Terbuai Pesona Rambut Monte

Rabu, 22 Juli 2015 - 10:19 WIB
Terbuai Pesona Rambut Monte
Terbuai Pesona Rambut Monte
A A A
Objek wisata Telaga Rambut Monte di Dusun Rambut Monte, Desa Krisik, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar, hadir dengan pesonanya yang rancak. Telaga yang memiliki candi peninggalan Kerajaan Majapahit itu merupakan cagar budaya yang ditetapkan sejak Orde Baru.

Diteropong dari sudut manapun, telaga Rambut Monte adalah sepotong keindahan. Airnya bening kebiru-biruan. Permukaannya jernih bercahaya menyerupai bingkai cermin raksasa memantulkan bayangan ranting pinus, akasia, cemara, serta semua tanaman liar yang tumbuh di sekitarnya.

Bahkan, gumpalan awan pada siang hari bisa membayang dengan gamblang. Sungguh menakjubkan. Air itu mengalir tenang. Riaknya bergulung lembut beraturan. Bagi ikan-ikan, lumut, kawanan plankton, dan jasad renik dari masa silam, telaga itu seperti bejana alam.

Tidak peduli waktu. Ketenangan air tidak mengenal musim kemarau maupun hujan. Geraknya nyaris stagnan. “Volume airnya juga tidak berubah. Selalu sebanyak itu,” tutur juru kunci Telaga Rambut Monte, Kasno, 64, kepada KORAN SINDO JATIM . Wisata alam itu berada di Dusun Rambut Monte, Desa Krisik, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar.

Dari Kota Blitar kurang lebih berjarak 40 kilometer. Monte adalah mainan anak-anak zaman dahulu. Bentuknya kalung serupa tasbih atau rosario dengan bulat manikmanik yang diikat benang. Rambut Monte secara topografis berlokasi di ceruk lereng bukit yang membelah wilayah Kabupaten Blitar dan Kecamatan Pujon, Kota Batu. Dataran tinggi yang kaya akan belukar pepohonan membuat suasana terasa sejuk, berkabut, dan redup.

“Setiap hari cuaca disini ya seperti ini (berkabut),” ujar Kusno. Aroma dupa ratus yang menyengat membuat suasana terasa magis. Sederet undak anak tangga berbahan semen menjadi akses utama jalan setapak menuju telaga. Jumlahnya lebih dari lima puluh lima dengan gaya terasiring melingkar serupa uliran.

Sisi kanan kirinya tumbuh merambat semak rumput liar. Sepasang kelopak bunga di tengah gerombolan daun putri malu terlihat sedang mekar-mekarnya. Warnanya putih keungu-unguan. Sekawanan anjing kampung riuh berseliweran. Satu dua menggonggong menyambut kedatangan wisatawan Suasana kampung di tengah hutan yang mengingatkan pada wisata Danau Bedugul dan Kintamani di Pulau Bali.

Hewan setia itu milik warga setempat. Kusno juga memiliki seekor betina yang disematkan nama Betty. Selain sebagai penjaga, bagi sebagian warga Rambut Monte, anjing menjadi teman untuk mengusir babi hutan. “Anjing di sini rata-rata jinak dan tidak mengganggu,” ujarnya.

Sebuah bangunan beton berdiri gagah di salah satu sisi telaga. Tingginya lebih dari sepuluh meter dengan bagian menjorok ke tengah telaga. Para wisatawan selalu menyempatkan diri ke sana. Dari bagian yang menjorok itu biasanya digunakan untuk mengambil view Rambut Monte dari udara.

Seingat Kusno, air telaga tidak pernah meluap. Meski hujan tumpah sederas-derasnya, volumenya tidak berubah. Limpahan air juga tidak mengubah warna. Air terasa segar saat menyentuh pori-pori kulit. Ketinggian air maksimal sepinggang orang dewasa. Jika mau berjalan sedikit ke tengah, kedalaman air bisa membasahi dada. Air itu memancar dari sumber utama mata air.

Sumber yang sekilas seperti mulut raksasa menanti mangsa. Pada warna terbiru, kata Kasno, pusat lobang menganga itu berada. Biru tosca semu kehijauan. Letaknya sedikit menyudut di sebelah bangunan beton. Bila lebih cermat mengamati, pada seputar “mulut” sumber mata air muncul gelembung udara bergerak tidak terputus.

Gelembung dari bawah ke atas itu menyeret butiran pasir halus. “Seperti sumur. Saking dalamnya dasar air sampai tidak terlihat,” kata Kusno. Warna biru di area seputar mulut sumur itu memang lebih tegas. Lebih pekat dibanding permukaan air lainnya. Kusno diam-diam pernah mencoba menjajakinya.

Kakek dua cucu itu mengaku penasaran. Sebagai juru kunci lebih dari empat windu, ia belum tahu pasti ukuran kedalaman sumber mata air Rambut Monte. Panjang bambu dengan ukuran lima belas meter ia tegakkan.

Sampai tiba ruas digenggaman tangan, bambu terujung tak juga menyentuh dasar. “Dalam sekali. Karena itu setiap pengunjung dilarang mencebur. Sebab ini berbahaya,” katanya.

Solichan arif
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1927 seconds (0.1#10.140)
pixels