Mudik, Bertaruh Nyawa di Atas Kapal Barang
A
A
A
SOLIHATUN, 45, berjalan tertatih menuju tangga Kapal Anugrah Abadi. Dua kardus bekas botol air mineral berisi barang bawaan dia tenteng. Satu kardus di tangan kanan dan satu lagi di tangan kiri. Belum lagi buntlan besar yang digendong di punggung.
Ya, hari itu Solihatun hendak pulang ke kampung halamannya di Sapeken untuk merayakan Lebaran. Dia izin libur selama 10 hari kepada majikannya di Surabaya dan akan kembali lagi pada Lebaran ketujuh nanti.
Sesuai informasi dari teman, dia ikut rombongan mudik gratis yang disiapkan DLLAJ Provinsi Jatim. Pikiran Solihatun sederhana, dia bisa menghemat biaya transportasi untuk tambahan oleholeh keluarganya di rumah. Karena itu, semua barang untuk oleh-oleh pun dibawa. Dua kardus besar adalah oleh-oleh untuk anak-anak dan ibunya di rumah. Sementara satu gendongan lagi adalah pakaian ganti dan perbekalan selama di atas kapal.
”Biar yang di rumah senang mas. Oleh-oleh biasa, hanya pakaian baru dan makanan untuk Lebaran,” katanya. Namun, kondisi di kapal benarbenar membuat dia tersiksa. Ratusan penumpang memenuhi kapal membuat dia sulit mencari tempat. Jangankan menata barang bawaan, untuk sekadar menyandarkan tubuh pun perempuan ini harus meminta penumpang lain bergeser.
Bagaimana tidak, kapasitas kapal yang hanya 200 orang harus diisi dengan 600 penumpang. Praktis semua harus saling tindih. Namun, Solihatun mencoba terus bersabar. Harapan untuk bisa segera berkumpul dengan keluarga mengalahkan rasa payah tubuhnya. ”Sudah terlanjur di kapal, mau bagaimana lagi. Tahu begini, saya naik kapal penumpang saja,” ujarnya. Keluhan sama juga dirasakan Barry, warga asal Kangean. Barry mengaku gerah dan kepanasan begitu masuk kapal.
Dia tidak menyangka kapal gratis yang disiapkan DLLAJ adalah kapal barang. ”Rasane koyo dipanggang mas. Pragram mudik ini kan dari tahun ke tahun ada. Harusnya pemerintah mengevaluasi, ini panas mas, kita kayak ikan dibakar,” kata Barry. Dia menjelaskan, layanan mudik gratis yang digulirkan Pemprov Jawa Timur ini diakuinya sangat membantu, namun program yang digulirkan setiap tahun ini harus menjadi bahan evaluasi, sehingga penumpang yang bisa dikatakan kurang mampu ini mendapatkan layanan prima.
”KA saja dalam angkutan mudik menggunakan kereta baru, ini malahan menggunakan kapal barang, di sini pengap mas panas. Kalau pemerintah niat menggelar mudik gratis sebenarnya dipersiapkan, lihat saja kita seperti ikan dipanggang,” kata pria yang juga menjadi Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Surabaya ini. Begitulah kesulitan transportasi masih menjadi problem serius bagi masyarakat kepulauan di Jawa Timur.
Minimnya sarana kapal membuat mereka harus menunda kepergian untuk beberapa pekan. Belum lagi bila gelombang pasang atau cuaca sedang buruk. Mengarungi lautan bisa menjadi hal mustahil.
Situasi ini pula rutin dihadapi masyarakat di Kepulauan Madura yang hidup di perantauan. Terutama pada saat menjelang Idul Fitri seperti ini. Bila nasib sedang mujur, mereka bisa menggunakan kapal milik PT Pelni atau kapal penumpang lain untuk pulang. Bila tidak, ya terpaksa mereka harus bersabar sampai Lebaran tahun depan.
Kapal Tak Manusiawi
Nah, tahun ini situasi serupa bakal terjadi lagi. Sebagaimana agenda yang disusun DLLAJ beberapa waktu lalu, tiga kapal barang telah disiapkan untuk mengangkut warga dari kepulauan itu. Tiga kapal tersebut akan berangkat dari Tanjung Perak pada H-10 Lebaran. Masingmasing kapal tujuan Masalembu, Banyuwangi- Sapeken, dan Kalianget-Kangean, dengan frekuensi 12 kali trip.
