Wakil Ketua DPRD Diperiksa 7 Jam
A
A
A
SEMARANG - Wakil Ketua DPRD Kabupaten Rembang, Gunasih, tersangka korupsi pemeliharaan irigasi di kabupaten setempat, diperiksa penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah kemarin.
Penyidik belum melakukan penahanan atas kader Partai Demokrat ini, tapi penyidikan kasus ini terus berlanjut. Berdasarkan keterangan yang tertera di buku absen piket, Gunasih tiba sekitar pukul 09.25 WIB, dia didampingi penasihat hukum. Asisten Pidana Khusus Kejati Jateng Jhonny Manurung membenarkan itu.
“Betul dia (Gunasih) diperiksa hari ini. Didampingi penasihat hukum tuh, Pak Dani (Dani Sriyanto),” katanya di Kantor Kejati Jateng kemarin. Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jawa Tengah Eko Suwarni menambahkan, Gunasih diperiksa didampingi pengacaranya. “Tadi pemeriksaan selesai pukul 16.00,” ucapnya.
Diketahui, Gunasih terjerat korupsi di Desa Kalipang Rembang perkara proyek pembuatan talut untuk tahun anggaran 2014 ini. Dia juga terlibat tiga perkara lainnya, di antaranya di Sulo Desa Kenongo, Kecamatan Sedan; hingga di Desa Sendangagung, Kecamatan Kaliori. Total kerugian negara pada perkara ini Rp750 juta.
Pendanaan proyek irigasi ini berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Rembang. Pemenang lelangnya adalah CV Shinta dengan direktur Hartadi. Nilai kontraknya Rp349.637.000. Hartadi juga akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi ini. Setelah melalui serangkaian penyelidikan sejak 27 Februari 2015, penyidik memperoleh bukti-bukti kuat korupsi.
Modusnya; kualitas pekerjaan tidak sesuai kontrak, material yang digunakan tak sesuai kontrak, dan terdapat selisih dalam volume pekerjaan tidak sesuai kontrak. Penyidik menemukan buktibukti kuat, Gunasih ternyata yang mengerjakan proyek itu dengan cara meminjam bendera CV lain. Saat ditemui di Kantor Kejati Jateng, penasihat hukum Gunasih, Dani Sriyanto, tak bersedia menjelaskan perihal pemeriksaan kliennya.
Dirut PT HRI Dicecar 25 Pertanyaan
Direktur Utama PT Hidro Rizky Illahi (HRI) Adi Darmanto, perusahaan pelaksana pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) (PLTMH) di Desa Bantar Kulon, Lebakbaran, dicerca 25 pertanyaan oleh penyidik dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekalongan. Penyidik meminta keterangannya seputar proyek tersebut.
Kasi Intel Kejari Pekalongan Slamet Hariyadi menerangkan, pemeriksaan dilakukan pukul 08.00-17.30 WIB. Pertanyaan penyidik seputar dugaan korupsi pologoro atau pajak jualbeli tanah di Desa Bantar Kulon. Kasus ini menyeret mantan kades setempat. Selain itu, Kejari juga menduga ada aliran dana pada pejabat di lingkungan Pemkab Pekalongan.
Sementara itu, pemeriksaan terhadap mantan Kepala BPN Pekalongan Andi Ansar Kadir yang sedianya dilakukan Selasa (9/6) dijadwal ulang. Pemanggilan Andi yang kedua akan dilakukan dalam waktu dekat. “Kami sudah koordinasi dengan BPN Kabupaten Pekalongan, tadi (kemarin) tiga orang BPN datang ke sini (Kejari),” ungkapnya.
Pihaknya juga akan kembali memeriksa Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMP2T) Janu Haryanto, tapi pihaknya belum bisa memastikan jadwal pemanggilan itu. “Nanti setelah mantan Kepala BPN, baru kepala BPMP2T lagi,” ujarnya. Direktur Utama PT PT Hidro Rizky Illahi, Andi Darmanto, mengaku bisa menjawab seluruh pertanyaan tersebut.
“Sejak pagi tadi. Pertanyaan sekitar 23, saya jawab semua,” kata dia Hingga kini Kejari Kabupaten Pekalongan/Kajen masih terus memeriksa sejumlah pihak dalam kasus dugaan korupsi PLTMH itu. Seperti diberitakan sebelumnya, Kejari Pekalongan berhasil mengungkap dugaan korupsi pologoro atau pajak jualbeli tanah di Desa Bantar Kulon yang diduga dilakukan oleh mantan kades setempat untuk proyek PLTMH.
Total lahan yang digunakan untuk proyek tersebut mencapai 10 hektare dengan nilai Rp5 miliar lebih dengan pologoro Rp500 juta. Uang tersebut seharusnya masuk ke kas desa, tapi dimasukkan ke rekening pribadi mantan kades setempat. Selain itu, terdapat 5.000 meter persegi tanah negara dan tanah desa dalam proyek tersebut yang belum ditukarguling.
Ternyata di tanah negara dan tanah desa sudah dibangun proyek tersebut. Proses pembebasan lahan untuk proyek PLTMH tersebut pada 2013. Sementara pembangunannya 2014.
