Terungkap! Alasan Jawa Barat Minim Peninggalan Candi Zaman Kerajaan

Minggu, 04 Desember 2022 - 07:00 WIB
loading...
Terungkap! Alasan Jawa...
Pulau Jawa bagian barat memiliki sejumlah kerajaan besar di masanya. Tercatat selain Kerajaan Sunda, sesepuhnya tentu Kerajaan Tarumanagara yang menjadi cikal bakal Kerajaan Sunda.
A A A
Pulau Jawa bagian barat memiliki sejumlah kerajaan besar di masanya. Tercatat selain Kerajaan Sunda , sesepuhnya tentu Kerajaan Tarumanagara yang menjadi cikal bakal Kerajaan Sunda. Jangan lupakan Kerajaan Galuh hingga Kerajaan Pajajaran yang terkenal dengan Prabu Siliwangi-nya.

Meski demikian menariknya dari sekian banyak kerajaan itu, wilayah Jawa bagian barat yang kini masuk provinsi Jawa Barat tidak memiliki banyak candi dibandingkan dengan Jawa Tengah apalagi Jawa Timur. Beragam analisis muncul mengapa candi-candi tidak terlalu dibangun di Jawa Barat.

Sejarawan Krom pada bukunya Het Oude Java en Zijn Kunst yang dikutip kembali oleh Anwar Sanusi, langkanya prasasti di Jawa Barat dikarenakan di daerah ini tidak ada raja merdeka.

Baca juga: Mulai Beroperasi, KA Blambangan Layani Rute Semarang-Surabaya hingga Banyuwangi

Jawa Barat, menurut Krom sebagaimana ditulis pada buku "Melacak Sejarah Pakuan Pajajaran dan Prabu Siliwangi", dari Saleh Danasasmita, dijajah bergantian oleh Sriwijaya, Singasari, Majapahit, dan Mataram. Alhasil, Krom berteori bahwa keberadaan prasasti merupakan tanda ada atau tidaknya kerajaan yang merdeka.

Sementara itu teori lain muncul dari Wertheim yang menyatakan, masyarakat Jawa Barat termasuk dalam tipe masyarakat ladang, sedangkan masyarakat Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bali tergolong masyarakat sawah.

Bangunan masyarakat yang berbeda tentu saja akan menghasilkan corak kebudayaan yang berbeda, bahkan perkembangan sejarahnya pun boleh jadi berlainan. Hampir dapat dipastikan bahwa masyarakat Pajajaran pada umumnya adalah masyarakat ladang, masyarakat huma.

Dimana ciri masyarakat ladang sebagaimana di masyarakat Jawa Barat mulai dari kerap tinggal berpencar sesuai dengan ladang yang sedang digarapnya. Akibatnya, sifat masyarakat ladang cen- derung lebih individual dan lebih percaya pada kemampuan diri sendiri.

Berbeda dengan masyarakat sawah yang bekerja hanya sampai waktu pecat sawed (menjelang dhuhur atau tengah hari), masyarakat ladang bekerja hingga sore, bekerja hampir seharian penuh. Akibatnya, hubungan dengan tetangga agak renggang dan jarang, karena letak yang berjauhan.

Dengan demikian, dapat dimaklumi jika di dalam masyarakat ladang perkembangan bahasa kurang pesat dan kurang luas sebagaimana di dalam masyarakat sawah yang kehidupannya terikat oleh sawah dan selamanya tinggal di kampung (berkumpul).

Masyarakat ladang tidak kenal terhadap pemujaan leluhur dalam wujud pemeliharaan makam. Hingga kini di tidak ada kompleks makam, walaupun dalam hubungannya dengan kepercayaannya mereka menguburkan mayat sebagaimana di tempat lain.

Kuburan baru hanya dicirikan oleh pohon hanjuang (sejenis pohon perdu yang biasa ditanam di makam atau di halaman rumah) hingga hari keempat puluh. Lewat waktu itu, tanah kuburan yang bersangkutan dianggap tanah biasa kembali.

Memang di Jawa Barat terdapat candi seperti Candi Cangkuang, tetapi secara keseluruhan dari sisi kuantitas jumlahnya kalah dibanding Jawa Tengah dan Jawa Timur. Meski perkembangan Hinduisme cukup pesat di Jawa Barat, tetapi tampaknya ada ketidakcocokan dengan pola budaya yang ada.

Maka cangkokan candi di Jawa Barat tidak bisa berkembang dengan baik. Di Jawa Tengah-lah candi bisa tumbuh dengan baik, yang diawali dengan pembangunan candi - candi di kompleks Dieng.

Raja-raja di Jawa Barat tampaknya lebih memilih mengabadikan momen dengan membuat prasasti - prasasti. Prasasti itu pun kebanyakan bersifat langsung dan lugas, tidak berbumbu - bumbu atau bertele-tele dan tidak menggunakan mantera atau istilahnya sekarang to the point.

Catatan sejarah di tanah Jawa Barat pun memperlihatkan bagaimana raja-raja termahsyur seperti Wastu Kancana dan Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi memilih tidak membangun candi sebagai bentuk fisik, namun cukup dengan prasasti.
(msd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1555 seconds (0.1#10.140)