Luas Hutan untuk Pengeboran Sumur Tua Tak Jelas
A
A
A
BOJONEGORO - Luas lahan hutan yang digunakan untuk kegiatan pengeboran minyak mentah sumur tua di Kedewan dan Malo, Kabupaten Bojonegoro, belum diketahui persis.
Pihak Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Parengan sebagai pengelola wilayah hutan itu mengaku tidak memegang data luas lahan hutan untuk pengeboran sumur minyak tua. Menurut Wakil Kepala Administratur KPH Parengan, Supriyanto, beberapa pengeboran sumur minyak tua berada di Kecamatan Malo dan Kedewan yang juga merupakan wilayah KPH Parengan.
Pengelolaan sumur minyak tua sebagian besar berada di kawasan hutan. “Sumur tua yang masuk di wilayah Malo memang ada yang masuk wilayah hutan,” ujarnya. Namun, kata dia, pengelolaan sumur tua di dalam kawasan hutan itu sudah ada izin, baik dari Kementerian Kehutanan, Kementrian ESDM, serta beberapa instansi lain. “Tapi di luar legalitas itu ada beberapa tempat yang mengakibatkan pencemaran lingkungan,” katanya.
Pencemaran itu jika tidak ditangani akan mengganggu pengelolaan hutan. Karena itu, dia berharap dengan ada inisiatif Perda tentang Sumur Tua bisa memperhatikan dampak pengelolaan sumur. “Kerusakan hutan itu masih dihitung, jadi datanya belum pasti,” katanya.
Namun, menurut Supriyanto, yang sudah dicek salah satunya di SKW36, beberapa minyak mentah terlihat meluber ke kawasan hutan. Selain itu, beberapa pohon juga ditebang. Dia berharap ke depan setelah ada pemutusan KSO dengan KUD ini sumur minyak tua bisa diolah sendiri oleh masyarakat desa.
“Karena Perhutani sekarang juga sedang melakukan program pemberdayaan masyarakat kawasan hutan, diharapkan sumur tua di dalam hutan itu nanti bisa dikelola masyarakat desa,” katanya. Menurut Kepala Administratur KPH Parengan, Daniel Dwi Cahyono, di Kecamatan Malo ada 31 titik sumur minyak tua.
Sumur itu merupakan wilayah kerja Pertamina EP Asset IV. “Karena overlapping di wilayah hutan, maka KSO yang akan melakukan prosedur izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH),” katanya. Saat ini, kata dia, ada 18 titik sumur yang akan dikembangkan PT Geo Cepu Indonesia, rekanan PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EO) Asset IV Field Cepu. PT GCI kini masih melakukan proses perizinan. “Kami belum terima surat izinnya, tapi biasanya langsung ke Kementerian Kehutanan,” ujar Daniel.
Daniel mengatakan, kalau sudah mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH), apapun kegiatannya tidak masalah. Karena itu, pihak Perhutani tidak memiliki wewenang ikut campur dalam kegiatan tersebut. “Karena jika sudah ada izinnya, sudah tidak menjadi wewenang Perhutani,” katanya.
Seperti diketahui, 18 titik sumur minyak tua yang akan dikembangkan PT GCI itu berada di dua wilayah perbatasan KPH Parengan dengan KPH Cepu. Di KPH Parengan ada di Desa Trembes dan Kedungrejo di Kecamatan Malo. “Tapi jumlahnya belum tahu,” katanya.
Muhammad roqib
Pihak Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Parengan sebagai pengelola wilayah hutan itu mengaku tidak memegang data luas lahan hutan untuk pengeboran sumur minyak tua. Menurut Wakil Kepala Administratur KPH Parengan, Supriyanto, beberapa pengeboran sumur minyak tua berada di Kecamatan Malo dan Kedewan yang juga merupakan wilayah KPH Parengan.
Pengelolaan sumur minyak tua sebagian besar berada di kawasan hutan. “Sumur tua yang masuk di wilayah Malo memang ada yang masuk wilayah hutan,” ujarnya. Namun, kata dia, pengelolaan sumur tua di dalam kawasan hutan itu sudah ada izin, baik dari Kementerian Kehutanan, Kementrian ESDM, serta beberapa instansi lain. “Tapi di luar legalitas itu ada beberapa tempat yang mengakibatkan pencemaran lingkungan,” katanya.
Pencemaran itu jika tidak ditangani akan mengganggu pengelolaan hutan. Karena itu, dia berharap dengan ada inisiatif Perda tentang Sumur Tua bisa memperhatikan dampak pengelolaan sumur. “Kerusakan hutan itu masih dihitung, jadi datanya belum pasti,” katanya.
Namun, menurut Supriyanto, yang sudah dicek salah satunya di SKW36, beberapa minyak mentah terlihat meluber ke kawasan hutan. Selain itu, beberapa pohon juga ditebang. Dia berharap ke depan setelah ada pemutusan KSO dengan KUD ini sumur minyak tua bisa diolah sendiri oleh masyarakat desa.
“Karena Perhutani sekarang juga sedang melakukan program pemberdayaan masyarakat kawasan hutan, diharapkan sumur tua di dalam hutan itu nanti bisa dikelola masyarakat desa,” katanya. Menurut Kepala Administratur KPH Parengan, Daniel Dwi Cahyono, di Kecamatan Malo ada 31 titik sumur minyak tua.
Sumur itu merupakan wilayah kerja Pertamina EP Asset IV. “Karena overlapping di wilayah hutan, maka KSO yang akan melakukan prosedur izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH),” katanya. Saat ini, kata dia, ada 18 titik sumur yang akan dikembangkan PT Geo Cepu Indonesia, rekanan PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EO) Asset IV Field Cepu. PT GCI kini masih melakukan proses perizinan. “Kami belum terima surat izinnya, tapi biasanya langsung ke Kementerian Kehutanan,” ujar Daniel.
Daniel mengatakan, kalau sudah mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH), apapun kegiatannya tidak masalah. Karena itu, pihak Perhutani tidak memiliki wewenang ikut campur dalam kegiatan tersebut. “Karena jika sudah ada izinnya, sudah tidak menjadi wewenang Perhutani,” katanya.
Seperti diketahui, 18 titik sumur minyak tua yang akan dikembangkan PT GCI itu berada di dua wilayah perbatasan KPH Parengan dengan KPH Cepu. Di KPH Parengan ada di Desa Trembes dan Kedungrejo di Kecamatan Malo. “Tapi jumlahnya belum tahu,” katanya.
Muhammad roqib
(ftr)