Fasilitas ini diberikan karena selama ini warga di kepulauan sulit pulang saat libur Lebaran. Penyebabnya adalah transportasi kapal yang minim. Dalam dua Minggu hanya ada satu kali pelayaran melalui Pelabuhan Tanjung Perak. Faktor ini pula mendasari Pemprov Jatim menyiapkan fasilitas gratis untuk pemudik. Kapal yang biasa dipakai mengangkut kontainer itu dipasangi terpal di atasnya.
Orang dewasa harus merunduk agar bisa masuk. Begitu juga di bagian samping kapal, terpal di pasang berdiri menggunakan kayu penyangga hingga membentuk atap melengkung. Mirip tenda orang hajatan di kampung-kampung. Kepala DLLAJ Provinsi Jatim Wahid Wahyudi berlasan, kapal barang terpaksa dipakai karena tidak ada lagi kapal penumpang yang tersisa. Pihaknya mengaku telah berupaya menyewa ke sejumlah operator kapal, namun selalu gagal.
”Tapi jangan khawatir soal keselamatan penumpangnya. Kapal perintis (barang) ini sudah kami modifikasi untuk penumpang. Sebab sebelum kapal berangkat harus ada izin dari kesyahbandaran sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap keselamatan penumpang,” katanya. Terkait penumpang yang selalu overload , Wahid mengaku sulit mengendalikan. Pasalnya, para penumpang itu datang serentak dan tiba-tiba pada saat kapal mau berangkat.
Sebaliknya mereka jarang sekali mendaftar begitu pendaftaran dibuka. ”Kalau mendaftar sejak awal mungkin bisa dikendalikan,” ujarnya. Apa pun itu, tahun ini para pemudik asal kepulauan harus siap-siap kepanasan di atas kapal. Pasalnya, mudik kali ini bertepatan dengan puncak kemarau. Berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BPMK) Juanda Surabaya, suhu ratarata pada siang hari di Jatim adalah 35-36 derajat celcius.
Semoga panasnya cuaca itu tidak menimbulkan masalah bagi para penumpang di perjalanan. Mereka tetap bisa menikmati libur Lebaran bersama keluarga. Sementara Komisi Pelayanan Publik Jatim mengkritik keras program mudik gratis dengan kapal tersebut. Fasilitas kapal barang yang disiapkan DLLAJ Pemprov Jatim menunjukkan bahwa mereka setengah hati dalam menyiapkan ini.
”Fasilitas mudik gratis ini memang patut mendapat apresiasi. Tetapi mestinya aspek keamanan dan kenyamanan pemudik menjadi prioritas. Jadi, kalau memberikan fasilitas mudik jangan setengah hati,” kata Komisioner KPP Jatim, Nuning Rodiyah. Menurut Nuning, Pemprov Jatim mestinya mengevaluasi program mudik gratis tersebut. Kekurangan tahun lalu harus diperbaiki dan tidak diulang lagi.
”Masa setiap tahun selalu tidak dapat kapal. Ini memprihatinkan. Sekali lagi, kami meminta kepada DLLAJ memberikan perhatian khusus terkait keamanan dan kenyamanan penumpang ini,” katanya. Hal sama juga disampaikan Komisioner KPP Immanuel Joshue. Menurut dia, seharusnya pemerintah memberikan kapal yang lebih layak untuk penumpang mudik gratis dan bukan lagi kapal barang yang dipakai.
”Keselamatan jiwa penumpang tetap harus diutamakan, jangan sampai ada kecelakaan karena penumpang membludak,” katanya. Kritik KPP atas fasilitas kapal barang untuk pemudik ini memang beralasan. Sebab anggaran yang disiapkan untuk program tersebut tidak sedikit. Sumber di internal Pemprov Jatim menyebut total anggaran yang disiapkan untuk mudik gratis dengan kapal kurang lebih Rp2 miliar.