Eka setiawan / prahayuda
Penyidik belum melakukan penahanan atas kader Partai Demokrat ini, tapi penyidikan kasus ini terus berlanjut. Berdasarkan keterangan yang tertera di buku absen piket, Gunasih tiba sekitar pukul 09.25 WIB, dia didampingi penasihat hukum. Asisten Pidana Khusus Kejati Jateng Jhonny Manurung membenarkan itu.
“Betul dia (Gunasih) diperiksa hari ini. Didampingi penasihat hukum tuh, Pak Dani (Dani Sriyanto),” katanya di Kantor Kejati Jateng kemarin. Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jawa Tengah Eko Suwarni menambahkan, Gunasih diperiksa didampingi pengacaranya. “Tadi pemeriksaan selesai pukul 16.00,” ucapnya.
Diketahui, Gunasih terjerat korupsi di Desa Kalipang Rembang perkara proyek pembuatan talut untuk tahun anggaran 2014 ini. Dia juga terlibat tiga perkara lainnya, di antaranya di Sulo Desa Kenongo, Kecamatan Sedan; hingga di Desa Sendangagung, Kecamatan Kaliori. Total kerugian negara pada perkara ini Rp750 juta.
Pendanaan proyek irigasi ini berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Rembang. Pemenang lelangnya adalah CV Shinta dengan direktur Hartadi. Nilai kontraknya Rp349.637.000. Hartadi juga akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi ini. Setelah melalui serangkaian penyelidikan sejak 27 Februari 2015, penyidik memperoleh bukti-bukti kuat korupsi.
Modusnya; kualitas pekerjaan tidak sesuai kontrak, material yang digunakan tak sesuai kontrak, dan terdapat selisih dalam volume pekerjaan tidak sesuai kontrak. Penyidik menemukan buktibukti kuat, Gunasih ternyata yang mengerjakan proyek itu dengan cara meminjam bendera CV lain. Saat ditemui di Kantor Kejati Jateng, penasihat hukum Gunasih, Dani Sriyanto, tak bersedia menjelaskan perihal pemeriksaan kliennya.
Dirut PT HRI Dicecar 25 Pertanyaan
Direktur Utama PT Hidro Rizky Illahi (HRI) Adi Darmanto, perusahaan pelaksana pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) (PLTMH) di Desa Bantar Kulon, Lebakbaran, dicerca 25 pertanyaan oleh penyidik dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekalongan. Penyidik meminta keterangannya seputar proyek tersebut.
Kasi Intel Kejari Pekalongan Slamet Hariyadi menerangkan, pemeriksaan dilakukan pukul 08.00-17.30 WIB. Pertanyaan penyidik seputar dugaan korupsi pologoro atau pajak jualbeli tanah di Desa Bantar Kulon. Kasus ini menyeret mantan kades setempat. Selain itu, Kejari juga menduga ada aliran dana pada pejabat di lingkungan Pemkab Pekalongan.
Sementara itu, pemeriksaan terhadap mantan Kepala BPN Pekalongan Andi Ansar Kadir yang sedianya dilakukan Selasa (9/6) dijadwal ulang. Pemanggilan Andi yang kedua akan dilakukan dalam waktu dekat. “Kami sudah koordinasi dengan BPN Kabupaten Pekalongan, tadi (kemarin) tiga orang BPN datang ke sini (Kejari),” ungkapnya.
Pihaknya juga akan kembali memeriksa Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMP2T) Janu Haryanto, tapi pihaknya belum bisa memastikan jadwal pemanggilan itu. “Nanti setelah mantan Kepala BPN, baru kepala BPMP2T lagi,” ujarnya. Direktur Utama PT PT Hidro Rizky Illahi, Andi Darmanto, mengaku bisa menjawab seluruh pertanyaan tersebut.
“Sejak pagi tadi. Pertanyaan sekitar 23, saya jawab semua,” kata dia Hingga kini Kejari Kabupaten Pekalongan/Kajen masih terus memeriksa sejumlah pihak dalam kasus dugaan korupsi PLTMH itu. Seperti diberitakan sebelumnya, Kejari Pekalongan berhasil mengungkap dugaan korupsi pologoro atau pajak jualbeli tanah di Desa Bantar Kulon yang diduga dilakukan oleh mantan kades setempat untuk proyek PLTMH.
Total lahan yang digunakan untuk proyek tersebut mencapai 10 hektare dengan nilai Rp5 miliar lebih dengan pologoro Rp500 juta. Uang tersebut seharusnya masuk ke kas desa, tapi dimasukkan ke rekening pribadi mantan kades setempat. Selain itu, terdapat 5.000 meter persegi tanah negara dan tanah desa dalam proyek tersebut yang belum ditukarguling.
Ternyata di tanah negara dan tanah desa sudah dibangun proyek tersebut. Proses pembebasan lahan untuk proyek PLTMH tersebut pada 2013. Sementara pembangunannya 2014.
Eka setiawan / prahayuda
(bbg)