8 Organisasi Penghayat Kepercayaan di Jateng Bubarkan Diri, Muncul 10 yang Baru
loading...
A
A
A
SEMARANG - Tim Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Aliran Keagamaan dalam Masyarakat (PAKEM) Jateng menyebut ada 8 organisasi penghayat kepercayaan membubarkan diri.
“Organisasi itu pernah ada, tetapi kemudian tidak aktif atau membubarkan diri,” ungkap Sekretaris Tim KoordinasiPAKEM Tingkat Provinsi Jateng Fardhiyan Affandi, Minggu (15/1/2023).
Masing-masing nama organisasi penghayat yang membubarkan diri pada 2022 yakni Anak Cucu Bandha Yuda (Cilacap), Hidayat Jati (Tuntunan Yang Benar) Ronggowarsito (Kebumen), Kawruh Guru Sejati Kawedar (Blora), Kawruh Urip Sejati (Blora), Kekayun alias Kekadangan Kayuwanan (Blora), Langgeng Suci (Pekalongan), Paguyuban Mudha Darma Indonesia (Magelang) dan Sastro Cetha (Pati).
Sementara pada periode yang sama, ada 10 organisasi aktif atau baru namun belum ada nomor inventarisnya. Masing-masing 3 di Blora yakni Paguyuban Silat Roh Jati Kembang, Paguyuban Liman Seto, Paguyuban Kerukunan Sedulur Sikep.
Selanjutnya ada 3 di Kebumen; Paguyuban Pancasila, Paguyuban Budaya Bangsa, Resi Sangga Buana alias Mapan. Dua organisasi di Semarang yakni Yayasan Prana Jati dan Manengku.
Sementara 2 lainnya ada di Klaten yakni Kawruh Hono dan di Banyumas yakni organisasi penghayat Kejawen Kalitanjung.
Pada periode yang sama, hingga akhir 2022 terdapat 56 organisasi penghayat tingkat pusat di Jateng sementara untuk tingkat cabang di Jateng jumlahnya 54 organisasi.
Fadhiyan menambahkan, sepengetahuannya aktivitas warga anggota penghayat di Jateng secara umum tidak ada yang berbenturan dengan warga masyarakat lainnya.
“Ajaran mereka sesuai dengan nilai-nilai luhur kebudayaan asli Indonesia, tidak mencampuradukkan dengan ajaran agama,” ungkap Fardhiyan yang juga menjabat Kepala Seksi B (Sosial, Budaya dan Kemasyarakatan) pada Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Jateng itu.
Berdasarkan data tahun 2022 jumlah penduduk penghayat kepercayaan di Jateng yang sudah ber-KTP jumlah jiwa dalam database sebanyak 9.770. Dari jumlah itu, 2.203 di antaranya sudah menuliskan Penghayat pada kolom agama e-KTP mereka.
Perlu Guru Khusus
Adanya masyarakat penghayat di Jateng ini tentu punya dinamika tersendiri. Salah satunya terkait pendidikan. Di Provinsi Jateng belum ada guru-guru khusus yang mengampu mata pelajaran penghayat, baik di tingkatan SD hingga SMA/Sederajat.
“Jadi ketika ada pelajaran agama, mereka tidak mendapatkan pelajaran seperti yang mereka anut,” lanjut Fardhiyan.
Fenomena ini, menurut Fardhiyan, tentunya membuat anak-anak Penganut Penghayat di Jateng ketika mata pelajaran agama cukup kesulitan untuk mengikuti ajaran/kepercayaan yang mereka anut.
“Biasanya mereka belajar dengan berkelompok,” sambungnya.
Bidang pendidikan, bukan satu-satunya yang menjadi kesulitan bagi mereka para penghayat. Soal pekerjaan juga disoroti. Fardhiyan menyebut masyarakat penghayat kerap kesulitan ketika harus mengisi kolom agama pada berkas pendaftaran. Dinamika lainnya adalah perihal pemakaman.
“Sebab itu, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Jateng dapat menyediakan lahan/tanah tempat pemakaman khusus bagi warga penghayat,” sambung Fardhiyan.
Fardhiyan menyebut hak-hak warga penghayat di Jateng tentunya harus sama dengan warga pada umumnya. “Sebab mereka kan tetap WNI (statusnya),” ucap Fardhiyan.
Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jateng, Uswatun Hasanah mengatakan untuk memberikan layanan pelajaran penghayat sudah ditetapkan pembimbing yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Kemendikbud bekerja sama dengan Majelis Luhur Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI).
