Sepekan Lagi Kedungbanteng Tutup
A
A
A
PONOROGO - Niat Pemkab Ponorogo untuk untuk menutup lokalisasi di Desa Kedungbanteng, Kecamatan Sukorejo sudah bulat. Sesuai rencana, penutupan akan dilakukan sepekan ke depan.
“Semua sudah siap. Dananya siap, nomor rekening penerima uang pesangon untuk transfer sudah lengkap, berkas sudah beres. Tinggal pelaksanaan,” ungkap Kabid Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Ponorogo Mohammad Daroini, kemarin.
Sesuai kesepakatan, penutupan lokalisasi Kedungbanteng dilaksanakan pada 9 Juni 2015. Penutupan ditandai dengan deklarasi oleh para penghuni lokalisasi, warga sekitar, dan pihak pemerintah. “Kebetulan, pada 7 Juni Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa ada kunjungan kerja di Surabaya.
Kami ingin mengundang beliau untuk turut menyaksikan deklarasi penutupan, jadi mungkin bisa maju pada 8 Juni. Kalau tidak bisa, berarti tetap sesuai jadwal semula. Mogamoga Bu Mensos bisa,” ungkap Daroini. Dia mengatakan, jadwal deklarasi tidak akan mempengaruhi rencana penutupan lokalisasi. Seluruh persiapan sudah lengkap, terutama dana dari pemerintah pusat, pemprov maupun dari pemkab sendiri.
Dana dari pusat sebesar Rp888,8 juta akan diberikan kepada para Wanita Tuna Susila (WTS). Besarannya meliputi pesangon Rp3,7 juta; jatah hidup selama tiga bulan sebesar Rp1,8 juta, dan ongkos transportasi Rp250.000. Totalnya setiap WTS akan menerima dana sebesar Rp5.050.000.
Dana dari Pemprov Jatim diberikan kepada warga terdampak seperti buruh cuci, tukang parkir, penjual jamu dan lainnya. Sebanyak 92 orang dalam kategori ini mendapatkan pesangon masing-masing Rp2 juta, sehingga total dana yang disiapkan mencapai Rp184 juta.
Sementara dana dari Pemkab Ponorogo diberikan kepada para 39 mucikari yang masingmasing mendapatkan Rp4,5 juta atau totalnya Rp175,5 juta. “Dana dari masing-masing tingkatan pemerintahan sudah ada dan tidak ada yang tumpang tindih. Total Rp1,168 miliar.
Semua sesuai peruntukannya. Jumlah penerimah sudah jelas. Bisa jadi berkurang, tapi tidak boleh nambah. Data yang ada itu, ya sudah itu. Tidak boleh ada perubahan lagi. Setelah deklarasi, dana ditransfer, bukti transfer akan disetor ke pemerintah sebagai bukti pelaksanaan kegiatan,” tegas Daroini. Setelah deklarasi, Pemkab Ponorogo akan merobohkan tembok setinggi lebih dari dua meter yang mengelilingi lokalisasi tersebut.
Hal ini dilakukan agar rumah-rumah tersebut bisa terlihat dari luar dan mudah dipantau sebagai langkah antisipasi kembalinya aktivitas prostituasi di tempat ini. Terkait kekhawatiran merebaknya ‘prostitusi liar’ di Ponorogo, Daroini menyatakan hal ini menjadi keawjiban semua pihak untuk turut mencegahnya. Untuk pemberantasan, kata Daroini, akan dipimpin oleh pihak Satpol PP dan Kepolisian.
Dinsos hanya akan berperan membina pelaku prostitusi yang tertangkap razia. Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD Ponorogo Sukirno mengingatkan agar pemanfaatan bekas lahan Lokalisasi Kedungbanteng bisa optimal. Menurutnya, jangan sampai diamdiam para penghuni kembali lagi ke sana.
“Kalau tidak segera dimanfaatkan untuk sekolah atau pondok, kan rumah-rumah masih berdiri, masih bisa untuk secara diam-diam masuk lagi,” kata Sukirno. Menurutnya, lahan eks lokalisasi jika tidak segera dibongkar maka akan jadi masalah.
Untuk itu komisi di bidang kesejahteraan itu memberi masukan agar bangunan segera dibongkar usai pengosongan. “Tergantung daerah mau dimanfaatkan untuk apa. Kalau menurut saya lebih baik untuk pondok pesantren atau sekolah,” imbuhnya.
