Andi Pangerang Petta Rani, Pahlawan yang Terlupakan

Rabu, 12 Agustus 2015 - 04:37 WIB
Andi Pangerang Petta Rani, Pahlawan yang Terlupakan
Andi Pangerang Petta Rani, Pahlawan yang Terlupakan
A A A
MAKASSAR - Membentang dari utara hingga selatan, Jalan AP Pettarani merupakan salah satu jalur protokol atau jalan nasional yang terdapat di Kota Makassar.

Dengan ditopang oleh bangunan pertokoan, pusat perkantoran swasta maupun pemerintahan, hingga pusat perbelanjaan dan kampus, membuat denyut ekonomi berdegup kencang di jalur ini.

Apalagi posisi Jalan AP Pettarani menghubungkan beberapa jalan yang berfungsi sebagai pusat bisnis di area selatan kota seperti Jalan Boulevard, Panakukang, Hertasning dan Jalan Sultan Alauddin. Tak heran aktivitas jalan ini selalu ramai.

Namun tahukah anda jika nama Jalan AP Pettarani diambil dari nama pahlawan nasional Indonesia. Dia adalah Andi Pangerang Petta Rani atau Andi Pangerang Petta Rani Karaeng Bontonompo Arung Macege Matinroe Ri Panaikang.

Lahir pada 14 Mei 1903 dari rahim seorang wanita bernama I Batasai Daeng Taco. Ayahnya adalah seorang bangsawan bernama Andi Mappanyukki yang kemudian dikenal sebagai Raja Bone ke XXXI. Sama dengan anaknya, nama Andi Mappanyukki pun kemudian abadikan sebagai nama jalan.

Mungkin sedikit yang tahu jika Petta Rani pernah memangku jabatan sebagai Gubernur Militer Sulawesi tahun 1956 hingga 1960. Bagi warga Makassar kebanyakan, mereka hanya tahu AP Pettarani adalah nama salah satu jalan.

Sebagai bentuk penghargaan kepada Indonesia, Petta Rani pun dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Panaikang Makassar. Atas jasanya pula pemerintah setempat mengabadikan namanya sebagai nama jalan.

Namun, megahnya wajah Jalan AP Pettarani saat ini tidak sekokoh dengan rumah pribadinya yang masih berdiri di Jalan Kumala Nomor 174. Sejak didirikan pada tahun 40-an, bentuk asli rumah tersebut belum berubah sedikit pun.

Di era modern saat ini sudah sangat sulit menjumpai rumah yang masih menjadikan ubin sebagai lantainya. Namun tidak di rumah ini. Tidak hanya ubin, kayu serta desain interior rumah tersebut masih mengusung peninggalan Belanda.

Memprihatinkan, beberapa sudut rumah tampak hancur, kayu pada kusen dan daun pintu sudah lapuk di makan rayap. Langit-langit rumah yang berplafonkan tripleks pun rusak di makan usia.

Seperti itu lah wajah rumah pahlawan bangsa yang masuk sebagai Panitia Persiapan Kemerdekaan Republik Indonesia (PPKRI). Sehari-hari rumah ini dirawat dan tinggali oleh putri kelimanya yang bernama Petta Gaga.

Namun tak banyak yang bisa dilakukan oleh Petta Gaga, mengingat usianya yang sudah muda lagi, yakni 77 tahun. Jangankan merawat rumah, untuk berjalan saja dia sudah kesulitan.

Hari-harinya anak pahlawan ini lebih banyak dihabiskan dengan duduk beristirahat sembari memandangi deretan foto usang yang menjadi saksi sejarah kehadiran ayahnya sebagai pahlawan.

Baginya, sosok Petta Rani akan selalu menjadi kenangan yang membanggakan. Meskipun berstatus sebagai mantan gubernur dan menyandang berbagai jabatan strategis, tidak membuat Petta Rani dan keluarganya hidup dalam kemewahan.

Dia selalu mengajarkan anak-anaknya untuk hidup dalam kesederhanaan tanpa memandang kasta atau golongan. Hal yang juga dirasakan oleh keponakannya Andi Bau Sawah Mappanyukki.

Namun di tengah rasa bangganya, Andi menyimpan rasa kecewa kepada pemerintah yang hingga saat ini belum menunjukkan perhatiannya kepada keluarga Petta Rani.

Dia merasa sudah sepantasnya pemerintah memperhatikan nasib kediaman pribadi Petta Rani. Apalagi pamannya adalah pahlawan nasional yang telah berjasa kepada bangsa dan negara.

Sedikit cerita tentang Andi Pangerang Petta Rani. Dia hidup dalam lingkungan yang keras dan egaliter. Dia pun tumbuh menjadi anak muda yang cerdas dan cakap. Itu pula yang membawa karirnya di dunia militer dan pemerintahan meroket cepat.

Puncaknya adalah pada tahun 1956, ketika dia diangkat menjadi Gubernur Militer untuk wilayah Sulawesi di tengah suasana Indonesia yang masih kacau.

Banyak kisah yang menceritakan tentang kesederhanaan seorang Andi Pangerang Petta Rani. Seperti kebiasaannya naik becak ke tempat tujuan, meski dia masih berstatus gubernur. Dia beralasan, itu cara dia untuk mendekatkan diri dengan rakyat.

Sebagian orang malah menganggapnya sebagai God Father yang mengayomi dan lekat dengan rakyatnya. Semasa hidupnya, Andi Pangerang Petta Rani mempunyai delapan orang anak dari tiga orang istri.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6025 seconds (0.1#10.140)