Zona Tangkap dan Solar Dibatasi, Nelayan Natuna Mengadu ke DPRD
loading...
A
A
A
NATUNA - Kebijakan pembatasan zona tangkap ikan dan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar diprotes nelayan di Natuna, Kepulauan Riau (Kepri.) Mereka mengadukan pembatasan yang dinilai merugikan itu ke DPRD Natuna.
Pembatasan zona tangkap serta pembatasan solar diatur dalam Surat Tanda Daftar Kapal Perikanan (TDKP) oleh UPT Dinas Kelautan dan Perikanan Natuna.
"Permasalahan ini bermula dari nelayan Sedanau pada saat melakukan penangkapan ikan dilarang menangkap dengan batas dua sampai dengan 12 mil," ungkap Ketua Aliansi Nelayan Natuna, Hendri saat dengar pendapat dengan Komisi II DPRD Natuna di kantor DPRD Natuna dikutip Kamis (5/1/2023).
Surat TDKP tersebut juga melarang nelayan tradisional untuk melaut lebih dari 12 mil sebagaimana biasa mereka beroperasi biasanya.
"Sementara di Natuna tidak ada nelayan yang beroperasi di bawah 12 mil," ujar Hendri mengungkapkan.
Aturan dalam Surat TDKP berimbas kepada nelayan dengan kuota BBM yang berkurang, dan berujung meningkatnya angka pengangguran di Natuna.
"Kami menjelaskan bahwasanya terkait dengan TDKP tersebut apabila nelayan ada yang melebihi zona tangkap serta bersentuhan dan bermasalah dengan nelayan centrang itu menjadi dasar hukum mereka untuk mengusir nelayan lokal," tegasnya.
Karena itu, pihaknya meminta Menteri Kelautan dan Perikanan mencabut poin larangan atau pembatasan zona tangkap bagi nelayan tradisional Natuna di wilayah laut Natuna hingga Laut Natuna utara.
Hal itu sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan Perikanan (Permen KP) nomor 18 2021.
"Permen KP itu memang menjelaskan bahwa peraturan tersebut membatasi zona tangkap nelayan Pancing Tonda, permintaan kami dari nelayan, dalam kebijakan TDKP juga tidak dibunyikan itu dan kami memohon untuk peraturan yang di Permen KP juga demikian," katanya.
Sedangkan perwakilan Nelayan Natuna, Budiakin menyampaikan bahwa pada saat sosialisasi terkait Permen KP kepada nelayan tidak disebutkan poin larangan.
"Kami ingin mendapatkan solusi dari persoalan yang kami hadapi tentang penerbitan TDKP yang dapat merugikan nelayan yaitu adanya pembatasan zona tangkap dan pembatasan bahan bakar," pinta Budiakin.
Sedangkan Ketua Komisi II DPRD Natuna, Marzuki, mengatakan fokus permasalahan nelayan Natuna saat ini adalah terkait penerbitan Surat TDKP jalur penangkapan untuk nelayan pancing tonda serta kepengurusan pass besar.
"Dengan rapat ini saya mengharapkan penyampaian para nelayan dengan kepala dingin dan hati sejuk karena DPRD akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah serta para dinas terkait atas keluhan atau permasalahan masyarakat nelayan di Natuna, khususnya terkait TDKP," janji.
Sementara itu, Plh Kepala UPT Cabang Dinas Kelautan Perikanan Natuna Provinsi Kepri, Febriyadi yang turut hadir dalam pertemuan tersebut mengatakan Permen KP menyebutkan peraturan terkait dengan pembatasan zona tangkap nelayan pancing tonda di wilayah perairan laut lepas.
"Kami akan menyampaikan kepada kepala cabang terkait dengan TDKP dan keluhan dari masyarakat nelayan Natuna untuk tidak dibunyikan peraturan terkait zona tangkap nelayan pancing tonda," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang Pengelola Perikanan Tangkap Dinas Perikanan Kabupaten Natuna, Wan Mansur mengatakan Permen KP nomor 18 tahun 2021 masih menunggu analisis terkait jalur tangkap.
