Sukses Berkat Bisnis Hijab
A
A
A
BAGI Roja Fitridayani, Bandung tak ubahnya kota sejarah yang turut mewarnai perjalanan hidupnya. Berangkat dari kegagalan masuk ke fakultas kedokteran, takdir membimbingnya jadi pengusaha sukses di usianya yang masih 23 tahun.
Meski impiannya meraih gelar dokter kandas, tapi kini Oja merasa bersyukur bisa meraup rupiah hingga ratusan juta per bulan dari usaha yang dijalankannya. Bahkan, gadis mungil asal Kerinci, Jambi ini rela menolak tawaran kerja dari sebuah perusahaan minyak Prancis demi obsesinya membesarkan butik hijabnya.
Kendati dijanjikan gaji Rp30juta/bulan, Oja memilih untuk istiqamah melanjutkan usaha busana muslim yang dinamai Hijab Princess. Tak banyak yang tahu, anak rantau yang dikenal cerdas ini berasal dari sebuah desa terpencil di wilayah Kerinci. Niat awal menyambangi Bandung, tak lain hanya ingin mewujudkan cita-citanya jadi dokter. Dia pun sudah membekali diri dengan berbagai persiapan. Oja merasa sangat percaya diri karena sejak kecil kerap berprestasi secara akademik.
“Saya baru bisa menyimpulkan, bahwa kegagalan saya masuk kedokteran adalah jalan Allah SWT untuk menemukan sebuah bisnis menyenangkan di Hijab Princess. Saat masuk kuliah di bisnis manajemen, saya masih merasa ‘patah hati’ lantaran kegagalan. Tapi masa-masa kuliah inilah yang menjadi awal kiprah ketertarikan saya berbisnis hijab,” ungkap Roja Fitridayani, saat dijumpai di Hotel Harris Ciumbuleuit. Lebih lanjut Oja bercerita, ihwal kesuksesannya berbisnis hijab berakar dari kebutuhan pribadinya.
Sekitar 2012, dia sedang gandrung-gandrungnya mengenakan hijab model pashmina panjang alias shawl. Waktu itu, dia kerap menghabiskan uang bekalnya untuk membeli pashmina impian yang menurutnya cukup mahal. Setelah cukup banyak mengoleksi pashmina, Oja yang waktu itu masih kuliah di Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama, merasa sangat konsumtif jika harus membelikan uang jajannya untuk pashmina.
Akhirnya, dia pun terpikir untuk berkeliling ke beberapa sentra kain di Bandung. Niatnya, hanya ingin mencari bahan serupa dengan produk yang kerap dibelinya. Senang bukan kepalang, Oja banyak menemukan bahan kerudung yang sama persis, namun harganya jauh lebih murah. Akhirnya ia pun mulai membuat pashmina sendiri dengan cara membeli kain dan menjahit tepinya di jasa penjahit.
“Tahu sendiri kan kalau beli bahan pasti lebar. akhirnya banyak sisa yang tidak terpakai. Iseng-iseng mulai jual sisa potongan itu menjadi pashmina dengan jahitan dan desain yang cantik. Saya memilih Instagramuntuk menjualnya, eh nggaknyangkaternyata banyak yang suka hingga bisnis ini berjalan sampai saat ini,” cerita Oja. Di luar ekspektasi bisnis yang beralamat akun @hijabprincessini justru menjadi label ekslusif bagi penikmatnya. Betapa Oja bersuka cita ketika pashmina seri Diamond Italiano miliknya ludes terjual sebanyak 4.000 pieces, hanya dalam waktu tiga hari saja.
“Saya sempat kaget, ternyata pashmina Diamond Italiano ini menjadi masterpiecedi antara produk lain yang sudah diluncurkan. Karena banyak diminati, saya akhirnya langsung bermitra dengan sebuah perusahaan kain di India. Karena material stretchini masih jarang di Indonesia. Pashmina ini jadi rebutan karena sifatnya yang stretchdan fleksibel. Uniknya masih tetap elegan digunakan, sesuai konsep saya yang berkiblat princess,” tandas Oja.
