Bupati Pekalongan Minta Lokalisasi Kebon Suwung Ditutup
A
A
A
PEKALONGAN - Bupati Pekalongan Amat Antono, mengaku akan segera menutup lokalisasi Kebon Suwung, yang terdapat di Desa Sidomukti, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Pekalongan.
"Saya minta ditutup, saya beri waktu sampai akhir bulan ini. Ya maksimal sebelum bulan puasa. Jadi pas bulan puasa lokalisasi ini sudah tutup. Kalau ada yang bandel kami ambil tindakan tegas. Saya akan minta bantuan TNI dan Polisi," katanya.
Menurut Antono, pihaknya tidak ingin semena-mena menutup langsung lokalisasi tersebut. Namun Antono sudah beberapa kali memberi waktu untuk dilakukan penutupan lokalisasi.
"Saya tidak ingin dikatakan sak dek sak nyet, oleh sebab itu saya berikan kesempatan untuk berkemas-kemas bagi para penghuni sini (lokalisasi)," ujarnya.
Dikatakan, kebanyakan penghuni lokalisasi ilegal tersebut adalah warga pendatang. Selain dinilai kurang sesuai dengan julukan kota santri, kegiatan di lokasi tersebut tidak sesuai dengan norma yang ada.
"Jadi kebanyakan penghuni di sini (lokalisasi) malah warga luar Kabupaten Pekalongan. Kami hargai, hormati, memang setiap orang perlu usaha, tapi mbok jangan melanggar norma agama atau norma pemerintah," sebutnya.
Antono mengaku sudah berulangkali pula memberikan pembekalan ketrampilan bagi para penghuni lokalisasi tersebut. Selain itu, pihaknya juga sudah membuka potensi daerah yang ada untuk dimanfaatkan.
"Sebentar lagi juga ada Lemdikpol, kan bisa buka warung makan atau isi ulang air. Di sini air melimpah dan bersih di sini kan bisa digunakan untuk budidaya lele yang potensinya masih besar. Jamur merang di sini juga baru bisa memenuhi permintaan lokal saja, berarti kan masih banyak potensi," tambahnya.
Sementara Kades Sidomukti, Harsito, mengaku kesulitan menertibkan lokalisasi tersebut. Sebab, penghuninya selalu berganti.
"Sudah sekitar 2 kali mau ditutup, tapi juga tetap tidak bisa. Karena selalu muncul lagi. Ya malu juga di desa kami ada lokalisasi, jadi semoga bisa ditutup," terangnya.
Sementara Ketua Paguyuban lokalisasi Kebon Suwung Budiono mengaku, belum mengetahui rencana penutupan lokalisasi tersebut. Pihaknya akan lebih dulu mengumpulkan para penghuni lokalisasi tersebut.
"Tanggapan warga sini (lokalisasi) ya belum tahu, nanti akan kami kumpulkan dulu. Tapi kalau bisa ya jangan dulu," ujarnya.
Dijelaskan, lokalisasi tersebut ada sejak sekitar tahun 1989. Awalnya lokasi sekitar hanya tanah lapang biasa yang sepi.
"Sehingga warga tidak berani melintas lokasi ini. Karena banyak begal juga saat itu. Kemudian muncul warung-warung biasa, yang akhirnya menjadi seperti ini (lokalisasi)," jelasnya.
Setidaknya terdapat 32 warung yang juga berfungsi sebagai hunian di lokasi tersebut. Sementara pemandu lagu pada lokasi tersebut berjumlah sekitar 40 orang.
"Kebanyakan memang warga pendatang, Kebanyakan dari Pemalang. Ada juga yang berasal dari Banjarnegara. Kalau lokal sini ya dari Kesesi, Doro dan Paninggaran. Jumlahnya tidak tentu, sebab sering keluar masuk, dan kadang ada yang bawa dari luar. Kalau warga yang asli Kabupaten Pekalongan paling hanya sekitar 15 orang," ungkapnya.
Salah seorang penghuni lokalisasi sebut saja Inem (35), mengaku keberatan jika harus meninggalkan lokasi tersebut. Sebab, kebanyakan warga penghuni lokalisasi tersebut sudah memiliki anak.
