Pengawasan Pemkot Lemah
A
A
A
BANDUNG - Pemkot Bandung dinilai tidak konsisten menutup aktivitas prostitusi di bekas lokalisasi Saritem. Lemahnya pengawasan menjadi salah satu penyebab menggeliatnya perdagangan seks di kawasan ini.
Saritem sebenarnya telah di tutup secara resmi oleh Pemkot Bandung pada 2007 lalu. Sayangnya, pra ktik prostitusi masih terus terjadi. Puncaknya, kemarin Polrestabes Bandung menggelar operasi penyakit masyarakat (pekat) di Jalan Saritem, Kelurahan Kebonjeruk, Kecamatan Andir, tadi malam. Sebanyak 400 rumah di Saritem ternyata masih dijadikan sebagai tempat prostitusi.
“Pemerintah kita tidak pernah konsisten hampir di segala hal. Meskipun oleh polisi sudah di gerebek, seminggu dua minggu ke mudian juga ada lagi. Hal ini terjadi karena pengawasan setelah digerebeg itu tidak ada. Itu tugas rutin pemerintah, bukan hanya kadangkadang, tindakan razia yang sifatnya sporadis, tetapi kalau yang namanya sudah ditutup, harus rutin pengawasannya,” te gas Sosiolog dari Universitas Padjajaran (Unpad) Budi Rajab saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Budi mengakui, untuk menutup lokalisasi memang perlu waktu. Pasalnya banyak orang yang menggantungkan hidupnya secara ekonomi dari aktivitas tersebut. Untuk itu upa ya yang diperlukan saat ini yakni konsistensi dari Pemkot Bandung untuk melakukan pengawasan.
“Jadi ngapain pemerintah mengeluarkan penutupan itu (tahun 2007), untuk apa kalau pengawas annya tidak konsisten. Persoalannya adalah bagaimana tugas rutin dari pemerintah untuk mengontrol supaya tidak terjadi lagi,” katanya. Masih adanya aktivitas di Saritem menunjukkan Pemkot Bandung tidak konsisten daam menegakan aturan. Setidaknya, dengan adanya konsistensi da lam hal pengawasan, aktivitas disana akan berkurang.
“Saritem sudah ditutup, awa si tiap jam, sudah itu saja. Kalau tidak diawasi, itu hanya di tutup di atas kertas saja. Bukan karena sulit, tetapi ke konsistenan pemerintah yang tidak ada. Oke sumber daya pemerintah terbatas, ya kalau SDM terbatas ya ngapain ditutup. Jangan bertindak hanya sesaat. Mela kukan tindakan tertentu ya harus dilakukan dengan tindakan kontrolnya.
Kontrolnya bukan kadang-kadang, ya rutin dong,” katanya. Menurut Budi, Bandung dapat mencontoh Surabaya dan Solo dalam menangani masalah PSK. Dengan konsistensi yang di lakukan oleh pemerintah daerahnya, jumlah aktivitas prostitusi mulai berkurang. “Meskipun sumber daya apa raturnya terbatas, beberapa di alokasikan ke sana. Nah pengurangannya cukup drastis. Di Surabaya turun 50 persen. Meski masih ada beberapa, namun ada pengurangan aktivitas.
Nah itu baru bisa dimaafkan karena ke terbatas sumber daya. Ini mah di Bandung, diawasi tiap hari enggak, petugas juga tidak ada. Makanya Satpol PP tugaskan 24 jam di sana,” tandasnya. Anggota DPRD Kota Bandung Ade Fahruroji. Dia menilai beroperasinya lokalisasi Saritem dengan sekala yang cukup ma sif terjadi akibat solusi yang di berikan saat dan pasca penutupan 2007 tidak tuntas dan tidak integral.
Sehingga tidak heran kemudian sedikit demi sedikit aktivitas prostitusi kembali menggeliat. “Jumlah 400 rumah seperti yang dilansir Kapolrestabes me rupakan jumlah yang besar. Pemkot gagal memanfaatkan momentum penutupan 2007. Padahal secara psokologis, sosial dan politis momentum itu sangat setrategis sebagai tonggak berahirnya aktivitas prostitusi yang sudah sekian lama ada di Saritem,”ujar Ade kepada wartawan.
