Menjaga Kelestarian Alam dan Patuhi Leluhur
A
A
A
Hutan larangan mungkin bagi sebagian orang hanya sebuah mitos belaka. Namun tahukah bila ternyata hal itu masih menjadi kepercayaan bagi warga yang telah puluhan tahun menetap di Kampung Adat Cikondang, Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung.
Sesuai aturan yang diterapkan setiap orang hanya memiliki waktu tertentu dan terbatas jika ingin memasuki leuweungatau hutan yang memiliki luas sekitar tiga hektare itu. Kampung yang terletak sekitar 800 meter dari Jalan Raya Banjaran- Pangalengan ini juga menjadi salah satu daerah yang masih menjaga kelestarian budayanya. Satu rumah adat yang tak pernah berubah dari sisi kontruksi serta identik dengan lima buah jendela yang memiliki makna ibadah shalat lima waktu merupakan hal lain yang dirawat sejak 1950-an oleh warga setempat.
Para pengunjung yang hendak bertamu pun diwajibkan saat memasuki rumah harus menggunakan kaki bagian kanan. Tak heran bila hinggi kini kondisi alam, serta kehidupan masyarakat di Kampung Adat Cikondang menjadi sebuah saksi sejarah jika sejak zaman dahulu amanat dan pesan para leluhur terus dijaga dan tetap dilestarikan. Juru kunci Kampung Adat Anom Juhana menuturkan jika dahulu di kampungnya terdapat sekitar 40 rumah. Namun sekitar tahun 1942 sempat dilanda kebakaran hebat hingga akhirnya menghanguskan puluhan rumah.
“Dari puluhan rumah yang terbakar warga menyelamatkan satu rumah yang bisa disaksikan hingga kini,” tuturnya. Rumah berukuran 8 x 12 meter tersebut masih menyimpan peninggalan dari zaman dulu. Seperti bilik rumah yang berumur sekitar 300 tahun dan kalender hijriyah untuk menghitung waktu bulan Ramadan yang tetap dipampang di dalamnya. Sampai sekarang, lanjut dia, bentuk rumah juga tidak pernah dan tidak boleh diubah harus tetap sama.
“Sekalipun ada kebocoran bagian rumah boleh diganti tapi dengan bahan yang sama. Radio, televisi dan barang elektronik dilarang berada di dalam rumah,” sambungnya. Selain rumah adat yang masih bertahan, lanjut dia, di sebelah rumah terdapat area leuweung(hutan) larangan. Di hari-hari tertentu tidak di per - kenankan orang satu pun yang masuk ke dalamnya. Selain itu wanita yang sedang haid atau menstruasi juga dilarang keras untuk memasuki kawasan leuweungsesuai dengan aturan dari para leluhur.
“Hari Selasa, Jumat, dan Sabtu menjadi hari pantangan untuk masuk ke dalam leuweung.Jika melanggar bisa ada sanksi yang dirasakan pelanggarnya,” terangnya. Meski dirinya tidak menjelaskan secara rinci terkait sanksi namun pelanggar yang tetap nekad masuk ke kawasan hutan yang memiliki luas sekitar tiga hektare itu bisa menerima resiko yang akan dialaminya sendiri. Anom pun menceritakan bila kakeknya pernah merasakan akibat karena melanggar aturan dengan tetap masuk ke dalam leuweungpada hari yang dilarang.
“Dari cerita yang saya dapatkan memang masuk ke sana tidak boleh apapun tujuan dan alasannya. Kakek saya juga bahkan mengalami luka di bagian mata karena tak menghiraukan aturan leluhur,” katanya.
Dila Nashear
Kabupaten Bandung
Sesuai aturan yang diterapkan setiap orang hanya memiliki waktu tertentu dan terbatas jika ingin memasuki leuweungatau hutan yang memiliki luas sekitar tiga hektare itu. Kampung yang terletak sekitar 800 meter dari Jalan Raya Banjaran- Pangalengan ini juga menjadi salah satu daerah yang masih menjaga kelestarian budayanya. Satu rumah adat yang tak pernah berubah dari sisi kontruksi serta identik dengan lima buah jendela yang memiliki makna ibadah shalat lima waktu merupakan hal lain yang dirawat sejak 1950-an oleh warga setempat.
Para pengunjung yang hendak bertamu pun diwajibkan saat memasuki rumah harus menggunakan kaki bagian kanan. Tak heran bila hinggi kini kondisi alam, serta kehidupan masyarakat di Kampung Adat Cikondang menjadi sebuah saksi sejarah jika sejak zaman dahulu amanat dan pesan para leluhur terus dijaga dan tetap dilestarikan. Juru kunci Kampung Adat Anom Juhana menuturkan jika dahulu di kampungnya terdapat sekitar 40 rumah. Namun sekitar tahun 1942 sempat dilanda kebakaran hebat hingga akhirnya menghanguskan puluhan rumah.
“Dari puluhan rumah yang terbakar warga menyelamatkan satu rumah yang bisa disaksikan hingga kini,” tuturnya. Rumah berukuran 8 x 12 meter tersebut masih menyimpan peninggalan dari zaman dulu. Seperti bilik rumah yang berumur sekitar 300 tahun dan kalender hijriyah untuk menghitung waktu bulan Ramadan yang tetap dipampang di dalamnya. Sampai sekarang, lanjut dia, bentuk rumah juga tidak pernah dan tidak boleh diubah harus tetap sama.
“Sekalipun ada kebocoran bagian rumah boleh diganti tapi dengan bahan yang sama. Radio, televisi dan barang elektronik dilarang berada di dalam rumah,” sambungnya. Selain rumah adat yang masih bertahan, lanjut dia, di sebelah rumah terdapat area leuweung(hutan) larangan. Di hari-hari tertentu tidak di per - kenankan orang satu pun yang masuk ke dalamnya. Selain itu wanita yang sedang haid atau menstruasi juga dilarang keras untuk memasuki kawasan leuweungsesuai dengan aturan dari para leluhur.
“Hari Selasa, Jumat, dan Sabtu menjadi hari pantangan untuk masuk ke dalam leuweung.Jika melanggar bisa ada sanksi yang dirasakan pelanggarnya,” terangnya. Meski dirinya tidak menjelaskan secara rinci terkait sanksi namun pelanggar yang tetap nekad masuk ke kawasan hutan yang memiliki luas sekitar tiga hektare itu bisa menerima resiko yang akan dialaminya sendiri. Anom pun menceritakan bila kakeknya pernah merasakan akibat karena melanggar aturan dengan tetap masuk ke dalam leuweungpada hari yang dilarang.
“Dari cerita yang saya dapatkan memang masuk ke sana tidak boleh apapun tujuan dan alasannya. Kakek saya juga bahkan mengalami luka di bagian mata karena tak menghiraukan aturan leluhur,” katanya.
Dila Nashear
Kabupaten Bandung
(ars)