Penipu Hong Kong Beroperasi di Medan
A
A
A
MEDAN - Sindikat penipu asal Hong Kong yang beroperasi di rumah mewah di Taman Setia Budi Indah (Tasbih) Blok E Nomor 81 Medan dibongkar petugas Polda Sumut, kemarin, sekaligus menangkap 31 warga negara China dan Taiwan.
Sindikat ini memilih tempat operasional di Indonesia agar tidak terjamah aparat hukum negaranya. Sebab mereka mengincar korban berasal dari negaranya, bukan dari Indonesia. Adapun modus operandinya menawarkan hadiah kepada korbannya melalui jaringan internet.
Kepala Polda Sumut Inspektur Jenderal (Irjen) Pol Eko Hadi Sutedjo mengatakan, saat penggerebekan, para WNA itu berusaha memusnahkan barang bukti dengan cara membakar sejumlah dokumen, ponsel, dan merusak beberapa unit komputer. Tetapi, ada barang bukti lainnya berhasil diselamatkan untuk penyidikan kasus. Barang bukti yang disita, yaitu enam unit laptop yang dirusak, satu laptop dalam kondisi bagus, 2 TV 50 inci dan 24 inci, 10 unit Handy Talky (HT), 54 telepon kabel, satu printer, 27buahpaspor, 65unit ponsel, 12 keyboard komputer dan lima di antaranya dirusak, 2 unit Uninterruptible power supply (UPS), dua modem, dan dua ponsel sudah terbakar.
Selain itu, ditemukan 112 lembar uang Yuan senilai 18,250 Yuan, 60 Bath, USD10, 6.000 dolar Taiwan, dan Rp1.250.000. Dari hasil pemeriksaan sementara, para WNA itu diduga melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime) atau penipuan melalui internet. Sementara rumah yang mereka tempati hanya digunakan untuk bertransaksi. Di rumah bercat kuning kecokelatan itu terdapat CCTV, dua parabola, dan satu pemancar. “Mereka memilih beraksi di negara kita agar tidak terdeteksi oleh negaranya,” ujarnya kepada wartawan di lokasi penggerebekan, kemarin.
Saat ini penyidik masih mendalami dengan meminta bantuan penerjemah. Setelah selesai penyidikan, para WNA itu akan diserahkan ke imigrasi untuk dideportasi. WNA yang terdiri atas 18 pria dan 14 perempuan berusia 20-30 tahun tersebut dianggap melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 6/2011 tentang Keimigrasian. Pengungkapan kasusnya juga diserahkan pada negara masing- masing tersangka.
Mantan Gubernur Akademi Kepolisian (Akpol) ini menegaskan, dari kasus ini dia telah memerintahkan personelnya lebih meningkatkan pengawasan keberadaan orang-orang asing di Medan. Adapun pemilik rumah yang dikontrak WNA ini bernama Jaya Rahman, pengusaha toko pakaian di Jalan Perniagaan Medan. Menurut Jaya, rumah itu disewa William, warga Jakarta melalui broker bernama Ayin, warga Medan, pada 17 Juni lalu, seharga Rp120 juta per tahun.
Saat itu William menyatakan akan menjadikan rumah tersebut sebagai kantor distributor produk-produk asal China. Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Sumut Komisaris Besar (Kombes) Pol Ahmad Haydar menambahkan, para WNA itu masuk ke Indonesia sebulan lalu melalui Bandara Soekarno-Hatta, Banten, kemudian ke Medan melalui Bandara Kualanamu. “Mereka datang ke Indonesia dengan visa kunjungan wisata yang masa berlaku enam bulan. Selama satu bulan di Medan mereka dilatih berkomunikasi dengan calon korbannya,” kata Haydar.
Dia membeberkan, penggerebekan dilakukan mereka setelah pengintaian selama tiga hari di sekitar rumah itu. Warga sekitar sangat berperan dalam pengungkapan kasus cyber crime ini sehingga Haydar mengucapkan terima kasih. Kecurigaan warga karena rumah itu sebelumnya kosong, tetapi beberapa hari belakangan lampu di dalam rumah terang benderang dan ada aktivitas orang-orang tak dikenal di sana. Adapun orang yang membawa ke-31 WNA itu ke Indonesia, seorang WN China asal Hong Kong berinisial RB.
