Dinilai Gagal, BPWS Diminta Bubar
A
A
A
SURABAYA - Komisi D DPRD Jawa Timur (Jatim) meminta pemerintah membubarkan Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS).
Usulan disampaikan karena BPWS dianggap gagal menjalankan tugas mengembangkan wilayah sekitar Suramadu. Komisi D menilai, sejak lima tahun BPWS berdiri, wilayah Suramadu tidak ada perubahan, bahkan cenderung stagnan. Hal inilah yang dianggap Komisi D sebagai sebuah kerugian.
Pasalnya, selama itu dana triliunan rupiah telah dikucurkan. “Keputusan presiden (keppres) atas BPWS ini sudah saatnya dicabut, dengan begitu BPWS akan bubar. Percuma lembaga ini dipertahankan, wong tidak pernah ada hasilnya. Yang ada malah memboroskan anggaran,” tandas anggota Komisi D DPRD Jatim Mahdi seusai hearing kemarin.
Mahdi mengungkapkan, tidak kurang dari ratusan miliar per tahun pemerintah pusat menggelontorkan dana untuk BPWS. Anggaran tersebut belum termasuk sharing dari pemerintah daerah. Ironisnya, belum juga ada progres positif terhadap wilayah di sekitar Suramadu. Sebagai bukti, kondisi perekonomian masyarakat di sekitar Suramadu tidak kunjung meningkat, kendati ada akses baru di sana.
Situasinya seolah sama dengan lima tahun lalu sebelum BPWS berdiri. “Kalau seperti ini, buat apa ada BPWS, lebih baik dibubarkan saja,” kata politikus PPP ini. Mahdi menilai, akan lebih baik jika pengelolaan wilayah Suramadu diserahkan ke Pemprov Jatim. Ini karena Pemprov Jatim lebih memahami karakteristik masyarakat setempat sehingga proses komunikasi pun bisa berjalan dengan baik.
“Orang di Madura dan Surabaya tentu lebih mendengarkan pemerintah daerah setempat ketimbang BPWS. Apa yang terjadi saat ini adalah buktinya. Beberapa program pembangunan mandek karena masyarakat tidak menerima,” tukasnya.
Mahdi optimistis, begitu pengelolaan diserahkan ke Jatim, pengembangan Suramadu akan berjalan. “Pemerintah pusat juga tidak perlu khawatir. Bila memang mereka menggelontorkan dana pengelolaan kawasan Suramadu, pusat tinggal menyerahkan ke Pemprov saja dan DPRD Jatim yang melakukan pengawasan dan kontrolnya,” akunya.
Terkait desakan itu, Mahdi mengaku tengah melakukan pembahasan bersama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jatim. Selanjutnya, hasil pembahasan akan diserahkan ke kementerian dan presiden hingga akhirnya dilakukan pertimbangan untuk dibubarkan.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Komisi D DPRD Jatim Hamy Wahjunianto. Hamy menilai, sejak Jembatan Suramadu berdiri, tidak ada perubahan signifikan di wilayah sekitar Suramadu. Baik mengenai tata kelola pedagang kaki lima (PKL) maupun bangunan-bangunan di kaki penyangga (Madura dan Surabaya).
“Jembatan Suramadu ini dibangun untuk mendongkrak perekonomian wilayah sekitar. Tetapi faktanya, jembatan yang menghabiskan triliunan anggaran itu hanya menjadi akses penghubung, tidak lebih,” ujar politikus PKS ini.
Dari informasi yang dihimpun, desakan pembubaran BPWS ini adalah respons atas banyaknya protes masyarakat ke DPRD Jatim. Satu di antaranya dugaan korupsi. Beberapa waktu lalu, misalnya, warga melaporkan dugaan mark up anggaran untuk pembangunan sejumlah fasilitas di wilayah Madura.
Hasil temuan mereka, ada penggunaan anggaran yang tidak sesuai realisasi di lapangan. Beberapa di antaranya pembangunan instalasi penerangan jalan umum akses Suramadu tahun 2013 senilai Rp11 miliar. Masyarakat menduga, proyek tersebut tidak sesuai spesifikasi. Sebab, fakta di lapangan, PJU itu telah roboh kendati belum sampai satu tahun.
