Kejagung Sita Centre Point

Selasa, 09 Juni 2015 - 10:17 WIB
Kejagung Sita Centre Point
Kejagung Sita Centre Point
A A A
PEMERINTAH pusat memilih membuat perjanjian kerja sama dengan swasta terkait masalah aset lahan PT Kereta Api Indonesia (KAI) di Jalan Jawa yang kini berdiri bangunan Centre Point.

Menurut Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Tedjo Edhy Purdijatno, pemerintah tidak mungkin merobohkan bangunan sebesar Centre Point. Jalan yang ditempuh sesuai dengan putusan Mahkamah Agung (MA) adalah dengan menata ulang perjanjian kerja sama yang pernah terjadi di atas lahan itu. “Perjanjiannya ditata ulang supaya bisa dikerjasamakan dan pembangunan di lahan itu bisa dilanjutkan, termasuk perizinannya.

Jadi sementara ini (bangunan centrePoint) disita kejaksaan untuk kemudian direvisi perjanjiannya,” katanya seusai memimpin Rapat Koordinasi Penyelesaian Kisruh Aset Negara di Kantor Gubernur Sumut di Medan, kemarin. Namun, Tedjo tidak menjelaskan secara terperinci benefit yang akan diterima negara dari pengelola bangunan di kawasan CentrePoint itu.

Dia mengakui ada dugaan penyalahgunaan tindak pidana dalam perjanjian kerja sama lahan PT KAI itu yang dilakukan Wali Kota Medan yang lama, yakni Abdillah dan Rahudman Harahap serta seorang pengusaha Handoko Lie. “Mereka (Rahudman, Abdillah, dan Handoko) sudah menjadi tersangka, dan saat ini masih diproses Kejaksaan Agung. Kita minta diselesaikan juga penyidikannya hingga tuntas,” kata mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) itu.

Jaksa Agung M Prasetyo menambahkan, saat ini penyidiknya masih menangani tindak pidana dalam sengketa lahan PT KAI di Jalan Jawa itu. “Sudah ada tersangkanya, termasuk mantan Wali Kota Medan. Satu (Handoko Lie) sudah kami tahan di Kejagung, ujarnya.

Menurut dia, penyidik masih menelusuri siapa paling bertanggung jawab atas pelanggaran yang terjadi dalam perjanjian kerja sama itu. “Kalau sudah selesai, berkasnya kami lengkapi akan dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan perkaranya. Kami ingin menyelamatkan aset negara,” ucapnya.

Terpisah, Kepala Divisi Regional (Divre) PT KAI Sumut dan Aceh, Saridal, menyetujui penyitaan yang dilakukan Kejagung. “Apa pun yang sudah ditentukan, kami akan terima. Itu artinya, aktivitas yang selama ini berjalan di Centre Point harus dihentikan, tidak ada lagi pembangunan. Karena sudah status quo.

Surat sita oleh Kejagung ke Pengadilan Negeri (PN) Medan sudah dilayangkan pada 1 Juni 2015. Kami menunggu proses selanjutnya apa yang dilakukan,” katanya. Mengenai ada isu perdamaian yang dilakukan pihak PT KAI dan PT ACK, Saridal menampiknya. “Bagaimana mau berdamai, sampai sekarang saja tidak ada surat yang dilayangkan ke PT KAI.

Itu artinya tidak ada iktikad baik dari mereka. Ke direksi PT KAI tidak ada, ke Meneg BUMN juga tidak ada. Soal keputusan apa ke depannya, ya kita tunggu saja dari direksi. Sementara kami terima dulu yang disampaikan Bapak Menkopolhukam,” ujarnya. Sementara Direktur PT Agra Citra Kharisma (ACK), Marlon Purba mengatakan, mereka akan patuh pada hukum yang berlaku terkait putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap lahan centrePoint.

“Kami berharap pembangunan Centre Point dapat diselesaikan dengan kerja sama dan koordinasi yang baik antarberbagai pihak terkait. Karena kami akan tunduk terhadap hukum yang berlaku,” katanya saat dihubungi wartawan. PT ACK mengakui MA telah mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan PT KAI. Marlon mengaku belum mengetahui langkah apa yang akan dilakukan ke depan karena salinan putusan MA belum diterimanya.

“Maka kita lihat nanti prosesnya. Itu harus sesuai dengan salinan putusan MA. Kalau sampai bangunan dirobohkan, akan banyak masyarakat yang dirugikan. Karena Centre Point sudah menampung ribuan pekerja,” katanya.

Fakhrur rozi/ eko agustyo fb
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9285 seconds (0.1#10.140)