Anggota Komisi V DPRD Pro vinsi Jabar Maman Abdurrachman menilai, Pemkot Bandung lemah dalam pengawasan, sehingga Saritem kembali meng geliat. “Lemahnya pengawasan dan pembinaan. Itu tang gung jawab (pemerintah) Kota Bandung. Ini perlu menjadi perhatian Pak Wali. Apalagi se karang lagi marak prostitusi online, “ bebernya.
Menurutnya, keberadaan lokalisasi tidak bisa ditolelir. Sehingga, penutupan Saritem seharusnya bisa dilakukan selamanya. Maman tidak sependapat jika keberadaan lokalisasi untuk menghilangkan praktik asusila ini dijalanan. Sementara itu, Kasatpol PP Kota Bandung Eddy Marwoto mem bantah jika pihaknya kecolongan dengan masih adanya aktivitas prostitusi dilokalisasi Saritem. “Sebenanrya tidak kecolongan. Ini sifatnya sudah ditutup ya, sudah melanggar dari sisi perda.
Ini bentuk kerja sama sesuai program Pak Wali Kota yakni inovasi, kolaborasi, dan desentraisasi. Ini sama-sama men jaga ketertiban masyarakat untuk menjaga kondusifitas. Kita sama-sama,” ujar Eddy. Eddy mengatakan, pihaknya akan melakukan pengawasan ber sama aparat kewilyahan setempat. Hal ini dilakukan untuk mencegah kembali mengeliatnya aktivitas prostitusi di kawasan tersebut. “Kawasan itu memang harus segera beralih fungsi.
Pak wali kota rencananya akan buat jadi pasar tematik,” tandasnya. Sementara itu, Seketaris Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bandung Medi Mahendra menyatakan, sejumlah pekerja seks komersial (PSK) yang terjaring di Saritem telah dilimpahkan dari ke polisian ke Dinas Sosial Kota Ban dung.
Pihaknya masih melakukan pen dataan dan pemeriksaan ter hadap ratusan PSK. Mulai dari masalah trafficking dan PSK di bawah umur. “Kemudian untuk mengetahui apakah (PSK yang terjaring) pemain lama atau peman baru,” kata Medi. Diungkapkan Medi, setelah pemeriksaan dan pendataan ini selesai para PSK ini kepanti rehabilitasi di Palimanan dan Sukabumi.
Dian rosadi/ mochamad solehudin/ yugi prasetyo
Saritem sebenarnya telah di tutup secara resmi oleh Pemkot Bandung pada 2007 lalu. Sayangnya, pra ktik prostitusi masih terus terjadi. Puncaknya, kemarin Polrestabes Bandung menggelar operasi penyakit masyarakat (pekat) di Jalan Saritem, Kelurahan Kebonjeruk, Kecamatan Andir, tadi malam. Sebanyak 400 rumah di Saritem ternyata masih dijadikan sebagai tempat prostitusi.
“Pemerintah kita tidak pernah konsisten hampir di segala hal. Meskipun oleh polisi sudah di gerebek, seminggu dua minggu ke mudian juga ada lagi. Hal ini terjadi karena pengawasan setelah digerebeg itu tidak ada. Itu tugas rutin pemerintah, bukan hanya kadangkadang, tindakan razia yang sifatnya sporadis, tetapi kalau yang namanya sudah ditutup, harus rutin pengawasannya,” te gas Sosiolog dari Universitas Padjajaran (Unpad) Budi Rajab saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Budi mengakui, untuk menutup lokalisasi memang perlu waktu. Pasalnya banyak orang yang menggantungkan hidupnya secara ekonomi dari aktivitas tersebut. Untuk itu upa ya yang diperlukan saat ini yakni konsistensi dari Pemkot Bandung untuk melakukan pengawasan.
“Jadi ngapain pemerintah mengeluarkan penutupan itu (tahun 2007), untuk apa kalau pengawas annya tidak konsisten. Persoalannya adalah bagaimana tugas rutin dari pemerintah untuk mengontrol supaya tidak terjadi lagi,” katanya. Masih adanya aktivitas di Saritem menunjukkan Pemkot Bandung tidak konsisten daam menegakan aturan. Setidaknya, dengan adanya konsistensi da lam hal pengawasan, aktivitas disana akan berkurang.
