Warga Tolak Pabrik Mercon
A
A
A
MADIUN - Warga Jalan Jatisiwur RT 19/08, Kelurahan Demangan, Kecamatan Taman, Kota Madiun, berunjuk rasa di sekitar lingkungannya. Mereka menolak rencana pendirian pabrik kembang api tambahan di daerahnya karena khawatir rawan meledak dan mengakibatkan kebakaran.
Warga melakukan aksi pemasangan spanduk di sejumlah tempat, seperti di jalan masuk perkampungan dan plang bangunan. Intinya, tulisan mereka meminta kapolres dan wali kota agar tidak menerbitkan izin untuk pabrik yang rencananya berdiri di dekat rumah mereka itu. Seorang warga, Darmono, mengatakan, rencana kepindahan pabrik kembang api yang sebelumnya berada di RT 15 ke RT 19 membuat warga khawatir karena sewaktu-waktu bisa meledak.
Selain itu, timbul bahaya limbah dan polusi udara. Menurut Darmono, dengan aksi tersebut, warga berharap kepolisian dan pemerintah daerah tidak mengizinkan adanya penambahan pabrik kembang api. “Belum ada aktivitas saja baunya sudah menyengat. Sekitar tiga bulan lalu warga dikumpulkan dan semua tidak setuju pendirian pabrik ini. Kami sudah bilang ke kapolres, kalau didirikan pabrik roti atau yang lainnya, kami mendukung, tapi jangan kembang api karena bahaya, takut semua.
Kejadian yang sudah-sudah itu sangat mengerikan,” ujar Darmono kemarin. Senada warga lainnya, Sabarudin, menyatakan, pendirian pabrik kembang api rawan meledak. Apalagi, selama pendirian pabrik, tercatat sudah beberapa kali meledak. Bahkan, tercatat dua kali terjadi ledakan besar, yakni pada 1984 dan 1992 hingga mengakibatkan tujuh orang meregang nyawa, termasuk keluarga adik Sabarudin. “Yang jelas ini kan di tengah permukiman, ya jelas nggak boleh to.
Apalagi tahun 1992, keluarga adik saya itu meninggal bersama tujuh orang lainnya, ya akibat itu,” ungkapnya. Darmono maupun Sabarudin mengaku, sebelum pabrik kembang api di RT 19 didirikan sejak setahun silam, warga sempat dimintai izin oleh pemilik perusahaan. Namun, warga tidak setuju dan menolak untuk menandatangani perizinan.
Sampai saat ini warga Jalan Jatisiwur merasa heran karena pemilik perusahaan memiliki bukti tanda tangan tiga warga, yakni ketua RT Nugroho dan dua lainnya, Abi Misinem dan Surwinem. Padahal, ketiganya saat dimintai keterangan oleh warga tidak pernah membubuhkan tanda tangan pada kertas perizinan pendirian pabrik kembang api.
Dili eyato
Warga melakukan aksi pemasangan spanduk di sejumlah tempat, seperti di jalan masuk perkampungan dan plang bangunan. Intinya, tulisan mereka meminta kapolres dan wali kota agar tidak menerbitkan izin untuk pabrik yang rencananya berdiri di dekat rumah mereka itu. Seorang warga, Darmono, mengatakan, rencana kepindahan pabrik kembang api yang sebelumnya berada di RT 15 ke RT 19 membuat warga khawatir karena sewaktu-waktu bisa meledak.
Selain itu, timbul bahaya limbah dan polusi udara. Menurut Darmono, dengan aksi tersebut, warga berharap kepolisian dan pemerintah daerah tidak mengizinkan adanya penambahan pabrik kembang api. “Belum ada aktivitas saja baunya sudah menyengat. Sekitar tiga bulan lalu warga dikumpulkan dan semua tidak setuju pendirian pabrik ini. Kami sudah bilang ke kapolres, kalau didirikan pabrik roti atau yang lainnya, kami mendukung, tapi jangan kembang api karena bahaya, takut semua.
Kejadian yang sudah-sudah itu sangat mengerikan,” ujar Darmono kemarin. Senada warga lainnya, Sabarudin, menyatakan, pendirian pabrik kembang api rawan meledak. Apalagi, selama pendirian pabrik, tercatat sudah beberapa kali meledak. Bahkan, tercatat dua kali terjadi ledakan besar, yakni pada 1984 dan 1992 hingga mengakibatkan tujuh orang meregang nyawa, termasuk keluarga adik Sabarudin. “Yang jelas ini kan di tengah permukiman, ya jelas nggak boleh to.
Apalagi tahun 1992, keluarga adik saya itu meninggal bersama tujuh orang lainnya, ya akibat itu,” ungkapnya. Darmono maupun Sabarudin mengaku, sebelum pabrik kembang api di RT 19 didirikan sejak setahun silam, warga sempat dimintai izin oleh pemilik perusahaan. Namun, warga tidak setuju dan menolak untuk menandatangani perizinan.
Sampai saat ini warga Jalan Jatisiwur merasa heran karena pemilik perusahaan memiliki bukti tanda tangan tiga warga, yakni ketua RT Nugroho dan dua lainnya, Abi Misinem dan Surwinem. Padahal, ketiganya saat dimintai keterangan oleh warga tidak pernah membubuhkan tanda tangan pada kertas perizinan pendirian pabrik kembang api.
Dili eyato
(bbg)