Coba Pasrah dan Ikhlas Meski Terpukul
A
A
A
Kecelakaan pesawat Hercules C-130 bernomor penerbangan A-1310 di Medan, Sumatera Utara, menimbulkan duka mendalam bagi keluarga besar Pangkalan Udara (Lanud) TNI AU Abdulrachman Saleh Malang dan keluarga prajurit TNI AU.
Semilir angin musim kemarau seakan tak mampu mendinginkan suasana hati mereka yang sedih. Air mata Sersan Satu (Sertu) Siswo Margono tak terbendung saat menyaksikan berita televisi mengenai kecelakaan pesawat Herkey—begitu para anggota TNI AU menyebut Hercules C-130. Pikirannya melayang mengenang Prajurit Dua (Prada) Alvian, sahabat yang baru dikenalnya.
Sesama prajurit yang bertugas di bagian teknik membuat Siswo cepat akrab dengan Alvian meski berbeda satuan. Siswo bertugas di Skadron Teknik (Skatek) 022, sedangkan Alvian adalah prajurit tamtama yang baru lulus pendidikan dan bertugas sebagai teknisi di Skadron 32. “Di sini (Lanud TNI AU Abdulrachman Saleh Malang) dia juga baru saja bertugas. Dia masih ingin banyak belajar tentang teknik pesawat,” kata Siswo, kemarin.
Alvian yang masih bujangan tinggal di Mes Harkus, salah satu tempat tinggal prajurit di Lanud TNI AU Abdulrachman Saleh. Sebelum insiden ini terjadi, Alvian sempat bercerita akan mengajukan izin menikah. Surat izin itu baru ditandatangani komandan Lanud TNI AU Abdulrachman Saleh. “Semoga saja ada kabar baik dari Medan. Dia anak baik,” ujar Siswo. Duka juga terasa di kediaman Pembantu Letnan satu (Peltu) Yahya Komar.
Bintara senior yang bertugas sebagai Load Master Hercules C-130 ini tinggal di Pondok Wisata Blok F No 21, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Rumah itu ramai didatangi kerabat dan tetangga. Sebuah tenda besar dan barisan kursi sudah dipasang. Bagian dalam rumah sejumlah perabot ditepikan untuk tempat karpet. Di rumah itu, Peltu Yahya selama ini hanya tinggal berdua bersama Dwi Natalia. Putri sulungnya yang juga anggota TNI AL sudah menikah dan tinggal di Jakarta. Istrinya sudah lama meninggal.
“Rencananya, habis magrib akan ada doa bersama di rumah,” ujar Ibnu Hasan, 29, calon menantu Peltu Yahya. Ibnu sedianya akan menikahi putri kedua Yahya, Dwi Natalia, pada tahun baru 2016. Tak banyak yang dikatakan Peltu Yahya dalam pertemuan terakhir dengan Ibnu. “Bapak hanya berpesan agar saya segera memberikan minum untuk burung peliharaannya. Pesannya disampaikan lewat SMS. Katanya nanti hari Kamis (2/7) beliau sudah pulang,” ujarnya.
Kecelakaan tragis di Medan memang sangat mengagetkan bagi keluarga para prajurit TNI AU. Tak sedikit pun ada firasat tentang kejadian buruk yang bakal menimpa anggota keluarga mereka. “Kami tidak memiliki firasat apa pun dengan kejadian ini. Tetapi kami mencoba pasrah dan ikhlas menerimanya,” ujar Imam Wahyudi, adik ipar Pembantu Letnan Satu (Peltu) Ngateman, Load Master pesawat Hercules C-130 yang nahas tersebut.
Rumah bintara senior di Jalan Lawu Nomor 1 Dukuh Gondorejo, Desa Tamanharjo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, ini pun mulai dipadati para tamu. Peltu Ngateman meninggalkan dua putri dan seorang istri yang juga seorang guru. “Sehari-hari beliaunya sangat pendiam dan aktif di kegiatan masjid. Sebelum berangkat, beliau sempat ke rumah ibunya. Tidak ada firasat apapun saat itu,” ungkapnya.
Suasana berkabung juga terlihat di rumah Peltu Ibnu Kohar, kompleks Perumahan Kertanegara milik TN AU di Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Rumah nomor C-31 ini sepi. Tak banyak tamu berdatangan, hanya ada kursikursi kosong ditata berjajar rapi di luar rumah. Istri dan kedua putri Peltu Ibnu tidak sanggup keluar rumah. “Ibunya sangat terpukul atas kejadian ini. Putri-putrinya juga hanya bisa menangis di kamar. Mereka berharap tidak terjadi apa-apa dengan ayah yang mereka sayangi,” ujar Nyonya Syahdu, salah satu tetangga Peltu Ibnu.
