Menata Bangkalan Pasca Fuad Amin
A
A
A
Tujuh bulan lebih mantan Bupati Bangkalan dua periode, Fuad Amin Imron, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pria yang akrab dipanggil Ra Fuad tersebut ditangkap awal Desember 2014 di kediamannya, Jalan Letnan Mestu, Kelurahan Kraton, Kota Bangkalan.
Tidak tanggung-tanggung, Ra Ruad ditangkap setelah lengser dari kursi bupati, tidak bisa lagi mencalonkan karena terbentur aturan, tetapi bisa kembali memegang pucuk pimpinan sebagai Ketua DPRD Bangkalan. Pria yang ditangkap atas kasus minyak gas (migas) tersebut mematahkan mitos yang kerap didengungkan kalangan awam di Kabupaten Bangkalan, kalau yang bersangkutan dikenal kuat dan sulit ditaklukkan.
Justru yang menarik disimak yakni kondisi Kabupaten Bangkalan pascatertangkapnya Fuad Amin yang terjerat kasus migas tersebut. Saat awal ditangkap, banyak kalangan memprediksi akan ada perlawanan, bahkan chaos politik, karena memang Fuad Amin terkenal lihai dalam berpolitik dengan basis massa sampai akar rumput. Namun, seiring perjalanan yang hingga kini sudah tujuh bulan ditangkap KPK, menjalani sidang tindak pidana korupsi (tipikor) di Jakarta, ternyata kondisi Kota Salak masih kondusif.
Chaos atau kerusuhan yang dibayangkan tidak sampai terjadi dan masuk kategori aman. Warga yang dulu banyak jadi simpatisannya juga masih mampu menahan diri untuk menjaga keamanan dan ketertiban Kabupaten Bangkalan. Lantas, bagaimana dengan situasi dan kondisi yang lain? Direktur Madura Corruption Watch Abdul Syukur menyatakan, situasi politik, baik di kalangan elite maupun akar rumput, masih terkendali.
Cuma, di kalangan birokrasi dan penegakan hukum masih seperti pada era Fuad Amin. Untuk birokrasi pemerintah kabupaten (pemkab), misalnya, dengan di bawah komando anaknya, yakni Bupati Makmun Ibnu Fuad, kalangan birokrasi pemerintahan banyak yang belum bisa bertindak, lebih cenderung menunggu instruksi Bupati Makmun. Ironisnya, bupati yang kondang dengan panggilan Ra Momon ini seperti anak ayam yang ditinggal induknya.
“Banyak proyek fisik yang seharusnya bisa dinikmati masyarakat sejauh ini belum digarap. Itu tidak lain karena sikap pucuk pimpinan (bupati) yang kebingungan,” ujarnya. Syukur menjelaskan, tidak saja hal birokrasi yang tambah bobrok. Segi penegakan hukum juga jalan di tempat, bahkan lebih parah dibanding saat Fuad Amin menjabat. Banyaknya kasus dugaan korupsi yang dilaporkan kalangan LSM sejauh ini belum ada penanganan serius dari pihak terkait, malah tampak tidak disentuh penegak hukum.
“Untuk penegakan hukum dalam korupsi, sejauh ini dalam tingkatan yang kurang maksimal. Justru berjalan lebih parah lagi, banyak yang memetieskan,” ujarnya. Untuk bidang ekonomi, pascatertangkapnya Fuad Amin, kondisi dalam bidang yang seharusnya membuka lapangan kerja, ketersediaan tempat kerja dan perumahan, malah tidak bisa maksimal. Buktinya, tanah sepanjang akses tol Suramadu yang seharusnya menjadi denyut bisnis malah terlihat kosong melompong, tidak ada satu pun investor yang masuk.
“Untuk bidang ekonomi, pascatertangkapnya tidak bisa maksimal. Justru kalangan dunia usaha enggan dan khawatir berinvestasi di Kabupaten Bangkalan,” ungkap Wakil Ketua Masyarakat Peduli Kondisi Ekonomi Bangkalan Tofan Nufade. Dia menerangkan, memang secara garis besar tidak ada yang berubah dalam pembangunan di Kabupaten Bangkalan pascatertangkapnya Fuad Amin.
Kalangan investor, dengan ketersediaan lahan yang luas, salah satunya di akses tol Suramadu, malah tidak ada yang tertarik untuk menanam modal atau membuat dan membangun pabrik di sepanjang akses tol Suramadu. Yang justru semakin berdampak adalah ketersediaan lapangan kerja yang semakin jauh api dari panggang.
Kalangan usia produktif di Kabupaten Bangkalan, banyak yang tidak terserap lapangan kerja, melainkan banyak yang merantau ke seberang untuk bekerja atau mendapat pekerjaan. Itu pun terkadang banyak yang rela pulang pergi Bangkalan–Surabaya untuk bisa mendapat kerja. “Tentunya kalau tidak ditangani secara serius, kondisi ekonomi di Kabupaten Bangkalan ke depan bisa semakin terpuruk,” urai Taufan.
Untuk diketahui, sejak masa sebelum Fuad Amin ditahan KPK sampai sekarang sudah menjalani sidang, kondisi ekonomi tergolong serbasulit. Di sepanjang akses tol Suramadu yang dalam konsepnya menjadi kawasan industri malah jadi hamparan tanah kosong yang membelah jalan sepanjang 11,4 km. Sekarang pun saat Fuad Amin ditahan KPK juga tidak ada perubahan, bahkan masyarakat di desadesa kesulitan mendapat lapangan kerja.
Kalaupun para usia produktif kerja, lebih pada ternak sapi atau merantau menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI). “Butuh konsep baru untuk menata perekonomian agar tidak seperti saat ini yang tergolong mati suri. Masyarakatmakin susah, itu yang dirasa dalam kondisi kekinian,” pungkas Imam Syafii , Wakil Ketua HKTI Bangkalan beberapa waktu lalu.