”Apa susahnya pemerintah menyewa kapal penumpang yang lebih layak. Masa setiap tahun selalu tidak dapat pinjaman. Ini namanya tidak serius,” katanya.
Ihya’ ulumuddin
Ya, hari itu Solihatun hendak pulang ke kampung halamannya di Sapeken untuk merayakan Lebaran. Dia izin libur selama 10 hari kepada majikannya di Surabaya dan akan kembali lagi pada Lebaran ketujuh nanti.
Sesuai informasi dari teman, dia ikut rombongan mudik gratis yang disiapkan DLLAJ Provinsi Jatim. Pikiran Solihatun sederhana, dia bisa menghemat biaya transportasi untuk tambahan oleholeh keluarganya di rumah. Karena itu, semua barang untuk oleh-oleh pun dibawa. Dua kardus besar adalah oleh-oleh untuk anak-anak dan ibunya di rumah. Sementara satu gendongan lagi adalah pakaian ganti dan perbekalan selama di atas kapal.
”Biar yang di rumah senang mas. Oleh-oleh biasa, hanya pakaian baru dan makanan untuk Lebaran,” katanya. Namun, kondisi di kapal benarbenar membuat dia tersiksa. Ratusan penumpang memenuhi kapal membuat dia sulit mencari tempat. Jangankan menata barang bawaan, untuk sekadar menyandarkan tubuh pun perempuan ini harus meminta penumpang lain bergeser.
Bagaimana tidak, kapasitas kapal yang hanya 200 orang harus diisi dengan 600 penumpang. Praktis semua harus saling tindih. Namun, Solihatun mencoba terus bersabar. Harapan untuk bisa segera berkumpul dengan keluarga mengalahkan rasa payah tubuhnya. ”Sudah terlanjur di kapal, mau bagaimana lagi. Tahu begini, saya naik kapal penumpang saja,” ujarnya. Keluhan sama juga dirasakan Barry, warga asal Kangean. Barry mengaku gerah dan kepanasan begitu masuk kapal.
Dia tidak menyangka kapal gratis yang disiapkan DLLAJ adalah kapal barang. ”Rasane koyo dipanggang mas. Pragram mudik ini kan dari tahun ke tahun ada. Harusnya pemerintah mengevaluasi, ini panas mas, kita kayak ikan dibakar,” kata Barry. Dia menjelaskan, layanan mudik gratis yang digulirkan Pemprov Jawa Timur ini diakuinya sangat membantu, namun program yang digulirkan setiap tahun ini harus menjadi bahan evaluasi, sehingga penumpang yang bisa dikatakan kurang mampu ini mendapatkan layanan prima.
”KA saja dalam angkutan mudik menggunakan kereta baru, ini malahan menggunakan kapal barang, di sini pengap mas panas. Kalau pemerintah niat menggelar mudik gratis sebenarnya dipersiapkan, lihat saja kita seperti ikan dipanggang,” kata pria yang juga menjadi Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Surabaya ini. Begitulah kesulitan transportasi masih menjadi problem serius bagi masyarakat kepulauan di Jawa Timur.
Minimnya sarana kapal membuat mereka harus menunda kepergian untuk beberapa pekan. Belum lagi bila gelombang pasang atau cuaca sedang buruk. Mengarungi lautan bisa menjadi hal mustahil.
Situasi ini pula rutin dihadapi masyarakat di Kepulauan Madura yang hidup di perantauan. Terutama pada saat menjelang Idul Fitri seperti ini. Bila nasib sedang mujur, mereka bisa menggunakan kapal milik PT Pelni atau kapal penumpang lain untuk pulang. Bila tidak, ya terpaksa mereka harus bersabar sampai Lebaran tahun depan.
Kapal Tak Manusiawi
Nah, tahun ini situasi serupa bakal terjadi lagi. Sebagaimana agenda yang disusun DLLAJ beberapa waktu lalu, tiga kapal barang telah disiapkan untuk mengangkut warga dari kepulauan itu. Tiga kapal tersebut akan berangkat dari Tanjung Perak pada H-10 Lebaran. Masingmasing kapal tujuan Masalembu, Banyuwangi- Sapeken, dan Kalianget-Kangean, dengan frekuensi 12 kali trip.
