Si Kecil SudahBerkacamata
A
A
A
Penglihatan merupakan indera yang paling berharga. Namun, apa jadinya jika si kecil sudah mengalami masalah pada penglihatannya. Akibatnya, di usianya yang masih dini terpaksa harus menggunakan kacamata.
Kondisiini tentu saja tidak hanya akan mempengaruhi tumbuh kembangnya, bahkan juga bisa berpengaruh pada masa depannya. Pada dasarnya masalah penglihatan anak bisa terjadi karena tiga faktor. Pertama, faktor keturunan dikarenakan kedua orang tuanya yang memiliki masalah terhadap penglihatan. Kedua, faktor kelainan mata sejak kecil. Ketiga, faktor lingkungan. Faktor lingkungan ini disebabkan si kecil yang kurang tepat memakai mata dalam kesehariannya.
Bisa jadi karena si kecil membaca buku dengan jarak yang dekat dalam posisi tidur juga kurang penerangan, atau juga seiring dengan perkembangan kemajuan teknologi mulai dari televisi, komputer,laptop ataupun tablet yang susah lepas dari si kecil sehingga menyebabkan penglihatannya menjadi masalah. Masalah penglihatan si kecil karena faktor lingkungan ini paling banyak dialami dan kerap membuat resah orang tua.
Satyana, 41, warga Medan Marendal, memiliki anak yang sudah harus berkacamata sejak duduk di bangku kelas IV SD. Rusaknya penglihatan anak bontotnya tersebut dikarenakan faktor lingkungan. “Memang anak saya yang paling kecil ini rajin membaca buku, di sekolah juga dari kelas I sering mendapatkan ranking.
Tapi itulah, karena sering membaca buku sambil tiduran, setelah itu sering main game di komputer bersama abangnya hingga berjam- jam, di tambah lagi sering bermain PlayStation (PS), sekarang terpaksa harus menggunakan kacamata,” paparnya. Ditambah lagi si kecil bernama Thariq itu jarang seka-li mau mengonsumsi sayur-sayuran yang dapat membantu kesehatan matanya.
Kondisi inilah yang mengakibatkan anaknya sejak duduk di bangku SD sudah terpaksa menggunakan kacamata. “Iya itulah karena sering main komputer, baca buku sambil tiduran, dan jarang sekali mau makan sayur, jadinya sekarang matanya minus,” ungkap Satyana. Menanggapi hal ini, dokter spesialis mata dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Pirngadi Medan Syaiful Bahri membenarkan efek komputer dan gadget semakin meningkatkan kasus kerusakan mata pada anak.
Meski tidak memiliki angka pasti, Syaiful menyatakan terjadi peningkatan signifikan anak yang datang ke dokter spesialis dengan keluhan mata lelah akibat terlalu sering menggunakan gadget. Sering bermain gadget dapat menurunkan kemampuan fokus jarak jauh pada mata anak. Dampaknya, si kecil akan menderita miopia atau rabun jauh yang bakal meningkat terus minusnya sepanjang hidup.
Untuk itu, dia mengharapkan para orang tua tidak membiarkan anak-anaknya berlama-lama di depan komputer maupun gadget. Biasanya mata lelah ditandai dengan sering mengantuk, mata merah, perih, berair, atau cepat capek karena otot-otot mata dipaksa bekerja keras. Jika dibiarkan, mata lelah akan menyebabkan mata kering serta nyeri. Ini akan memengaruhi pandangan sehingga penglihatan terasa buram, ganda, dan kemampuan melihat warna menurun.
Tak jarang, rasa tidak nyaman tersebut menyebar hingga kepala, bahu, punggung, dan pinggang, vertigo, serta kembung. "Banyak yang tidak sadar dengan kondisi ini dan baru menemui dokter mata setelah mata mereka mengalami masalah yang lebih serius," ungkap Syaiful.
Selama ini banyak orang tua yang tidak mengerti tentang bahaya gadget pada anak sehingga menuruti semua keinginan anaknya untuk mendapatkan semua gadget yang diinginkannya. Padahal banyak sekali keburukan yang akan diterima anak jika terlalu sering menggunakan gadget. "Bukannya tidak boleh menggunakan, tapi harus dibatasi sehingga mata tak menjadi lelah dan rusak," tandasnya.
Menurut Syaiful, menatap layar komputer berjam-jam akan membuat mata lelah lantaran melihat cahaya yang dipancarkan komputer. Karenanya, jika anak sudah bermain gadget selama sekitar dua jam, mata harus diistirahatkan terlebihdahulu, minimalselama 15 menit. "Istirahatkan mata, seperti melihat pemandangan luar rumah, misalnya tanaman dan pohon," ujarnya.