Kedua adalah kajian strategi pelaksanaan pelatihan SDM Pulau Madura senilai Rp547 juta pada 2013. Program tersebut ternyata hanya pelatihan singkat. Tidak ada kelanjutan pembuatan produk yang diajarkan. Ketiga adalah perencanaan teknik sistem pipa air bersih bawah laut di Pulau Gili Layang Sumenep (dana APBN 2014 senilai Rp1,2 miliar). Sampai saat ini pembangunannya terbengkalai.
Keempat adalah proyek peningkatan dan pemeliharaan jalan Pamekasan (APBN 2014 senilai Rp16 miliar) dan peningkatan pemeliharaan jalan Sumenep (APBN 2014 Senilai Rp16 miliar). Faktanya, di lapangan hanya tambal sulam. Kelima adalah pembuatan jalan paving di Pulau Gili Layang Sumenep (APBN 2014 senilai Rp13 miliar) yang pengerjaannya tidak sesuai standar.
Sementara BPWS menangapi santai kritik Komisi D DPRD Jatim itu. Namun, bagi BPWS, tudingan DPRD atas stagnasi pengembangan wilayah Suramadu tidak benar. Pasalnya, selama ini banyak perbaikan dan pembangunan atas peran BPWS.
Beberapa di antaranya adalah pembangunan jalur lintas tengah Bangkalan-Sumenep, pembangunan lintas utara, hingga pembangunan jalur lintas selatan Sreseh-Pangarengan. “Semua proyek itu adalah hasil fasilitasi BPWS. Karena itu, kami berterima kasih atas kritik Komisi D DPRD Jatim itu. Kami kira Komisi D juga perlu turun dan melihat fakta di lapangan,” kata Humas BPWS Faisal Yasir Arifin.
BPWS saat ini, kata Faisal, semakin intens berkomunikasi dengan masyarakat serta tokoh dan pimpinan di wilayah Madura. “Komunikasi sudah terjalin bagus. Bahkan kami juga sudah bertemu top leader di Bangkalan. Kalau Komisi D mengusulkan pembubaran terserah. Sebab semua itu kewenangan pusat. Kami tidak akan ikut berpolemik. Yang lebih penting, BPWS akan bekerja sesuai undang-undang,” katanya.
Ihya’ ulumuddin
Usulan disampaikan karena BPWS dianggap gagal menjalankan tugas mengembangkan wilayah sekitar Suramadu. Komisi D menilai, sejak lima tahun BPWS berdiri, wilayah Suramadu tidak ada perubahan, bahkan cenderung stagnan. Hal inilah yang dianggap Komisi D sebagai sebuah kerugian.
Pasalnya, selama itu dana triliunan rupiah telah dikucurkan. “Keputusan presiden (keppres) atas BPWS ini sudah saatnya dicabut, dengan begitu BPWS akan bubar. Percuma lembaga ini dipertahankan, wong tidak pernah ada hasilnya. Yang ada malah memboroskan anggaran,” tandas anggota Komisi D DPRD Jatim Mahdi seusai hearing kemarin.
Mahdi mengungkapkan, tidak kurang dari ratusan miliar per tahun pemerintah pusat menggelontorkan dana untuk BPWS. Anggaran tersebut belum termasuk sharing dari pemerintah daerah. Ironisnya, belum juga ada progres positif terhadap wilayah di sekitar Suramadu. Sebagai bukti, kondisi perekonomian masyarakat di sekitar Suramadu tidak kunjung meningkat, kendati ada akses baru di sana.
Situasinya seolah sama dengan lima tahun lalu sebelum BPWS berdiri. “Kalau seperti ini, buat apa ada BPWS, lebih baik dibubarkan saja,” kata politikus PPP ini. Mahdi menilai, akan lebih baik jika pengelolaan wilayah Suramadu diserahkan ke Pemprov Jatim. Ini karena Pemprov Jatim lebih memahami karakteristik masyarakat setempat sehingga proses komunikasi pun bisa berjalan dengan baik.
“Orang di Madura dan Surabaya tentu lebih mendengarkan pemerintah daerah setempat ketimbang BPWS. Apa yang terjadi saat ini adalah buktinya. Beberapa program pembangunan mandek karena masyarakat tidak menerima,” tukasnya.