Di balik keberhasilannya membangun butik hijab, Oja sempat menyem - bunyikannya selama bertahun-tahun. Di kampusnya, tak ada yang tahu bahwa ia menggulirkan bisnis hijab lewat jalur online dan media sosial. Semua kiprah wirausahanya tertutup rapat lantaran pamornya di kampus lebih dikenal sebagai mahasiswa smart yang berprestasi secara akademik. Tilik saja IPK miliknya yang mencapai yudisium 4,00. Dia pun kerap didaulat menjadi asisten dosen dan wakil untuk beberapa ajang berbasis kompetisi.
“Saya bukan tipe orang yang suka jualan secara langsung. Alasannya yasatu, saya orangnya kaku, tegas, dan sangat akademik. Dunia desain dan fesyen justru bukan bagian dari passion. Tapi sekarang saya memandang ini sebagai sebuah konsep besar yang sukses diwujudkan sebagai usaha real,” bebernya. Di tahun ketiga usahanya, Oja kini sepakat untuk mencurahkan ide, waktu dan tenaganya untuk kemajuan butiknya.
Meski ditawari kerja oleh beberapa perusahaan bonafid, dia memutuskan untuk fokus di Hijab Princess miliknya. Tak hanya sebagai usaha sampingan saat kuliah, gadis berkulit putih ini justru mengolah berbagai inovasi baru agar kesannya tak seragam dengan butik hijab lainnya. Siapa pun berdecak kagum melihat kiprahnya. Pada 2013, Hijab Princess yang dibangunnya lewat sebuah galeri kecil di kamar kost dengan hanya mempekerja dua penjahit dan admin yang melayani pesan online. Kini, Oja sudah membawahi 16 pegawai yang setiap harinya menjadi mesin bisnisnya.
Dia pun sudah memiliki butik representatif di Mal Baltos, Jalan Tamansari, Kota Bandung. Setiap bulannya, Oja sanggup meraup omzet hingga Rp500 juta. Bahkan, kini dia mempunyai dua distributor resmi di Batam dan Kalimantan Timur. Sementara reseller produknya sudah meluas ke seluruh Indonesia dan memiliki pelanggan dari luar negeri.
Dini budiman
Meski impiannya meraih gelar dokter kandas, tapi kini Oja merasa bersyukur bisa meraup rupiah hingga ratusan juta per bulan dari usaha yang dijalankannya. Bahkan, gadis mungil asal Kerinci, Jambi ini rela menolak tawaran kerja dari sebuah perusahaan minyak Prancis demi obsesinya membesarkan butik hijabnya.
Kendati dijanjikan gaji Rp30juta/bulan, Oja memilih untuk istiqamah melanjutkan usaha busana muslim yang dinamai Hijab Princess. Tak banyak yang tahu, anak rantau yang dikenal cerdas ini berasal dari sebuah desa terpencil di wilayah Kerinci. Niat awal menyambangi Bandung, tak lain hanya ingin mewujudkan cita-citanya jadi dokter. Dia pun sudah membekali diri dengan berbagai persiapan. Oja merasa sangat percaya diri karena sejak kecil kerap berprestasi secara akademik.
“Saya baru bisa menyimpulkan, bahwa kegagalan saya masuk kedokteran adalah jalan Allah SWT untuk menemukan sebuah bisnis menyenangkan di Hijab Princess. Saat masuk kuliah di bisnis manajemen, saya masih merasa ‘patah hati’ lantaran kegagalan. Tapi masa-masa kuliah inilah yang menjadi awal kiprah ketertarikan saya berbisnis hijab,” ungkap Roja Fitridayani, saat dijumpai di Hotel Harris Ciumbuleuit. Lebih lanjut Oja bercerita, ihwal kesuksesannya berbisnis hijab berakar dari kebutuhan pribadinya.
Sekitar 2012, dia sedang gandrung-gandrungnya mengenakan hijab model pashmina panjang alias shawl. Waktu itu, dia kerap menghabiskan uang bekalnya untuk membeli pashmina impian yang menurutnya cukup mahal. Setelah cukup banyak mengoleksi pashmina, Oja yang waktu itu masih kuliah di Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama, merasa sangat konsumtif jika harus membelikan uang jajannya untuk pashmina.