Selain itu, ajarkan anak agar tidak menatap layar komputer terlalu dekat, berikan jarak agar mata tidak terlalu dekat menatapnya. Pengamat sosial dari Universitas Sumatera Utara (USU) Profesor Badaruddin menambahkan, banyaknya anak-anak yang masih usia dini sudah terpaksaharusmenggunakankacamata merupakan dampak kemajuan teknologi informasi.
Mulai dari televisi, komputer, hingga gadget yang memiliki aspek terhadap radiasi mata. “Memang harusnya ada waktu yang ideal untuk menonton televisi, menggunakan komputer ataupun laptop juga melihat gadget. Apalagi bagi anak-anak, harusnya orang tua dapat mengawasi dan memperhatikan dengan benar aturan-aturan berapa jam maksimal menonton televisi, jarak duduknya dan sebagainya,” kata Badaruddin.
Menurut Badaruddin, rusaknya penglihatan akibat faktor lingkungan merupakan kesalahan dari pribadi yang tidak mengikuti aturan yang ada, bagi anak-anak tentu merupakan kelalaian dari orang tua yang tidak benar-benar mengantisipasi dan menjauhkan anak dari radiasi teknologi.
Jika orang tua tidak mengantisipasi hal ini, tentu akan banyak anak-anak di usia dini yang sudah harus menggunakan kacamata untuk membantu penglihatannya. Tentu bagi si kecil kondisi ini sangat menyulitkan ruang geraknya, apalagi di usia dini si kecil ingin bermain dengan bebas. “Dampaknya itu tadi dari fenomena ini, tumbuh kembang anak tentu menjadi terbatas ruang geraknya.
Selain itu, tentu saja masalah ini dapat berpengaruh terhadap masa depannya. Jika masalah penglihatannya tidak bisa disembuhkan, tentu akan berpengaruh terhadap profesinya di masa depan, seperti ketika dia mau menjadi polisi tentu ini menjadi hambatan,” papar Badaruddin.
Dia mengimbau penemu teknologi seharusnya sedapat mungkin meminimalisasi radiasi dari penggunaan teknologi tersebut. “Kepada penemu ini juga kita cuma bisa mengimbau agar dapat meminimalisir radiasi dari teknologi yang diciptakan. Dengan begitu, dapat aman bagi kesehatan mata pengguna,” ucapnya.
Lia anggia nasution, siti amelia
Kondisiini tentu saja tidak hanya akan mempengaruhi tumbuh kembangnya, bahkan juga bisa berpengaruh pada masa depannya. Pada dasarnya masalah penglihatan anak bisa terjadi karena tiga faktor. Pertama, faktor keturunan dikarenakan kedua orang tuanya yang memiliki masalah terhadap penglihatan. Kedua, faktor kelainan mata sejak kecil. Ketiga, faktor lingkungan. Faktor lingkungan ini disebabkan si kecil yang kurang tepat memakai mata dalam kesehariannya.
Bisa jadi karena si kecil membaca buku dengan jarak yang dekat dalam posisi tidur juga kurang penerangan, atau juga seiring dengan perkembangan kemajuan teknologi mulai dari televisi, komputer,laptop ataupun tablet yang susah lepas dari si kecil sehingga menyebabkan penglihatannya menjadi masalah. Masalah penglihatan si kecil karena faktor lingkungan ini paling banyak dialami dan kerap membuat resah orang tua.
Satyana, 41, warga Medan Marendal, memiliki anak yang sudah harus berkacamata sejak duduk di bangku kelas IV SD. Rusaknya penglihatan anak bontotnya tersebut dikarenakan faktor lingkungan. “Memang anak saya yang paling kecil ini rajin membaca buku, di sekolah juga dari kelas I sering mendapatkan ranking.
Tapi itulah, karena sering membaca buku sambil tiduran, setelah itu sering main game di komputer bersama abangnya hingga berjam- jam, di tambah lagi sering bermain PlayStation (PS), sekarang terpaksa harus menggunakan kacamata,” paparnya. Ditambah lagi si kecil bernama Thariq itu jarang seka-li mau mengonsumsi sayur-sayuran yang dapat membantu kesehatan matanya.
Kondisi inilah yang mengakibatkan anaknya sejak duduk di bangku SD sudah terpaksa menggunakan kacamata. “Iya itulah karena sering main komputer, baca buku sambil tiduran, dan jarang sekali mau makan sayur, jadinya sekarang matanya minus,” ungkap Satyana. Menanggapi hal ini, dokter spesialis mata dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Pirngadi Medan Syaiful Bahri membenarkan efek komputer dan gadget semakin meningkatkan kasus kerusakan mata pada anak.