Subairi
Tidak tanggung-tanggung, Ra Ruad ditangkap setelah lengser dari kursi bupati, tidak bisa lagi mencalonkan karena terbentur aturan, tetapi bisa kembali memegang pucuk pimpinan sebagai Ketua DPRD Bangkalan. Pria yang ditangkap atas kasus minyak gas (migas) tersebut mematahkan mitos yang kerap didengungkan kalangan awam di Kabupaten Bangkalan, kalau yang bersangkutan dikenal kuat dan sulit ditaklukkan.
Justru yang menarik disimak yakni kondisi Kabupaten Bangkalan pascatertangkapnya Fuad Amin yang terjerat kasus migas tersebut. Saat awal ditangkap, banyak kalangan memprediksi akan ada perlawanan, bahkan chaos politik, karena memang Fuad Amin terkenal lihai dalam berpolitik dengan basis massa sampai akar rumput. Namun, seiring perjalanan yang hingga kini sudah tujuh bulan ditangkap KPK, menjalani sidang tindak pidana korupsi (tipikor) di Jakarta, ternyata kondisi Kota Salak masih kondusif.
Chaos atau kerusuhan yang dibayangkan tidak sampai terjadi dan masuk kategori aman. Warga yang dulu banyak jadi simpatisannya juga masih mampu menahan diri untuk menjaga keamanan dan ketertiban Kabupaten Bangkalan. Lantas, bagaimana dengan situasi dan kondisi yang lain? Direktur Madura Corruption Watch Abdul Syukur menyatakan, situasi politik, baik di kalangan elite maupun akar rumput, masih terkendali.
Cuma, di kalangan birokrasi dan penegakan hukum masih seperti pada era Fuad Amin. Untuk birokrasi pemerintah kabupaten (pemkab), misalnya, dengan di bawah komando anaknya, yakni Bupati Makmun Ibnu Fuad, kalangan birokrasi pemerintahan banyak yang belum bisa bertindak, lebih cenderung menunggu instruksi Bupati Makmun. Ironisnya, bupati yang kondang dengan panggilan Ra Momon ini seperti anak ayam yang ditinggal induknya.
“Banyak proyek fisik yang seharusnya bisa dinikmati masyarakat sejauh ini belum digarap. Itu tidak lain karena sikap pucuk pimpinan (bupati) yang kebingungan,” ujarnya. Syukur menjelaskan, tidak saja hal birokrasi yang tambah bobrok. Segi penegakan hukum juga jalan di tempat, bahkan lebih parah dibanding saat Fuad Amin menjabat. Banyaknya kasus dugaan korupsi yang dilaporkan kalangan LSM sejauh ini belum ada penanganan serius dari pihak terkait, malah tampak tidak disentuh penegak hukum.
“Untuk penegakan hukum dalam korupsi, sejauh ini dalam tingkatan yang kurang maksimal. Justru berjalan lebih parah lagi, banyak yang memetieskan,” ujarnya. Untuk bidang ekonomi, pascatertangkapnya Fuad Amin, kondisi dalam bidang yang seharusnya membuka lapangan kerja, ketersediaan tempat kerja dan perumahan, malah tidak bisa maksimal. Buktinya, tanah sepanjang akses tol Suramadu yang seharusnya menjadi denyut bisnis malah terlihat kosong melompong, tidak ada satu pun investor yang masuk.
“Untuk bidang ekonomi, pascatertangkapnya tidak bisa maksimal. Justru kalangan dunia usaha enggan dan khawatir berinvestasi di Kabupaten Bangkalan,” ungkap Wakil Ketua Masyarakat Peduli Kondisi Ekonomi Bangkalan Tofan Nufade. Dia menerangkan, memang secara garis besar tidak ada yang berubah dalam pembangunan di Kabupaten Bangkalan pascatertangkapnya Fuad Amin.
Kalangan investor, dengan ketersediaan lahan yang luas, salah satunya di akses tol Suramadu, malah tidak ada yang tertarik untuk menanam modal atau membuat dan membangun pabrik di sepanjang akses tol Suramadu. Yang justru semakin berdampak adalah ketersediaan lapangan kerja yang semakin jauh api dari panggang.
Kalangan usia produktif di Kabupaten Bangkalan, banyak yang tidak terserap lapangan kerja, melainkan banyak yang merantau ke seberang untuk bekerja atau mendapat pekerjaan. Itu pun terkadang banyak yang rela pulang pergi Bangkalan–Surabaya untuk bisa mendapat kerja. “Tentunya kalau tidak ditangani secara serius, kondisi ekonomi di Kabupaten Bangkalan ke depan bisa semakin terpuruk,” urai Taufan.
Untuk diketahui, sejak masa sebelum Fuad Amin ditahan KPK sampai sekarang sudah menjalani sidang, kondisi ekonomi tergolong serbasulit. Di sepanjang akses tol Suramadu yang dalam konsepnya menjadi kawasan industri malah jadi hamparan tanah kosong yang membelah jalan sepanjang 11,4 km. Sekarang pun saat Fuad Amin ditahan KPK juga tidak ada perubahan, bahkan masyarakat di desadesa kesulitan mendapat lapangan kerja.
Kalaupun para usia produktif kerja, lebih pada ternak sapi atau merantau menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI). “Butuh konsep baru untuk menata perekonomian agar tidak seperti saat ini yang tergolong mati suri. Masyarakatmakin susah, itu yang dirasa dalam kondisi kekinian,” pungkas Imam Syafii , Wakil Ketua HKTI Bangkalan beberapa waktu lalu.
Subairi
(bbg)