Tiga Pengemplang Pajak Rp95 M Ditahan
A
A
A
SURABAYA - Penyelewengan pajak yang mengakibatkan kerugian negara hingga Rp95,8 miliar dibongkar tim penyidik pajak Direktorat Intelijen dan Penyidikan bekerja sama dengan Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Timur I dan DJP Jawa Timur II.
Kemarin kasus tersebut dilimpahkan ke Kejati Jatim. Direktur Intelijen dan Penyidikan Direktorat Pajak Yuli Kristiono mengatakan, kasus yang merugikan negara puluhan miliar itu terdiri dari dua kasus. Kasus pertama melibatkan tersangka berinisial YO, mantan Direktur PT TD karena diduga telah telah menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) atas nama PT TD dengan cara tidak melaporkan seluruh hasil penjualan dalam SPT tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPN.
”Tindakan tersangka ini dilakukan sejak Januari 2005 hingga Desember 2007,” tandas Yuli. Dia menjelaskan, modus yang dilakukan tersangka dengan membuka dua rekening untuk menampung hasil penjualan. Rekening yang satu digunakan untuk laporan dalam SPT dan rekening lainnya untuk penjualan yang tidak dilaporkan pada SPT.
Tersangka YO juga memasukkan pungutan PPN atas penjualan terhadap konsumen namun tidak disetorkan ke kas negara sebesar Rp40,7 miliar. Disinggung tentang lamanya penanganan kasus tersebut, Yuli menandaskan hal itu terkait dengan proses penerbitan rekening BI yang memakan waktu, sehingga pada 2009 baru bisa dilakukan pemeriksaan.
Selain itu, tersangka YO juga pernah mengilang dan ditetapkan sebagai DPO dan baru tiga bulan yang lalu diketahui keberadaannya. ”Tersangka sempat berpindah- pindah tempat sehingga tidak diketahui keberadaannya. Kami pernah melakukan pelimpahan berkas tanpa tersangka, namun dikembalikan dan diminta untuk dilengkapi dengan keterangan tersangka.
Setelah kami berhasil mengamankan tersangka dan meminta keterangan, maka berkas langsung dinyatakan sempurna,” tandasnya. Dikatakannya, pihaknya sudah memberikan kesempatan kepada tersangka selaku wajib pajak untuk melunasi pajak yang diselewengkan, namun jumlah pelunasan yang dilakukan belum mencapai angka sesuai dengan hasil audit.
Sehingga proses tetap dilanjutkan dan YO ditetapkan sebagai tersangka. Untuk kasus kedua adalah kasus penerbitan faktur pajak tidak sah atau faktur yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya. Dalam kasus ini ada dua tersangka yaitu NWS dan AS. Mereka diduga membantu dan turut serta menerbitkan faktur pajak fiktif melalui PT CAP dan PT CBT. Keduanya a juga membantu menjualkan faktur pajak fiktif tersebut.
”Penyidikan atas tersangka NWS dan AS ini merupakan pengembangan dari kasus penyidikan sebelumnya dengan tersangka MM alias MR alias H alias G alias TP yang diduga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sebesar Rp55,1 miliar,” tandas Yuli.
Yuli menandaskan, setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut tidak didapat adanya keterlibatan orang dalam Dirjen Pajak. Karena PT CAP dan CBT adalah perusahaan yang diduga sebagai sindikat penerbitan faktur pajak fiktif. Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Edi Rakamto mengatakan bahwa pihaknya mendukung upaya yang dilakukan Dirjen Pajak dalam penindakan terhadap pelanggar perpajakan.
Sejak Oktober 2014 lalu, pihak Kejagung sudah menerima 37 kasus tentang perpajakan. Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jatim Elvis Johnny menambahkan, pihaknya akan secepatnya melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan. ”Saya rasa itu saja yang dapat saya sampaikan,” katanya singkat.
Sebelum dilimpahkan, ketiga tersangka YO, NWS dan AS tidak ditahan oleh penyidik dan hanya dilakukan wajib lapor. Setelah dilimpahkan mereka langsung digelandang ke Kejati Jatim dan dijebloskan ke penjara. Begitu turun dari mobil yang membawa mereka ke gedung Kejati Jatim, ketiganya berusaha menutup wajah.