Sementara Afriana, 19, anak kedua dari Pembantu Letnan Dua (Pelda) Agus Pur, masih mencoba tegar menghadapi kabar tentang kecelakaan yang menimpa ayahnya itu. Meskipun mata sembab dan wajah pucatnya, tidak mampu menyembunyikan rasa kesedihan yang begitu mendalam. Sebelum mendengar kabar tentang kecelakaan pesawat tersebut, Afriana sempat bertanya tentang kabar bapaknya kepada ibu. Tetapi ibunya tidak menjawab dan hanya menyuruhnya melihat siaran televisi sambil menangis.
“Saya coba mengontak bapak, tetapi tidak ada jawaban. Biasanya setiap saya kirim pesan langsung dijawab,” ujarnya. Rasa syok pun menghinggapi keluarga Kopral Dua (Kopda) Dany Setya Wahyudi ketika mendengar kabar duka dari Lanud Iswahjudi, Magetan. Mereka tidak percaya pria asal Gang Tegalsari RT 8/RW 3 Dusun 2 Desa Sambirejo, itu turut dalam penerbangan tersebut.
“Awalnya, saya mendapat kabar dari tetangga yang melihat berita di televisi. Tapi saya berprasangka baik, Dany tidak ada dalam pesawat itu. Lalu ada anggota Paskhas Lanud Iswahyudi mendatangi rumah sekitar pukul 12.00 dan memberi kabar ini,” kata Jumiati, ibu kandung Kopda Dany dengan mata sembab tadi malam. Meski mencoba tegar, kabar itu langsung membuat Jumiati limbung.
“Saya menangis. Lama kelamaan saya pun tersadar dan merasakan ikhlas atas kepergiannya. Saya harus ikhlas, sebab kejadian sudah suratan takdir dari Allah,” ujarnya lirih dengan mata kembali berkaca-kaca. Kopda Dany adalah anak ke-3 dari empat bersaudara. Dia meninggalkan seorang istri dan seorang putra. Jumiati menyatakan, putranya ini terakhir menelepon menjelang puasa lalu.
“Seperti bulan jelang puasa, biasa dia selalu menelepon saya dan anggota keluarga untuk meminta maaf. Kebiasaan itu biasa dilakukan seluruh anggota keluarga menjelang Ramadan tiba untuk melaksanakan puasa,” kenangnya. Kebiasaan lain, katanya, menjelang berangkat tugas ke mana saja, Kopda Dany selalu menelepon sang ibu meminta doa keselamatan dalam bertugas.
“Tapi, kali ini dia tidak menelepon. Entah mengapa begitu? Saya pun tidak ada firasat apa pun jelang kepergian dia. Saya kini hanya bisa berharap agar dia secepatnya dibawa ke Madiun untuk dimakamkan,” ujar Jumiati.
Yuswantoro/Dili Eyato
Malang/Madiun
Semilir angin musim kemarau seakan tak mampu mendinginkan suasana hati mereka yang sedih. Air mata Sersan Satu (Sertu) Siswo Margono tak terbendung saat menyaksikan berita televisi mengenai kecelakaan pesawat Herkey—begitu para anggota TNI AU menyebut Hercules C-130. Pikirannya melayang mengenang Prajurit Dua (Prada) Alvian, sahabat yang baru dikenalnya.
Sesama prajurit yang bertugas di bagian teknik membuat Siswo cepat akrab dengan Alvian meski berbeda satuan. Siswo bertugas di Skadron Teknik (Skatek) 022, sedangkan Alvian adalah prajurit tamtama yang baru lulus pendidikan dan bertugas sebagai teknisi di Skadron 32. “Di sini (Lanud TNI AU Abdulrachman Saleh Malang) dia juga baru saja bertugas. Dia masih ingin banyak belajar tentang teknik pesawat,” kata Siswo, kemarin.
Alvian yang masih bujangan tinggal di Mes Harkus, salah satu tempat tinggal prajurit di Lanud TNI AU Abdulrachman Saleh. Sebelum insiden ini terjadi, Alvian sempat bercerita akan mengajukan izin menikah. Surat izin itu baru ditandatangani komandan Lanud TNI AU Abdulrachman Saleh. “Semoga saja ada kabar baik dari Medan. Dia anak baik,” ujar Siswo. Duka juga terasa di kediaman Pembantu Letnan satu (Peltu) Yahya Komar.
Bintara senior yang bertugas sebagai Load Master Hercules C-130 ini tinggal di Pondok Wisata Blok F No 21, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Rumah itu ramai didatangi kerabat dan tetangga. Sebuah tenda besar dan barisan kursi sudah dipasang. Bagian dalam rumah sejumlah perabot ditepikan untuk tempat karpet. Di rumah itu, Peltu Yahya selama ini hanya tinggal berdua bersama Dwi Natalia. Putri sulungnya yang juga anggota TNI AL sudah menikah dan tinggal di Jakarta. Istrinya sudah lama meninggal.