Fasilitas ini diberikan karena selama ini warga di kepulauan sulit pulang saat libur Lebaran. Penyebabnya adalah transportasi kapal yang minim. Dalam dua Minggu hanya ada satu kali pelayaran melalui Pelabuhan Tanjung Perak. Faktor ini pula mendasari Pemprov Jatim menyiapkan fasilitas gratis untuk pemudik. Kapal yang biasa dipakai mengangkut kontainer itu dipasangi terpal di atasnya.
Orang dewasa harus merunduk agar bisa masuk. Begitu juga di bagian samping kapal, terpal di pasang berdiri menggunakan kayu penyangga hingga membentuk atap melengkung. Mirip tenda orang hajatan di kampung-kampung. Kepala DLLAJ Provinsi Jatim Wahid Wahyudi berlasan, kapal barang terpaksa dipakai karena tidak ada lagi kapal penumpang yang tersisa. Pihaknya mengaku telah berupaya menyewa ke sejumlah operator kapal, namun selalu gagal.
”Tapi jangan khawatir soal keselamatan penumpangnya. Kapal perintis (barang) ini sudah kami modifikasi untuk penumpang. Sebab sebelum kapal berangkat harus ada izin dari kesyahbandaran sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap keselamatan penumpang,” katanya. Terkait penumpang yang selalu overload , Wahid mengaku sulit mengendalikan. Pasalnya, para penumpang itu datang serentak dan tiba-tiba pada saat kapal mau berangkat.
Sebaliknya mereka jarang sekali mendaftar begitu pendaftaran dibuka. ”Kalau mendaftar sejak awal mungkin bisa dikendalikan,” ujarnya. Apa pun itu, tahun ini para pemudik asal kepulauan harus siap-siap kepanasan di atas kapal. Pasalnya, mudik kali ini bertepatan dengan puncak kemarau. Berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BPMK) Juanda Surabaya, suhu ratarata pada siang hari di Jatim adalah 35-36 derajat celcius.
Semoga panasnya cuaca itu tidak menimbulkan masalah bagi para penumpang di perjalanan. Mereka tetap bisa menikmati libur Lebaran bersama keluarga. Sementara Komisi Pelayanan Publik Jatim mengkritik keras program mudik gratis dengan kapal tersebut. Fasilitas kapal barang yang disiapkan DLLAJ Pemprov Jatim menunjukkan bahwa mereka setengah hati dalam menyiapkan ini.
”Fasilitas mudik gratis ini memang patut mendapat apresiasi. Tetapi mestinya aspek keamanan dan kenyamanan pemudik menjadi prioritas. Jadi, kalau memberikan fasilitas mudik jangan setengah hati,” kata Komisioner KPP Jatim, Nuning Rodiyah. Menurut Nuning, Pemprov Jatim mestinya mengevaluasi program mudik gratis tersebut. Kekurangan tahun lalu harus diperbaiki dan tidak diulang lagi.
”Masa setiap tahun selalu tidak dapat kapal. Ini memprihatinkan. Sekali lagi, kami meminta kepada DLLAJ memberikan perhatian khusus terkait keamanan dan kenyamanan penumpang ini,” katanya. Hal sama juga disampaikan Komisioner KPP Immanuel Joshue. Menurut dia, seharusnya pemerintah memberikan kapal yang lebih layak untuk penumpang mudik gratis dan bukan lagi kapal barang yang dipakai.
”Keselamatan jiwa penumpang tetap harus diutamakan, jangan sampai ada kecelakaan karena penumpang membludak,” katanya. Kritik KPP atas fasilitas kapal barang untuk pemudik ini memang beralasan. Sebab anggaran yang disiapkan untuk program tersebut tidak sedikit. Sumber di internal Pemprov Jatim menyebut total anggaran yang disiapkan untuk mudik gratis dengan kapal kurang lebih Rp2 miliar.
”Apa susahnya pemerintah menyewa kapal penumpang yang lebih layak. Masa setiap tahun selalu tidak dapat pinjaman. Ini namanya tidak serius,” katanya.
Ihya’ ulumuddin
(ars)