"Kami masih menunggu apa analisis dari peraturan pembatasan jalur penangkapan tersebut. Kami dari Dinas Perikanan Kabupaten mungkin hanya bisa menyurati untuk kejelasan terkait dengan keluhan masyarakat atas peraturan tersebut," ujarnya.
Pembatasan zona tangkap serta pembatasan solar diatur dalam Surat Tanda Daftar Kapal Perikanan (TDKP) oleh UPT Dinas Kelautan dan Perikanan Natuna.
"Permasalahan ini bermula dari nelayan Sedanau pada saat melakukan penangkapan ikan dilarang menangkap dengan batas dua sampai dengan 12 mil," ungkap Ketua Aliansi Nelayan Natuna, Hendri saat dengar pendapat dengan Komisi II DPRD Natuna di kantor DPRD Natuna dikutip Kamis (5/1/2023).
Surat TDKP tersebut juga melarang nelayan tradisional untuk melaut lebih dari 12 mil sebagaimana biasa mereka beroperasi biasanya.
"Sementara di Natuna tidak ada nelayan yang beroperasi di bawah 12 mil," ujar Hendri mengungkapkan.
Aturan dalam Surat TDKP berimbas kepada nelayan dengan kuota BBM yang berkurang, dan berujung meningkatnya angka pengangguran di Natuna.
"Kami menjelaskan bahwasanya terkait dengan TDKP tersebut apabila nelayan ada yang melebihi zona tangkap serta bersentuhan dan bermasalah dengan nelayan centrang itu menjadi dasar hukum mereka untuk mengusir nelayan lokal," tegasnya.
Karena itu, pihaknya meminta Menteri Kelautan dan Perikanan mencabut poin larangan atau pembatasan zona tangkap bagi nelayan tradisional Natuna di wilayah laut Natuna hingga Laut Natuna utara.
Hal itu sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan Perikanan (Permen KP) nomor 18 2021.
"Permen KP itu memang menjelaskan bahwa peraturan tersebut membatasi zona tangkap nelayan Pancing Tonda, permintaan kami dari nelayan, dalam kebijakan TDKP juga tidak dibunyikan itu dan kami memohon untuk peraturan yang di Permen KP juga demikian," katanya.
Sedangkan perwakilan Nelayan Natuna, Budiakin menyampaikan bahwa pada saat sosialisasi terkait Permen KP kepada nelayan tidak disebutkan poin larangan.
"Kami ingin mendapatkan solusi dari persoalan yang kami hadapi tentang penerbitan TDKP yang dapat merugikan nelayan yaitu adanya pembatasan zona tangkap dan pembatasan bahan bakar," pinta Budiakin.
Sedangkan Ketua Komisi II DPRD Natuna, Marzuki, mengatakan fokus permasalahan nelayan Natuna saat ini adalah terkait penerbitan Surat TDKP jalur penangkapan untuk nelayan pancing tonda serta kepengurusan pass besar.
"Dengan rapat ini saya mengharapkan penyampaian para nelayan dengan kepala dingin dan hati sejuk karena DPRD akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah serta para dinas terkait atas keluhan atau permasalahan masyarakat nelayan di Natuna, khususnya terkait TDKP," janji.
Sementara itu, Plh Kepala UPT Cabang Dinas Kelautan Perikanan Natuna Provinsi Kepri, Febriyadi yang turut hadir dalam pertemuan tersebut mengatakan Permen KP menyebutkan peraturan terkait dengan pembatasan zona tangkap nelayan pancing tonda di wilayah perairan laut lepas.
"Kami akan menyampaikan kepada kepala cabang terkait dengan TDKP dan keluhan dari masyarakat nelayan Natuna untuk tidak dibunyikan peraturan terkait zona tangkap nelayan pancing tonda," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang Pengelola Perikanan Tangkap Dinas Perikanan Kabupaten Natuna, Wan Mansur mengatakan Permen KP nomor 18 tahun 2021 masih menunggu analisis terkait jalur tangkap.
"Kami masih menunggu apa analisis dari peraturan pembatasan jalur penangkapan tersebut. Kami dari Dinas Perikanan Kabupaten mungkin hanya bisa menyurati untuk kejelasan terkait dengan keluhan masyarakat atas peraturan tersebut," ujarnya.
(shf)