Sumatera Dikenal Sejak Zaman Rasulullah SAW?

Jum'at, 17 April 2015 - 05:00 WIB
Sumatera Dikenal Sejak Zaman Rasulullah SAW?
Sumatera Dikenal Sejak Zaman Rasulullah SAW?
A A A
Di antara sejumlah pulau di Indonesia, terdapat Pulau Sumatera. Diduga, pulau tersebut dikenal sejak zaman Rasulullah SAW. Bagaimana ceritanya?

Nama Sumatera berawal dari keberadaan Kerajaan Samudera (terletak di pesisir timur Aceh).

Dimulai dengan kunjungan Ibnu Batutah, petualang asal Maroko ke negeri tersebut pada tahun 1345 yang menyebut kata Samudera menjadi Samatrah, dan kemudian menjadi Sumatra atau Sumatera.

Selanjutnya, nama ini tercantum dalam peta-peta abad ke-16 buatan Portugis, untuk dirujuk pada pulau ini, sehingga kemudian dikenal meluas sampai sekarang.

Berdasarkan sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita rakyat, nama Sumatera berarti "Pulau Emas". Istilah Pulau Ameh (bahasa Minangkabau, berarti pulau emas), kita jumpai dalam cerita Cindua Mato dari Minangkabau.

Dalam cerita rakyat Lampung tercantum nama tanoh mas untuk menyebut Pulau Sumatera.

Seorang musafir dari Tiongkok yang bernama I-tsing (634-713) yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya (Palembang sekarang) pada abad ke-7, menyebut Sumatera dengan nama chin-chou yang berarti "negeri emas".

Dalam berbagai prasasti, Sumatera disebut dalam bahasa Sansekerta dengan istilah: Suwarnadwipa ("pulau emas") atau Suwarnabhumi ("tanah emas"). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi.

Naskah Budha yang termasuk paling tua, Kitab Jataka, menceritakan pelaut-pelaut India menyeberangi Teluk Benggala ke Suwarnabhumi. Dalam cerita Ramayana dikisahkan pencarian Dewi Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa.

Para musafir Arab menyebut Sumatera dengan nama "Serendib" (tepatnya: "Suwarandib"), transliterasi dari nama Suwarnadwipa.

Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi Persia yang mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib.

Namun ada juga orang yang mengidentifikasi Serendib dengan Srilangka, yang tidak pernah disebut Suwarnadwipa.

Adalah Prof. Dr. Muhammad Syed Naquib al-Attas yang menyebutkan bahwa Pulau Sumatera dikenal oleh Rasulullah SAW semasa hidupnya. Ini tertuang dalam bukunya berjudul “Historical Fact and Fiction”.

Ilmuwan yang lahir di Bogor, 5 September 1931 adalah seorang cendekiawan dan filsuf muslim yang menguasai teologi, filsafat, metafisika, sejarah, dan literatur. Kesimpulan Al-Attas ini berdasarkan inductive methode of reasoning.

Metode ini, kata dia, bisa digunakan para pengkaji sejarah ketika sumber-sumber sejarah yang tersedia dalam jumlah yang sedikit atau sulit ditemukan, apalagi sumber-sumber sejarah Islam dan penyebaran Islam di Nusantara memang kurang.

Ada dua fakta yang digunakan untuk menyebutkan bahwa Sumatera dikenal sejak zaman Rasulullah SAW.

Pertama, bukti sejarah Hikayat Raja-Raja Pasai yang di dalamnya terdapat sebuah hadits yang menyebutkan Rasulullah SAW menyuruh para sahabat untuk berdakwah di suatu tempat bernama Samudra, yang akan terjadi tidak lama lagi di kemudian hari.

Hikayat Raja-Raja Pasai antara lain menyebutkan sebagai berikut:

“…Pada zaman Nabi Muhammad Rasul Allah Salla’llahu ‘alaihi wassalama, tatkala lagi hajat hadhrat yang maha mulia itu, maka Sabda ia pada sahabat Baginda di Mekkah, demikian Sabda Baginda: “Bahwa sepeninggalku ada sebuah negeri di atas angin Samudera namanya. Apabila ada didengar khabar negeri itu maka kami suruh engkau (sediakan) sebuah kapal membawa perkakas dan kamu bawa orang dalam negeri (itu) masuk Islam serta mengucapkan dua kalimah syahadat. Syahdan, (lagi) akan dijadikan Allah Subhanahu wata’ala dalam negeri itu terbanyak daripada segala Wali Allah jadi dalam negeri itu”

Dasarnya, tentu sangat kuat baik secara teologis maupun secara antropologis.

Menurutnya, Hamzah Fansuri, Nurruddin Ar-Raniry, Syamsuddin As-Sumatrani, Syech Abdurrauf As-singkili yang terkenal dengan nama Syeikh di Kuala atau Syiah Kuala adalah sekian di antara ulama besar Aceh yang pernah ada di zaman keemasan Kesultanan Pasai dan Kerajaan Aceh Darussalam.

Bahkan, sekian di antara Wali Songo memiliki garis hubungan pendidikan atau lulusan (alumni) yang berguru di Samudera Pasai sebagai pusat peradaban Islam Asia Tenggara, kala itu.

Bahkan, beberapa di antaranya ada yang memiliki hubungan keturunan dengan Aceh penyebar Islam di tanah Jawa.

Alasan kedua, berupa terma “kāfūr” yang terdapat di dalam Alquran. Kata ini berasal dari kata dasar “kafara” yang berarti menutupi.

Kata “kāfūr” juga merupakan nama yang digunakan bangsa Arab untuk menyebut sebuah produk alam yang dalam Bahasa Inggris disebut camphor, atau dalam Bahasa Melayu disebut dengan kapur barus.

Masyarakat Arab menyebutnya dengan nama tersebut karena bahan produk tersebut tertutup dan tersembunyi di dalam batang pohon kapur barus/pohon karas (cinnamomum camphora) dan juga karena “menutupi” bau jenazah sebelum dikubur.

Produk kapur barus yang terbaik adalah dari Fansur (Barus) sebuah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, yang terletak di pantai barat Sumatera.

Dengan demikian, tidak diragukan wilayah Nusantara lebih khusus lagi Sumatera telah dikenal oleh Rasulullah SAW dari para pedagang dan pelaut yang kembali dengan membawa produk-produk dari wilayah tersebut (Pasai) dan dari laporan tentang apa yang telah mereka lihat dan dengar tentang tempat-tempat yang telah mereka singgahi. Wallahu'alam bishawab.

Sumber :

http://www.atjehcyber.net
Islamic Studies Forum for Indonesia) Kuala Lumpur, Malaysia
http://id.wikipedia.org/wiki/Syed_Muhammad_Naquib_al-Attas
hidayatullah.com, Benarkah Nusantara telah dikenal di jaman Nabi
(Diolah dari berbagai sumber)
(lis)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3356 seconds (0.1#10.140)