokok dan tinggal di Jalan Kuali, Kecamatan Medan Petisah; dan PMS, 22, asal Binjai yang tinggal di Jalan Kuali Medan.

“Barang bukti yang kami amankan dari tersangka, yaitu enam unit telepon seluler, kondom, dan uang Rp2,6 juta yang merupakan keuntungan tersangka dari transaksi seks ini,” ujar Faisal. Sementara tersangka BS yang keseharian bekerja di sebuah salon di Jalan Setia Budi Medan menangis saat diwawancarai wartawan. “Mereka (kelima perempuan muda) itu yang mau kencan. Aku hanya menghubungkan.

Mereka yang enak-enak aku yang dipenjara,” katanya. Polisi menjerat tersangka BS dengan Pasal 2 Undang-Undang (UU) Nomor 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang subsider Pasal 293 KUHP tentang Kejahatan Kesusilaan dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara. Adapun AVHP juga ikut menangis saat diwawancarai wartawan. “Tolonglah, aku tak mau keluargaku tahu pekerjaanku begini,” katanya.

Berbeda dengan BS yang dijebloskan ke sel, kelima perempuan muda itu dibawa ke Panti Rehabilitasi di Berastagi hingga proses persidangan selesai. Humas Universitas Sumatera Utara (USU) Bisru Hafi tidak bisa konfirmasi terkait pengakuan AVHP bahwa dirinya merupakan mahasiswi Fakultas Sastra di USU. Berulang kali KORAN SINDO MEDAN menghubungi telepon seluler Bisru, kemarin, tetapi tidak ada jawaban.

Terpisah, pengamat sosial dari Universitas Sumatera Utara (USU), Agus Suriadi mengatakan, mucikari dan para PSK termasuk “ayam kampus” lahir dari pola hidup hedonis dan pragmatis seseorang yang memengaruhi perilaku bersangkutan. “Untuk meraih kesenangan instan itu tadi, dengan minimnya kreativitas dan inovasi yang dimiliki, akhirnya mereka menempuh cara-cara sebagai mucikari atau PSK,” katanya saat dihubungi KORAN SINDO MEDAN, kemarin.

Apalagi dengan dukungan teknologi yang semakin berkembang seperti saat ini, transaksi seks bisa dengan mudah terjadi. Keberadaan PSK yang juga sebagai mahasiswi merupakan fenomena marak terjadi. Kampus elite milik pemerintah ataupun swasta yang kecil sekalipun memiliki mahasiswa dengan pola hidup hedonis dan pragmatis.

“Kita tidak bisa menggolongkan kampus elite itu steril dari orang-orang yang melakukan perbuatan seperti itu ataupun kampus kecil digambarkan sebagai sarangnya PSK. Dan tidak pula ketika ada mahasiswa kampus elite sebagai PSK menyebabkan stigma masyarakat terhadap kampus tersebut jadi buruk, itu saya bantah,” ungkapnya. Menurut dia, keberadaan para mucikari dan PSK tersebut tetap akan ada selama ada orang yang punya pola hidup pragmatis. “Karena pola perilaku (hedon dan pragmatis) itu yang memengaruhi perbuatan tersebut,” katanya.

Frans marbun/ syukri amal
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1229 seconds (0.1#10.140)