Akhirnya, dia pun terpikir untuk berkeliling ke beberapa sentra kain di Bandung. Niatnya, hanya ingin mencari bahan serupa dengan produk yang kerap dibelinya. Senang bukan kepalang, Oja banyak menemukan bahan kerudung yang sama persis, namun harganya jauh lebih murah. Akhirnya ia pun mulai membuat pashmina sendiri dengan cara membeli kain dan menjahit tepinya di jasa penjahit.
“Tahu sendiri kan kalau beli bahan pasti lebar. akhirnya banyak sisa yang tidak terpakai. Iseng-iseng mulai jual sisa potongan itu menjadi pashmina dengan jahitan dan desain yang cantik. Saya memilih Instagramuntuk menjualnya, eh nggaknyangkaternyata banyak yang suka hingga bisnis ini berjalan sampai saat ini,” cerita Oja. Di luar ekspektasi bisnis yang beralamat akun @hijabprincessini justru menjadi label ekslusif bagi penikmatnya. Betapa Oja bersuka cita ketika pashmina seri Diamond Italiano miliknya ludes terjual sebanyak 4.000 pieces, hanya dalam waktu tiga hari saja.
“Saya sempat kaget, ternyata pashmina Diamond Italiano ini menjadi masterpiecedi antara produk lain yang sudah diluncurkan. Karena banyak diminati, saya akhirnya langsung bermitra dengan sebuah perusahaan kain di India. Karena material stretchini masih jarang di Indonesia. Pashmina ini jadi rebutan karena sifatnya yang stretchdan fleksibel. Uniknya masih tetap elegan digunakan, sesuai konsep saya yang berkiblat princess,” tandas Oja.
Di balik keberhasilannya membangun butik hijab, Oja sempat menyem - bunyikannya selama bertahun-tahun. Di kampusnya, tak ada yang tahu bahwa ia menggulirkan bisnis hijab lewat jalur online dan media sosial. Semua kiprah wirausahanya tertutup rapat lantaran pamornya di kampus lebih dikenal sebagai mahasiswa smart yang berprestasi secara akademik. Tilik saja IPK miliknya yang mencapai yudisium 4,00. Dia pun kerap didaulat menjadi asisten dosen dan wakil untuk beberapa ajang berbasis kompetisi.
“Saya bukan tipe orang yang suka jualan secara langsung. Alasannya yasatu, saya orangnya kaku, tegas, dan sangat akademik. Dunia desain dan fesyen justru bukan bagian dari passion. Tapi sekarang saya memandang ini sebagai sebuah konsep besar yang sukses diwujudkan sebagai usaha real,” bebernya. Di tahun ketiga usahanya, Oja kini sepakat untuk mencurahkan ide, waktu dan tenaganya untuk kemajuan butiknya.
Meski ditawari kerja oleh beberapa perusahaan bonafid, dia memutuskan untuk fokus di Hijab Princess miliknya. Tak hanya sebagai usaha sampingan saat kuliah, gadis berkulit putih ini justru mengolah berbagai inovasi baru agar kesannya tak seragam dengan butik hijab lainnya. Siapa pun berdecak kagum melihat kiprahnya. Pada 2013, Hijab Princess yang dibangunnya lewat sebuah galeri kecil di kamar kost dengan hanya mempekerja dua penjahit dan admin yang melayani pesan online. Kini, Oja sudah membawahi 16 pegawai yang setiap harinya menjadi mesin bisnisnya.
Dia pun sudah memiliki butik representatif di Mal Baltos, Jalan Tamansari, Kota Bandung. Setiap bulannya, Oja sanggup meraup omzet hingga Rp500 juta. Bahkan, kini dia mempunyai dua distributor resmi di Batam dan Kalimantan Timur. Sementara reseller produknya sudah meluas ke seluruh Indonesia dan memiliki pelanggan dari luar negeri.
Dini budiman
(ars)