Lutfi yuhandi
Kemarin kasus tersebut dilimpahkan ke Kejati Jatim. Direktur Intelijen dan Penyidikan Direktorat Pajak Yuli Kristiono mengatakan, kasus yang merugikan negara puluhan miliar itu terdiri dari dua kasus. Kasus pertama melibatkan tersangka berinisial YO, mantan Direktur PT TD karena diduga telah telah menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) atas nama PT TD dengan cara tidak melaporkan seluruh hasil penjualan dalam SPT tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPN.
”Tindakan tersangka ini dilakukan sejak Januari 2005 hingga Desember 2007,” tandas Yuli. Dia menjelaskan, modus yang dilakukan tersangka dengan membuka dua rekening untuk menampung hasil penjualan. Rekening yang satu digunakan untuk laporan dalam SPT dan rekening lainnya untuk penjualan yang tidak dilaporkan pada SPT.
Tersangka YO juga memasukkan pungutan PPN atas penjualan terhadap konsumen namun tidak disetorkan ke kas negara sebesar Rp40,7 miliar. Disinggung tentang lamanya penanganan kasus tersebut, Yuli menandaskan hal itu terkait dengan proses penerbitan rekening BI yang memakan waktu, sehingga pada 2009 baru bisa dilakukan pemeriksaan.
Selain itu, tersangka YO juga pernah mengilang dan ditetapkan sebagai DPO dan baru tiga bulan yang lalu diketahui keberadaannya. ”Tersangka sempat berpindah- pindah tempat sehingga tidak diketahui keberadaannya. Kami pernah melakukan pelimpahan berkas tanpa tersangka, namun dikembalikan dan diminta untuk dilengkapi dengan keterangan tersangka.
Setelah kami berhasil mengamankan tersangka dan meminta keterangan, maka berkas langsung dinyatakan sempurna,” tandasnya. Dikatakannya, pihaknya sudah memberikan kesempatan kepada tersangka selaku wajib pajak untuk melunasi pajak yang diselewengkan, namun jumlah pelunasan yang dilakukan belum mencapai angka sesuai dengan hasil audit.
Sehingga proses tetap dilanjutkan dan YO ditetapkan sebagai tersangka. Untuk kasus kedua adalah kasus penerbitan faktur pajak tidak sah atau faktur yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya. Dalam kasus ini ada dua tersangka yaitu NWS dan AS. Mereka diduga membantu dan turut serta menerbitkan faktur pajak fiktif melalui PT CAP dan PT CBT. Keduanya a juga membantu menjualkan faktur pajak fiktif tersebut.
”Penyidikan atas tersangka NWS dan AS ini merupakan pengembangan dari kasus penyidikan sebelumnya dengan tersangka MM alias MR alias H alias G alias TP yang diduga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sebesar Rp55,1 miliar,” tandas Yuli.
Yuli menandaskan, setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut tidak didapat adanya keterlibatan orang dalam Dirjen Pajak. Karena PT CAP dan CBT adalah perusahaan yang diduga sebagai sindikat penerbitan faktur pajak fiktif. Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Edi Rakamto mengatakan bahwa pihaknya mendukung upaya yang dilakukan Dirjen Pajak dalam penindakan terhadap pelanggar perpajakan.
Sejak Oktober 2014 lalu, pihak Kejagung sudah menerima 37 kasus tentang perpajakan. Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jatim Elvis Johnny menambahkan, pihaknya akan secepatnya melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan. ”Saya rasa itu saja yang dapat saya sampaikan,” katanya singkat.
Sebelum dilimpahkan, ketiga tersangka YO, NWS dan AS tidak ditahan oleh penyidik dan hanya dilakukan wajib lapor. Setelah dilimpahkan mereka langsung digelandang ke Kejati Jatim dan dijebloskan ke penjara. Begitu turun dari mobil yang membawa mereka ke gedung Kejati Jatim, ketiganya berusaha menutup wajah.
Lutfi yuhandi
(bbg)