“Dia (RB) sudah tiga kali bolak-balik Medan-Hong Kong, namun saat penggerebekan dia tidak berada di lokasi,” katanya yang didampingi Wadir Reskrimsus Polda Sumut Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Maruli Siahaan dan Kasubdit IV Cyber Crime AKBP Ikhwan Lubis. Sementara selama berada di Medan, makanan dan minuman para WNA itu disediakan dua penjaga rumah dan seorang sopir. Untuk berpergian disediakan satu mobil sewaan dari Jakarta, yakni Honda Stream B 1755 NMG, yang kini dijadikan barang bukti.
Hingga tadi malam, lokasi penggerebekan masih dalam pengawasan petugas berpakaian seragam lengkap. Sejumlah petugas juga disiagakan di jalan masuk menuju Blok E untuk pengamanan penyidikan. Terpisah, Kepala Kantor Imigrasi (Kanim) Kelas I Khusus Medan, Lilik Bambang mengatakan, akan berkoordinasi dengan Polda Sumut untuk mengetahui latar belakang WNA tersebut masuk ke Kota Medan. Namun sampai kemarin, dia belum memiliki data WNA itu.
“Kita tunggulah koordinasi dari polisi karena kami belum mengetahui ceritanya bagaimana mereka bisa masuk ke Kota Medan. Kami tidak ada mendeteksi adanya WNA asal China yang masuk bergerombolan ke Medan dalam beberapa hari belakangan ini,” katanya singkat saat dihubungi KORAN SINDO MEDAN,kemarin. Sementara puluhan unit telepon rumah yang menjadi barang bukti sindikat asing tersebut ternyata tidak terdaftar di PT Telkom. Ketika dikonfirmasi alamat rumah tempat ditangkapnya puluhan WNA itu ke call center 108 ternyata tidak terdaftar.
“Bisa saja dia menggunakan alamat sebelah rumahnya karena tidak mungkin bila dia menggunakan telepon rumah, namun tidak terdaftar di PT Telkom. Selain itu, bisa mereka menggunakan telepon satelit yang diparalelkan sehingga terdapat beberapa sambungan kabel telepon rumah di rumah tersebut,” ungkap Public Relation (PR) PT Telkom Divre I, Syafrizal.
Frans marbun/ dody ferdiansyah/ dicky irawan
Sindikat ini memilih tempat operasional di Indonesia agar tidak terjamah aparat hukum negaranya. Sebab mereka mengincar korban berasal dari negaranya, bukan dari Indonesia. Adapun modus operandinya menawarkan hadiah kepada korbannya melalui jaringan internet.
Kepala Polda Sumut Inspektur Jenderal (Irjen) Pol Eko Hadi Sutedjo mengatakan, saat penggerebekan, para WNA itu berusaha memusnahkan barang bukti dengan cara membakar sejumlah dokumen, ponsel, dan merusak beberapa unit komputer. Tetapi, ada barang bukti lainnya berhasil diselamatkan untuk penyidikan kasus. Barang bukti yang disita, yaitu enam unit laptop yang dirusak, satu laptop dalam kondisi bagus, 2 TV 50 inci dan 24 inci, 10 unit Handy Talky (HT), 54 telepon kabel, satu printer, 27buahpaspor, 65unit ponsel, 12 keyboard komputer dan lima di antaranya dirusak, 2 unit Uninterruptible power supply (UPS), dua modem, dan dua ponsel sudah terbakar.
Selain itu, ditemukan 112 lembar uang Yuan senilai 18,250 Yuan, 60 Bath, USD10, 6.000 dolar Taiwan, dan Rp1.250.000. Dari hasil pemeriksaan sementara, para WNA itu diduga melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime) atau penipuan melalui internet. Sementara rumah yang mereka tempati hanya digunakan untuk bertransaksi. Di rumah bercat kuning kecokelatan itu terdapat CCTV, dua parabola, dan satu pemancar. “Mereka memilih beraksi di negara kita agar tidak terdeteksi oleh negaranya,” ujarnya kepada wartawan di lokasi penggerebekan, kemarin.