Mahdi optimistis, begitu pengelolaan diserahkan ke Jatim, pengembangan Suramadu akan berjalan. “Pemerintah pusat juga tidak perlu khawatir. Bila memang mereka menggelontorkan dana pengelolaan kawasan Suramadu, pusat tinggal menyerahkan ke Pemprov saja dan DPRD Jatim yang melakukan pengawasan dan kontrolnya,” akunya.
Terkait desakan itu, Mahdi mengaku tengah melakukan pembahasan bersama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jatim. Selanjutnya, hasil pembahasan akan diserahkan ke kementerian dan presiden hingga akhirnya dilakukan pertimbangan untuk dibubarkan.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Komisi D DPRD Jatim Hamy Wahjunianto. Hamy menilai, sejak Jembatan Suramadu berdiri, tidak ada perubahan signifikan di wilayah sekitar Suramadu. Baik mengenai tata kelola pedagang kaki lima (PKL) maupun bangunan-bangunan di kaki penyangga (Madura dan Surabaya).
“Jembatan Suramadu ini dibangun untuk mendongkrak perekonomian wilayah sekitar. Tetapi faktanya, jembatan yang menghabiskan triliunan anggaran itu hanya menjadi akses penghubung, tidak lebih,” ujar politikus PKS ini.
Dari informasi yang dihimpun, desakan pembubaran BPWS ini adalah respons atas banyaknya protes masyarakat ke DPRD Jatim. Satu di antaranya dugaan korupsi. Beberapa waktu lalu, misalnya, warga melaporkan dugaan mark up anggaran untuk pembangunan sejumlah fasilitas di wilayah Madura.
Hasil temuan mereka, ada penggunaan anggaran yang tidak sesuai realisasi di lapangan. Beberapa di antaranya pembangunan instalasi penerangan jalan umum akses Suramadu tahun 2013 senilai Rp11 miliar. Masyarakat menduga, proyek tersebut tidak sesuai spesifikasi. Sebab, fakta di lapangan, PJU itu telah roboh kendati belum sampai satu tahun.
Kedua adalah kajian strategi pelaksanaan pelatihan SDM Pulau Madura senilai Rp547 juta pada 2013. Program tersebut ternyata hanya pelatihan singkat. Tidak ada kelanjutan pembuatan produk yang diajarkan. Ketiga adalah perencanaan teknik sistem pipa air bersih bawah laut di Pulau Gili Layang Sumenep (dana APBN 2014 senilai Rp1,2 miliar). Sampai saat ini pembangunannya terbengkalai.
Keempat adalah proyek peningkatan dan pemeliharaan jalan Pamekasan (APBN 2014 senilai Rp16 miliar) dan peningkatan pemeliharaan jalan Sumenep (APBN 2014 Senilai Rp16 miliar). Faktanya, di lapangan hanya tambal sulam. Kelima adalah pembuatan jalan paving di Pulau Gili Layang Sumenep (APBN 2014 senilai Rp13 miliar) yang pengerjaannya tidak sesuai standar.
Sementara BPWS menangapi santai kritik Komisi D DPRD Jatim itu. Namun, bagi BPWS, tudingan DPRD atas stagnasi pengembangan wilayah Suramadu tidak benar. Pasalnya, selama ini banyak perbaikan dan pembangunan atas peran BPWS.
Beberapa di antaranya adalah pembangunan jalur lintas tengah Bangkalan-Sumenep, pembangunan lintas utara, hingga pembangunan jalur lintas selatan Sreseh-Pangarengan. “Semua proyek itu adalah hasil fasilitasi BPWS. Karena itu, kami berterima kasih atas kritik Komisi D DPRD Jatim itu. Kami kira Komisi D juga perlu turun dan melihat fakta di lapangan,” kata Humas BPWS Faisal Yasir Arifin.
BPWS saat ini, kata Faisal, semakin intens berkomunikasi dengan masyarakat serta tokoh dan pimpinan di wilayah Madura. “Komunikasi sudah terjalin bagus. Bahkan kami juga sudah bertemu top leader di Bangkalan. Kalau Komisi D mengusulkan pembubaran terserah. Sebab semua itu kewenangan pusat. Kami tidak akan ikut berpolemik. Yang lebih penting, BPWS akan bekerja sesuai undang-undang,” katanya.
Ihya’ ulumuddin
(ftr)