“Guru khusus mapel yang dimaksud (penghayat) belum ada, baik ASN PNS maupun P3K, namanya penyuluh (Penyuluh Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa),” ujar Uswatun.
“Organisasi itu pernah ada, tetapi kemudian tidak aktif atau membubarkan diri,” ungkap Sekretaris Tim KoordinasiPAKEM Tingkat Provinsi Jateng Fardhiyan Affandi, Minggu (15/1/2023).
Masing-masing nama organisasi penghayat yang membubarkan diri pada 2022 yakni Anak Cucu Bandha Yuda (Cilacap), Hidayat Jati (Tuntunan Yang Benar) Ronggowarsito (Kebumen), Kawruh Guru Sejati Kawedar (Blora), Kawruh Urip Sejati (Blora), Kekayun alias Kekadangan Kayuwanan (Blora), Langgeng Suci (Pekalongan), Paguyuban Mudha Darma Indonesia (Magelang) dan Sastro Cetha (Pati).
Sementara pada periode yang sama, ada 10 organisasi aktif atau baru namun belum ada nomor inventarisnya. Masing-masing 3 di Blora yakni Paguyuban Silat Roh Jati Kembang, Paguyuban Liman Seto, Paguyuban Kerukunan Sedulur Sikep.
Selanjutnya ada 3 di Kebumen; Paguyuban Pancasila, Paguyuban Budaya Bangsa, Resi Sangga Buana alias Mapan. Dua organisasi di Semarang yakni Yayasan Prana Jati dan Manengku.
Sementara 2 lainnya ada di Klaten yakni Kawruh Hono dan di Banyumas yakni organisasi penghayat Kejawen Kalitanjung.
Pada periode yang sama, hingga akhir 2022 terdapat 56 organisasi penghayat tingkat pusat di Jateng sementara untuk tingkat cabang di Jateng jumlahnya 54 organisasi.
Fadhiyan menambahkan, sepengetahuannya aktivitas warga anggota penghayat di Jateng secara umum tidak ada yang berbenturan dengan warga masyarakat lainnya.
“Ajaran mereka sesuai dengan nilai-nilai luhur kebudayaan asli Indonesia, tidak mencampuradukkan dengan ajaran agama,” ungkap Fardhiyan yang juga menjabat Kepala Seksi B (Sosial, Budaya dan Kemasyarakatan) pada Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Jateng itu.
Berdasarkan data tahun 2022 jumlah penduduk penghayat kepercayaan di Jateng yang sudah ber-KTP jumlah jiwa dalam database sebanyak 9.770. Dari jumlah itu, 2.203 di antaranya sudah menuliskan Penghayat pada kolom agama e-KTP mereka.
Perlu Guru Khusus
Adanya masyarakat penghayat di Jateng ini tentu punya dinamika tersendiri. Salah satunya terkait pendidikan. Di Provinsi Jateng belum ada guru-guru khusus yang mengampu mata pelajaran penghayat, baik di tingkatan SD hingga SMA/Sederajat.
“Jadi ketika ada pelajaran agama, mereka tidak mendapatkan pelajaran seperti yang mereka anut,” lanjut Fardhiyan.
Fenomena ini, menurut Fardhiyan, tentunya membuat anak-anak Penganut Penghayat di Jateng ketika mata pelajaran agama cukup kesulitan untuk mengikuti ajaran/kepercayaan yang mereka anut.
“Biasanya mereka belajar dengan berkelompok,” sambungnya.
Bidang pendidikan, bukan satu-satunya yang menjadi kesulitan bagi mereka para penghayat. Soal pekerjaan juga disoroti. Fardhiyan menyebut masyarakat penghayat kerap kesulitan ketika harus mengisi kolom agama pada berkas pendaftaran. Dinamika lainnya adalah perihal pemakaman.
“Sebab itu, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Jateng dapat menyediakan lahan/tanah tempat pemakaman khusus bagi warga penghayat,” sambung Fardhiyan.
Fardhiyan menyebut hak-hak warga penghayat di Jateng tentunya harus sama dengan warga pada umumnya. “Sebab mereka kan tetap WNI (statusnya),” ucap Fardhiyan.
Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jateng, Uswatun Hasanah mengatakan untuk memberikan layanan pelajaran penghayat sudah ditetapkan pembimbing yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Kemendikbud bekerja sama dengan Majelis Luhur Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI).
“Guru khusus mapel yang dimaksud (penghayat) belum ada, baik ASN PNS maupun P3K, namanya penyuluh (Penyuluh Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa),” ujar Uswatun.
(shf)