Dili eyato
“Semua sudah siap. Dananya siap, nomor rekening penerima uang pesangon untuk transfer sudah lengkap, berkas sudah beres. Tinggal pelaksanaan,” ungkap Kabid Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Ponorogo Mohammad Daroini, kemarin.
Sesuai kesepakatan, penutupan lokalisasi Kedungbanteng dilaksanakan pada 9 Juni 2015. Penutupan ditandai dengan deklarasi oleh para penghuni lokalisasi, warga sekitar, dan pihak pemerintah. “Kebetulan, pada 7 Juni Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa ada kunjungan kerja di Surabaya.
Kami ingin mengundang beliau untuk turut menyaksikan deklarasi penutupan, jadi mungkin bisa maju pada 8 Juni. Kalau tidak bisa, berarti tetap sesuai jadwal semula. Mogamoga Bu Mensos bisa,” ungkap Daroini. Dia mengatakan, jadwal deklarasi tidak akan mempengaruhi rencana penutupan lokalisasi. Seluruh persiapan sudah lengkap, terutama dana dari pemerintah pusat, pemprov maupun dari pemkab sendiri.
Dana dari pusat sebesar Rp888,8 juta akan diberikan kepada para Wanita Tuna Susila (WTS). Besarannya meliputi pesangon Rp3,7 juta; jatah hidup selama tiga bulan sebesar Rp1,8 juta, dan ongkos transportasi Rp250.000. Totalnya setiap WTS akan menerima dana sebesar Rp5.050.000.
Dana dari Pemprov Jatim diberikan kepada warga terdampak seperti buruh cuci, tukang parkir, penjual jamu dan lainnya. Sebanyak 92 orang dalam kategori ini mendapatkan pesangon masing-masing Rp2 juta, sehingga total dana yang disiapkan mencapai Rp184 juta.
Sementara dana dari Pemkab Ponorogo diberikan kepada para 39 mucikari yang masingmasing mendapatkan Rp4,5 juta atau totalnya Rp175,5 juta. “Dana dari masing-masing tingkatan pemerintahan sudah ada dan tidak ada yang tumpang tindih. Total Rp1,168 miliar.
Semua sesuai peruntukannya. Jumlah penerimah sudah jelas. Bisa jadi berkurang, tapi tidak boleh nambah. Data yang ada itu, ya sudah itu. Tidak boleh ada perubahan lagi. Setelah deklarasi, dana ditransfer, bukti transfer akan disetor ke pemerintah sebagai bukti pelaksanaan kegiatan,” tegas Daroini. Setelah deklarasi, Pemkab Ponorogo akan merobohkan tembok setinggi lebih dari dua meter yang mengelilingi lokalisasi tersebut.
Hal ini dilakukan agar rumah-rumah tersebut bisa terlihat dari luar dan mudah dipantau sebagai langkah antisipasi kembalinya aktivitas prostituasi di tempat ini. Terkait kekhawatiran merebaknya ‘prostitusi liar’ di Ponorogo, Daroini menyatakan hal ini menjadi keawjiban semua pihak untuk turut mencegahnya. Untuk pemberantasan, kata Daroini, akan dipimpin oleh pihak Satpol PP dan Kepolisian.
Dinsos hanya akan berperan membina pelaku prostitusi yang tertangkap razia. Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD Ponorogo Sukirno mengingatkan agar pemanfaatan bekas lahan Lokalisasi Kedungbanteng bisa optimal. Menurutnya, jangan sampai diamdiam para penghuni kembali lagi ke sana.
“Kalau tidak segera dimanfaatkan untuk sekolah atau pondok, kan rumah-rumah masih berdiri, masih bisa untuk secara diam-diam masuk lagi,” kata Sukirno. Menurutnya, lahan eks lokalisasi jika tidak segera dibongkar maka akan jadi masalah.
Untuk itu komisi di bidang kesejahteraan itu memberi masukan agar bangunan segera dibongkar usai pengosongan. “Tergantung daerah mau dimanfaatkan untuk apa. Kalau menurut saya lebih baik untuk pondok pesantren atau sekolah,” imbuhnya.
Dili eyato
(ftr)