Saat ini penyidik masih mendalami dengan meminta bantuan penerjemah. Setelah selesai penyidikan, para WNA itu akan diserahkan ke imigrasi untuk dideportasi. WNA yang terdiri atas 18 pria dan 14 perempuan berusia 20-30 tahun tersebut dianggap melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 6/2011 tentang Keimigrasian. Pengungkapan kasusnya juga diserahkan pada negara masing- masing tersangka.
Mantan Gubernur Akademi Kepolisian (Akpol) ini menegaskan, dari kasus ini dia telah memerintahkan personelnya lebih meningkatkan pengawasan keberadaan orang-orang asing di Medan. Adapun pemilik rumah yang dikontrak WNA ini bernama Jaya Rahman, pengusaha toko pakaian di Jalan Perniagaan Medan. Menurut Jaya, rumah itu disewa William, warga Jakarta melalui broker bernama Ayin, warga Medan, pada 17 Juni lalu, seharga Rp120 juta per tahun.
Saat itu William menyatakan akan menjadikan rumah tersebut sebagai kantor distributor produk-produk asal China. Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Sumut Komisaris Besar (Kombes) Pol Ahmad Haydar menambahkan, para WNA itu masuk ke Indonesia sebulan lalu melalui Bandara Soekarno-Hatta, Banten, kemudian ke Medan melalui Bandara Kualanamu. “Mereka datang ke Indonesia dengan visa kunjungan wisata yang masa berlaku enam bulan. Selama satu bulan di Medan mereka dilatih berkomunikasi dengan calon korbannya,” kata Haydar.
Dia membeberkan, penggerebekan dilakukan mereka setelah pengintaian selama tiga hari di sekitar rumah itu. Warga sekitar sangat berperan dalam pengungkapan kasus cyber crime ini sehingga Haydar mengucapkan terima kasih. Kecurigaan warga karena rumah itu sebelumnya kosong, tetapi beberapa hari belakangan lampu di dalam rumah terang benderang dan ada aktivitas orang-orang tak dikenal di sana. Adapun orang yang membawa ke-31 WNA itu ke Indonesia, seorang WN China asal Hong Kong berinisial RB.
“Dia (RB) sudah tiga kali bolak-balik Medan-Hong Kong, namun saat penggerebekan dia tidak berada di lokasi,” katanya yang didampingi Wadir Reskrimsus Polda Sumut Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Maruli Siahaan dan Kasubdit IV Cyber Crime AKBP Ikhwan Lubis. Sementara selama berada di Medan, makanan dan minuman para WNA itu disediakan dua penjaga rumah dan seorang sopir. Untuk berpergian disediakan satu mobil sewaan dari Jakarta, yakni Honda Stream B 1755 NMG, yang kini dijadikan barang bukti.
Hingga tadi malam, lokasi penggerebekan masih dalam pengawasan petugas berpakaian seragam lengkap. Sejumlah petugas juga disiagakan di jalan masuk menuju Blok E untuk pengamanan penyidikan. Terpisah, Kepala Kantor Imigrasi (Kanim) Kelas I Khusus Medan, Lilik Bambang mengatakan, akan berkoordinasi dengan Polda Sumut untuk mengetahui latar belakang WNA tersebut masuk ke Kota Medan. Namun sampai kemarin, dia belum memiliki data WNA itu.
“Kita tunggulah koordinasi dari polisi karena kami belum mengetahui ceritanya bagaimana mereka bisa masuk ke Kota Medan. Kami tidak ada mendeteksi adanya WNA asal China yang masuk bergerombolan ke Medan dalam beberapa hari belakangan ini,” katanya singkat saat dihubungi KORAN SINDO MEDAN,kemarin. Sementara puluhan unit telepon rumah yang menjadi barang bukti sindikat asing tersebut ternyata tidak terdaftar di PT Telkom. Ketika dikonfirmasi alamat rumah tempat ditangkapnya puluhan WNA itu ke call center 108 ternyata tidak terdaftar.
“Bisa saja dia menggunakan alamat sebelah rumahnya karena tidak mungkin bila dia menggunakan telepon rumah, namun tidak terdaftar di PT Telkom. Selain itu, bisa mereka menggunakan telepon satelit yang diparalelkan sehingga terdapat beberapa sambungan kabel telepon rumah di rumah tersebut,” ungkap Public Relation (PR) PT Telkom Divre I, Syafrizal.
Frans marbun/ dody ferdiansyah/ dicky irawan
(ars)