“Rencananya, habis magrib akan ada doa bersama di rumah,” ujar Ibnu Hasan, 29, calon menantu Peltu Yahya. Ibnu sedianya akan menikahi putri kedua Yahya, Dwi Natalia, pada tahun baru 2016. Tak banyak yang dikatakan Peltu Yahya dalam pertemuan terakhir dengan Ibnu. “Bapak hanya berpesan agar saya segera memberikan minum untuk burung peliharaannya. Pesannya disampaikan lewat SMS. Katanya nanti hari Kamis (2/7) beliau sudah pulang,” ujarnya.
Kecelakaan tragis di Medan memang sangat mengagetkan bagi keluarga para prajurit TNI AU. Tak sedikit pun ada firasat tentang kejadian buruk yang bakal menimpa anggota keluarga mereka. “Kami tidak memiliki firasat apa pun dengan kejadian ini. Tetapi kami mencoba pasrah dan ikhlas menerimanya,” ujar Imam Wahyudi, adik ipar Pembantu Letnan Satu (Peltu) Ngateman, Load Master pesawat Hercules C-130 yang nahas tersebut.
Rumah bintara senior di Jalan Lawu Nomor 1 Dukuh Gondorejo, Desa Tamanharjo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, ini pun mulai dipadati para tamu. Peltu Ngateman meninggalkan dua putri dan seorang istri yang juga seorang guru. “Sehari-hari beliaunya sangat pendiam dan aktif di kegiatan masjid. Sebelum berangkat, beliau sempat ke rumah ibunya. Tidak ada firasat apapun saat itu,” ungkapnya.
Suasana berkabung juga terlihat di rumah Peltu Ibnu Kohar, kompleks Perumahan Kertanegara milik TN AU di Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Rumah nomor C-31 ini sepi. Tak banyak tamu berdatangan, hanya ada kursikursi kosong ditata berjajar rapi di luar rumah. Istri dan kedua putri Peltu Ibnu tidak sanggup keluar rumah. “Ibunya sangat terpukul atas kejadian ini. Putri-putrinya juga hanya bisa menangis di kamar. Mereka berharap tidak terjadi apa-apa dengan ayah yang mereka sayangi,” ujar Nyonya Syahdu, salah satu tetangga Peltu Ibnu.
Sementara Afriana, 19, anak kedua dari Pembantu Letnan Dua (Pelda) Agus Pur, masih mencoba tegar menghadapi kabar tentang kecelakaan yang menimpa ayahnya itu. Meskipun mata sembab dan wajah pucatnya, tidak mampu menyembunyikan rasa kesedihan yang begitu mendalam. Sebelum mendengar kabar tentang kecelakaan pesawat tersebut, Afriana sempat bertanya tentang kabar bapaknya kepada ibu. Tetapi ibunya tidak menjawab dan hanya menyuruhnya melihat siaran televisi sambil menangis.
“Saya coba mengontak bapak, tetapi tidak ada jawaban. Biasanya setiap saya kirim pesan langsung dijawab,” ujarnya. Rasa syok pun menghinggapi keluarga Kopral Dua (Kopda) Dany Setya Wahyudi ketika mendengar kabar duka dari Lanud Iswahjudi, Magetan. Mereka tidak percaya pria asal Gang Tegalsari RT 8/RW 3 Dusun 2 Desa Sambirejo, itu turut dalam penerbangan tersebut.
“Awalnya, saya mendapat kabar dari tetangga yang melihat berita di televisi. Tapi saya berprasangka baik, Dany tidak ada dalam pesawat itu. Lalu ada anggota Paskhas Lanud Iswahyudi mendatangi rumah sekitar pukul 12.00 dan memberi kabar ini,” kata Jumiati, ibu kandung Kopda Dany dengan mata sembab tadi malam. Meski mencoba tegar, kabar itu langsung membuat Jumiati limbung.
“Saya menangis. Lama kelamaan saya pun tersadar dan merasakan ikhlas atas kepergiannya. Saya harus ikhlas, sebab kejadian sudah suratan takdir dari Allah,” ujarnya lirih dengan mata kembali berkaca-kaca. Kopda Dany adalah anak ke-3 dari empat bersaudara. Dia meninggalkan seorang istri dan seorang putra. Jumiati menyatakan, putranya ini terakhir menelepon menjelang puasa lalu.
“Seperti bulan jelang puasa, biasa dia selalu menelepon saya dan anggota keluarga untuk meminta maaf. Kebiasaan itu biasa dilakukan seluruh anggota keluarga menjelang Ramadan tiba untuk melaksanakan puasa,” kenangnya. Kebiasaan lain, katanya, menjelang berangkat tugas ke mana saja, Kopda Dany selalu menelepon sang ibu meminta doa keselamatan dalam bertugas.
“Tapi, kali ini dia tidak menelepon. Entah mengapa begitu? Saya pun tidak ada firasat apa pun jelang kepergian dia. Saya kini hanya bisa berharap agar dia secepatnya dibawa ke Madiun untuk dimakamkan,” ujar Jumiati.
Yuswantoro/Dili Eyato
Malang/Madiun
(ars)