Pemkab Bingung Pemanfaatan Kedung Banteng
A
A
A
PONOROGO - Pemerintah Kabupaten Ponorogo ternyata belum memiliki solusi nyata untuk tanah dan bangunan eks Lokalisasi Kedung Banteng yang resmi ditutup pada Senin (8/6) lalu.
Bupati Ponorogo Amin masih akan berkoordinasi dengan dinas atau instansi terkait untuk merumuskannya. “Sampai hari ini (kemarin), kami selaku pimpinan daerah belum bisa menyimpulkan untuk apa (eks lokalisasi Kedung Banteng). Saya perlu untuk ngobrol-ngobrol, berkoordinasi atau bila perlu membentuk tim dengan teman-teman pimpinan Dinas Indagkop, Dinas Pariwisata, Dinas Pendidikan, dan lainnya untuk membahas soal pemanfaatan lahan itu. Maunya sih lebih bermanfaat dari yang sebelumnya,” ujar Bupati Ponorogo Amin, kemarin.
Terkait ide Gubernur Jatim Soekarwo tentang pemanfaatan bekas lokalisasi sebagai kawasan ekonomi produktif dan kreatif, Amin mengatakan, itu bukan hal yang salah. Namun untuk menjadikan kawasan bekas lokalisasi ini sebagai pusat perbelanjaan atau pasar untuk produk tertentu, ia perlu dianalisa mendalam. “Apakah kalau dijadikan pasar atau perbelanjaan akan ada orang datang dengan lokasi seperti itu, minggir sekali. Itu perlu telaah,” ungkapnya.
Bejo, Ketua RT 1 RW 4 Dusun Sekuwung tempat lokalisasi tersebut berada menyatakan, sampai saat ini dia dan para penghuni bekas lokalisasi tersebut belum mendapat penjelasan dari pihak manapun terkait status tanah dan bangunan. Para tuan rumah alias mucikari masih digantung nasibnya oleh pemerintah.
“Belum ada pembicaraan soal bangunan yang kami tempati ini. Apakah ada ganti rugi atau akan seperti apa. Sampai sekarang juga tidak ada perintah untuk mengosongkan. Kalau anak asuh (para PSK) sudah lebih dari dua pertiga keluar dari sini. Yang tinggal saat ini adalah mereka yang masih menunggu transferan dari pemerintah atau punya tanggungan apa begitu,” ujar Bejo.
Untuk sementara, kata Bejo, para eks mucikari masih akan menempati tanah dan bangunan yang ada. “Fungsinya, ya seperti rumah tangga biasa. Untuk tempat tinggal mungkin usaha di luar, jadi bakul ayam, bengkel, atau yang lain untuk penghasilan. Anak asuh sudah pergi semua. Sudah ditutup,” ujarnya.
Bejo menyatakan, tidak menutup kemungkinan akan ada tawaran dari pengurus desa setempat menyewa tanah yang saat ini berstatus tanah kas desa tersebut. Selentingan ini telah didengarnya beberapa waktu lalu.
“Tapi apakah benar dan apakah nanti warga juga mau kami belum tahu. Kalau nanti tanah ini mau dijadikan apa ya kami tunggu arahan pemerintah. Wong ditutup saja kami manut ,” ujarnya.
Dili eyato
Bupati Ponorogo Amin masih akan berkoordinasi dengan dinas atau instansi terkait untuk merumuskannya. “Sampai hari ini (kemarin), kami selaku pimpinan daerah belum bisa menyimpulkan untuk apa (eks lokalisasi Kedung Banteng). Saya perlu untuk ngobrol-ngobrol, berkoordinasi atau bila perlu membentuk tim dengan teman-teman pimpinan Dinas Indagkop, Dinas Pariwisata, Dinas Pendidikan, dan lainnya untuk membahas soal pemanfaatan lahan itu. Maunya sih lebih bermanfaat dari yang sebelumnya,” ujar Bupati Ponorogo Amin, kemarin.
Terkait ide Gubernur Jatim Soekarwo tentang pemanfaatan bekas lokalisasi sebagai kawasan ekonomi produktif dan kreatif, Amin mengatakan, itu bukan hal yang salah. Namun untuk menjadikan kawasan bekas lokalisasi ini sebagai pusat perbelanjaan atau pasar untuk produk tertentu, ia perlu dianalisa mendalam. “Apakah kalau dijadikan pasar atau perbelanjaan akan ada orang datang dengan lokasi seperti itu, minggir sekali. Itu perlu telaah,” ungkapnya.
Bejo, Ketua RT 1 RW 4 Dusun Sekuwung tempat lokalisasi tersebut berada menyatakan, sampai saat ini dia dan para penghuni bekas lokalisasi tersebut belum mendapat penjelasan dari pihak manapun terkait status tanah dan bangunan. Para tuan rumah alias mucikari masih digantung nasibnya oleh pemerintah.
“Belum ada pembicaraan soal bangunan yang kami tempati ini. Apakah ada ganti rugi atau akan seperti apa. Sampai sekarang juga tidak ada perintah untuk mengosongkan. Kalau anak asuh (para PSK) sudah lebih dari dua pertiga keluar dari sini. Yang tinggal saat ini adalah mereka yang masih menunggu transferan dari pemerintah atau punya tanggungan apa begitu,” ujar Bejo.
Untuk sementara, kata Bejo, para eks mucikari masih akan menempati tanah dan bangunan yang ada. “Fungsinya, ya seperti rumah tangga biasa. Untuk tempat tinggal mungkin usaha di luar, jadi bakul ayam, bengkel, atau yang lain untuk penghasilan. Anak asuh sudah pergi semua. Sudah ditutup,” ujarnya.
Bejo menyatakan, tidak menutup kemungkinan akan ada tawaran dari pengurus desa setempat menyewa tanah yang saat ini berstatus tanah kas desa tersebut. Selentingan ini telah didengarnya beberapa waktu lalu.
“Tapi apakah benar dan apakah nanti warga juga mau kami belum tahu. Kalau nanti tanah ini mau dijadikan apa ya kami tunggu arahan pemerintah. Wong ditutup saja kami manut ,” ujarnya.
Dili eyato
(ftr)