"Kalau bisa jangan dulu. Sebab kebanyakan sudah punya anak. Saya sendiri sudah punya anak satu," ujarnya pemilik salah satu tempat karaoke itu.
"Saya minta ditutup, saya beri waktu sampai akhir bulan ini. Ya maksimal sebelum bulan puasa. Jadi pas bulan puasa lokalisasi ini sudah tutup. Kalau ada yang bandel kami ambil tindakan tegas. Saya akan minta bantuan TNI dan Polisi," katanya.
Menurut Antono, pihaknya tidak ingin semena-mena menutup langsung lokalisasi tersebut. Namun Antono sudah beberapa kali memberi waktu untuk dilakukan penutupan lokalisasi.
"Saya tidak ingin dikatakan sak dek sak nyet, oleh sebab itu saya berikan kesempatan untuk berkemas-kemas bagi para penghuni sini (lokalisasi)," ujarnya.
Dikatakan, kebanyakan penghuni lokalisasi ilegal tersebut adalah warga pendatang. Selain dinilai kurang sesuai dengan julukan kota santri, kegiatan di lokasi tersebut tidak sesuai dengan norma yang ada.
"Jadi kebanyakan penghuni di sini (lokalisasi) malah warga luar Kabupaten Pekalongan. Kami hargai, hormati, memang setiap orang perlu usaha, tapi mbok jangan melanggar norma agama atau norma pemerintah," sebutnya.
Antono mengaku sudah berulangkali pula memberikan pembekalan ketrampilan bagi para penghuni lokalisasi tersebut. Selain itu, pihaknya juga sudah membuka potensi daerah yang ada untuk dimanfaatkan.
"Sebentar lagi juga ada Lemdikpol, kan bisa buka warung makan atau isi ulang air. Di sini air melimpah dan bersih di sini kan bisa digunakan untuk budidaya lele yang potensinya masih besar. Jamur merang di sini juga baru bisa memenuhi permintaan lokal saja, berarti kan masih banyak potensi," tambahnya.
Sementara Kades Sidomukti, Harsito, mengaku kesulitan menertibkan lokalisasi tersebut. Sebab, penghuninya selalu berganti.
"Sudah sekitar 2 kali mau ditutup, tapi juga tetap tidak bisa. Karena selalu muncul lagi. Ya malu juga di desa kami ada lokalisasi, jadi semoga bisa ditutup," terangnya.
Sementara Ketua Paguyuban lokalisasi Kebon Suwung Budiono mengaku, belum mengetahui rencana penutupan lokalisasi tersebut. Pihaknya akan lebih dulu mengumpulkan para penghuni lokalisasi tersebut.
"Tanggapan warga sini (lokalisasi) ya belum tahu, nanti akan kami kumpulkan dulu. Tapi kalau bisa ya jangan dulu," ujarnya.
Dijelaskan, lokalisasi tersebut ada sejak sekitar tahun 1989. Awalnya lokasi sekitar hanya tanah lapang biasa yang sepi.
"Sehingga warga tidak berani melintas lokasi ini. Karena banyak begal juga saat itu. Kemudian muncul warung-warung biasa, yang akhirnya menjadi seperti ini (lokalisasi)," jelasnya.
Setidaknya terdapat 32 warung yang juga berfungsi sebagai hunian di lokasi tersebut. Sementara pemandu lagu pada lokasi tersebut berjumlah sekitar 40 orang.
"Kebanyakan memang warga pendatang, Kebanyakan dari Pemalang. Ada juga yang berasal dari Banjarnegara. Kalau lokal sini ya dari Kesesi, Doro dan Paninggaran. Jumlahnya tidak tentu, sebab sering keluar masuk, dan kadang ada yang bawa dari luar. Kalau warga yang asli Kabupaten Pekalongan paling hanya sekitar 15 orang," ungkapnya.
Salah seorang penghuni lokalisasi sebut saja Inem (35), mengaku keberatan jika harus meninggalkan lokasi tersebut. Sebab, kebanyakan warga penghuni lokalisasi tersebut sudah memiliki anak.
"Kalau bisa jangan dulu. Sebab kebanyakan sudah punya anak. Saya sendiri sudah punya anak satu," ujarnya pemilik salah satu tempat karaoke itu.
(nag)