“Saritem sudah ditutup, awa si tiap jam, sudah itu saja. Kalau tidak diawasi, itu hanya di tutup di atas kertas saja. Bukan karena sulit, tetapi ke konsistenan pemerintah yang tidak ada. Oke sumber daya pemerintah terbatas, ya kalau SDM terbatas ya ngapain ditutup. Jangan bertindak hanya sesaat. Mela kukan tindakan tertentu ya harus dilakukan dengan tindakan kontrolnya.
Kontrolnya bukan kadang-kadang, ya rutin dong,” katanya. Menurut Budi, Bandung dapat mencontoh Surabaya dan Solo dalam menangani masalah PSK. Dengan konsistensi yang di lakukan oleh pemerintah daerahnya, jumlah aktivitas prostitusi mulai berkurang. “Meskipun sumber daya apa raturnya terbatas, beberapa di alokasikan ke sana. Nah pengurangannya cukup drastis. Di Surabaya turun 50 persen. Meski masih ada beberapa, namun ada pengurangan aktivitas.
Nah itu baru bisa dimaafkan karena ke terbatas sumber daya. Ini mah di Bandung, diawasi tiap hari enggak, petugas juga tidak ada. Makanya Satpol PP tugaskan 24 jam di sana,” tandasnya. Anggota DPRD Kota Bandung Ade Fahruroji. Dia menilai beroperasinya lokalisasi Saritem dengan sekala yang cukup ma sif terjadi akibat solusi yang di berikan saat dan pasca penutupan 2007 tidak tuntas dan tidak integral.
Sehingga tidak heran kemudian sedikit demi sedikit aktivitas prostitusi kembali menggeliat. “Jumlah 400 rumah seperti yang dilansir Kapolrestabes me rupakan jumlah yang besar. Pemkot gagal memanfaatkan momentum penutupan 2007. Padahal secara psokologis, sosial dan politis momentum itu sangat setrategis sebagai tonggak berahirnya aktivitas prostitusi yang sudah sekian lama ada di Saritem,”ujar Ade kepada wartawan.
Anggota Komisi V DPRD Pro vinsi Jabar Maman Abdurrachman menilai, Pemkot Bandung lemah dalam pengawasan, sehingga Saritem kembali meng geliat. “Lemahnya pengawasan dan pembinaan. Itu tang gung jawab (pemerintah) Kota Bandung. Ini perlu menjadi perhatian Pak Wali. Apalagi se karang lagi marak prostitusi online, “ bebernya.
Menurutnya, keberadaan lokalisasi tidak bisa ditolelir. Sehingga, penutupan Saritem seharusnya bisa dilakukan selamanya. Maman tidak sependapat jika keberadaan lokalisasi untuk menghilangkan praktik asusila ini dijalanan. Sementara itu, Kasatpol PP Kota Bandung Eddy Marwoto mem bantah jika pihaknya kecolongan dengan masih adanya aktivitas prostitusi dilokalisasi Saritem. “Sebenanrya tidak kecolongan. Ini sifatnya sudah ditutup ya, sudah melanggar dari sisi perda.
Ini bentuk kerja sama sesuai program Pak Wali Kota yakni inovasi, kolaborasi, dan desentraisasi. Ini sama-sama men jaga ketertiban masyarakat untuk menjaga kondusifitas. Kita sama-sama,” ujar Eddy. Eddy mengatakan, pihaknya akan melakukan pengawasan ber sama aparat kewilyahan setempat. Hal ini dilakukan untuk mencegah kembali mengeliatnya aktivitas prostitusi di kawasan tersebut. “Kawasan itu memang harus segera beralih fungsi.
Pak wali kota rencananya akan buat jadi pasar tematik,” tandasnya. Sementara itu, Seketaris Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bandung Medi Mahendra menyatakan, sejumlah pekerja seks komersial (PSK) yang terjaring di Saritem telah dilimpahkan dari ke polisian ke Dinas Sosial Kota Ban dung.
Pihaknya masih melakukan pen dataan dan pemeriksaan ter hadap ratusan PSK. Mulai dari masalah trafficking dan PSK di bawah umur. “Kemudian untuk mengetahui apakah (PSK yang terjaring) pemain lama atau peman baru,” kata Medi. Diungkapkan Medi, setelah pemeriksaan dan pendataan ini selesai para PSK ini kepanti rehabilitasi di Palimanan dan Sukabumi.
Dian rosadi/ mochamad solehudin/ yugi prasetyo
(bbg)