Meski tidak memiliki angka pasti, Syaiful menyatakan terjadi peningkatan signifikan anak yang datang ke dokter spesialis dengan keluhan mata lelah akibat terlalu sering menggunakan gadget. Sering bermain gadget dapat menurunkan kemampuan fokus jarak jauh pada mata anak. Dampaknya, si kecil akan menderita miopia atau rabun jauh yang bakal meningkat terus minusnya sepanjang hidup.
Untuk itu, dia mengharapkan para orang tua tidak membiarkan anak-anaknya berlama-lama di depan komputer maupun gadget. Biasanya mata lelah ditandai dengan sering mengantuk, mata merah, perih, berair, atau cepat capek karena otot-otot mata dipaksa bekerja keras. Jika dibiarkan, mata lelah akan menyebabkan mata kering serta nyeri. Ini akan memengaruhi pandangan sehingga penglihatan terasa buram, ganda, dan kemampuan melihat warna menurun.
Tak jarang, rasa tidak nyaman tersebut menyebar hingga kepala, bahu, punggung, dan pinggang, vertigo, serta kembung. "Banyak yang tidak sadar dengan kondisi ini dan baru menemui dokter mata setelah mata mereka mengalami masalah yang lebih serius," ungkap Syaiful.
Selama ini banyak orang tua yang tidak mengerti tentang bahaya gadget pada anak sehingga menuruti semua keinginan anaknya untuk mendapatkan semua gadget yang diinginkannya. Padahal banyak sekali keburukan yang akan diterima anak jika terlalu sering menggunakan gadget. "Bukannya tidak boleh menggunakan, tapi harus dibatasi sehingga mata tak menjadi lelah dan rusak," tandasnya.
Menurut Syaiful, menatap layar komputer berjam-jam akan membuat mata lelah lantaran melihat cahaya yang dipancarkan komputer. Karenanya, jika anak sudah bermain gadget selama sekitar dua jam, mata harus diistirahatkan terlebihdahulu, minimalselama 15 menit. "Istirahatkan mata, seperti melihat pemandangan luar rumah, misalnya tanaman dan pohon," ujarnya.
Selain itu, ajarkan anak agar tidak menatap layar komputer terlalu dekat, berikan jarak agar mata tidak terlalu dekat menatapnya. Pengamat sosial dari Universitas Sumatera Utara (USU) Profesor Badaruddin menambahkan, banyaknya anak-anak yang masih usia dini sudah terpaksaharusmenggunakankacamata merupakan dampak kemajuan teknologi informasi.
Mulai dari televisi, komputer, hingga gadget yang memiliki aspek terhadap radiasi mata. “Memang harusnya ada waktu yang ideal untuk menonton televisi, menggunakan komputer ataupun laptop juga melihat gadget. Apalagi bagi anak-anak, harusnya orang tua dapat mengawasi dan memperhatikan dengan benar aturan-aturan berapa jam maksimal menonton televisi, jarak duduknya dan sebagainya,” kata Badaruddin.
Menurut Badaruddin, rusaknya penglihatan akibat faktor lingkungan merupakan kesalahan dari pribadi yang tidak mengikuti aturan yang ada, bagi anak-anak tentu merupakan kelalaian dari orang tua yang tidak benar-benar mengantisipasi dan menjauhkan anak dari radiasi teknologi.
Jika orang tua tidak mengantisipasi hal ini, tentu akan banyak anak-anak di usia dini yang sudah harus menggunakan kacamata untuk membantu penglihatannya. Tentu bagi si kecil kondisi ini sangat menyulitkan ruang geraknya, apalagi di usia dini si kecil ingin bermain dengan bebas. “Dampaknya itu tadi dari fenomena ini, tumbuh kembang anak tentu menjadi terbatas ruang geraknya.
Selain itu, tentu saja masalah ini dapat berpengaruh terhadap masa depannya. Jika masalah penglihatannya tidak bisa disembuhkan, tentu akan berpengaruh terhadap profesinya di masa depan, seperti ketika dia mau menjadi polisi tentu ini menjadi hambatan,” papar Badaruddin.
Dia mengimbau penemu teknologi seharusnya sedapat mungkin meminimalisasi radiasi dari penggunaan teknologi tersebut. “Kepada penemu ini juga kita cuma bisa mengimbau agar dapat meminimalisir radiasi dari teknologi yang diciptakan. Dengan begitu, dapat aman bagi kesehatan mata pengguna,” ucapnya.
Lia anggia nasution, siti amelia
(bbg)