Riwayat Putri Raden Wijaya Menumpas 2 Pemberontakan di Majapahit

Kamis, 01 Desember 2022 - 05:05 WIB
loading...
Riwayat Putri Raden Wijaya Menumpas 2 Pemberontakan di Majapahit
Gerbang Kerajaan Majapahit. Foto: Istimewa
A A A
RADEN Wijaya mangkat pada 1309 dan digantikan oleh Jayanegara sebagai raja kedua Majapahit. Saat itu, usia Jayanegara baru 15 tahun. Dia dipilih menggantikan Raden Wijaya karena statusnya sebagai putra sulung.

Sebelumnya, dia juga telah dinobatkan sebagai raja muda atau yuwaraja, di Kediri, sejak 1295. Jayanegara memiliki dua orang saudara perempuan, bernama Tribhuwanatunggadewi dan Dyah Wiyat Rajadewi.

Tribhuwanatunggadewi kemudian diangkat menjadi raja putri atau rani di Kahuripan. Sedangkan Dyah Wiyat Rajadewi diangkat sebagai rani di Daha. Kedua wilayah itu merupakan bawahan atau vassal Kerajaan Majapahit.



Selama memimpin Majapahit, Jayanegara menghadapi sejumlah pemberontakan. Mulai dari pemberontakan Nambi yang dipimpin oleh mantan patih ayahnya, pada 1316. Lalu pemberontakan Semi, pada 1318.

Yang terburuk adalah pemberontakan Kuti, pada 1319. Pemberontakan Kuti nyaris merobohkan Kerajaan Majapahit.

Sembilan tahun setelah pemberontakan Kuti, terjadi peristiwa Tanca. Peristiwa ini terjadi karena ulah Jayanegara yang tidak senonoh kepada kedua adik perempuannya, Tribhuwanatunggadewi dan Dyah Wiyat Rajadewi.

Jayanegara ingin menikahi keduanya. Padahal, mereka saudara satu ayah lain ibu. Untuk mencapai maksudnya itu, Jayanegara melarang kedua saudara perempuannya itu berhubungan dengan pemuda lain.



Perbuatan tidak senonoh Jayanegara sebenarnya telah berlangsung cukup lama. Namun, ditutupi pihak istana.

Peristiwa tersebut akhirnya terdengar oleh istri dharmaputra Ra Tanca dan diberitahukan kepada suaminya yang saat itu menjadi tabib istana. Ra Tanca juga mengadu kepada Gajah Mada, tetapi ditanggapi dingin saja.

Kisah ini diceritakan dalam kitab Pararaton. Dikisahkan, bahwa setelah itu Jayanegara menderita sakit bisul, hingga harus menjalani operasi. Namun, karena jimat yang dimilikinya pisau bedah tidak mampu merobek tubuhnya.

Operasi baru bisa dijalankan setelah Jayanegara melepaskan jimatnya. Kesempatan ini dimanfaatkan Ra Tanca untuk menikam Jayanegara hingga tewas. Ra Tanca pun akhirnya dibunuh oleh Gajah Mada.



Pararaton mencatat, peristiwa itu terjadi pada tahun 1250 Tj atau sekitar 1328. Kemudian, Jayanegara dicandikan di Kapopongan, dengan nama Srenggapura, dan arcanya di Antawulan. Jayanegara menjadi raja selama 19 tahun.

Tewasnya Jayanegara membebaskan kedua saudaranya Tribhuwanatunggadewi dan Dyah Wiyat Rajadewi. Saat itu, keduanya sudah menjadi perawan tua atau kasep. Namun, keduanya tetap terlihat cantik dan mempesona.

Tribhuwanatunggadewi akhirnya menikah dengan Raja Singhasari Kertawerdhana, putra Cakradara. Sedangkan Dyah Wiyat Rajadewi menikah dengan Raja Wengker, Wijayarasaja. Keduanya pun hidup bahagia.

Dengan mangkatnya Jayanegara, maka kekuasaan Majapahit diserahkan kembali kepada istri-istri Raden Wijaya. Namun, sejak Jayanegara menjadi raja, istri-istri Raden Wijaya tidak pernah terdengar beritanya lagi.



Saat itu, yang masih terdengar kabar beritanya hanya Gayatri atau Rajapatni yang merupakan ibu kandung dari Tribhuwanatunggadewi dan Dyah Wiyat Rajadewi. Harusnya, kekuasaan diserahkan kepada Gayatri.

Tetapi, Gayatri mundur dari kekuasaan dan memilih untuk menjadi biksuni. Sebagai gantinya, Gayatri menunjuk putrinya Tribhuwanatunggadewi menjadi ratu yang memimpin Majapahit, pada 1328.

Gelar Tribhuwanatunggadewi adalah Sri Tribhuwanatunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani, seperti tertuang dalam Piagam Berumbung yang dikeluarkan satu tahun setelah mangkatnya Jayanegara, pada 1329.

Dengan demikian, Tribhuwanatunggadewi merupakan raja wanita pertama Majapahit dan ketiga setelah Jayanegara.



Sementara itu, menurut kitab Nagarakretagama, Tribhuwanatunggadewi naik takhta kerajaan atas perintah ibunya pada 1329 M, menggantikan Jayanegara yang meninggal pada 1328.

Kepemimpinan Tribhuwanatunggadewi di Majapahit juga tidak lepas dari pemberontakan. Namun, dia berhasil memadamkan api pemberontakan itu. Dia menumpas pemberontakan di Sadeng dan Keta, pada 1331 M.

Pada 1334, Tribhuwanatunggadewi melahirkan anak ketiganya yang diberi nama Hayam Wuruk. Kelahiran sang anak disambut dengan letusan Gunung Kampud atau Gunung Kelud. Kelak, Hayam Wuruk menjadi Raja Majapahit.

Dua anak Tribhuwanatunggadewi lainnya adalah Bhre Lasem dan Bhre Pajang. Keduanya adalah perempuan.



Setelah menumpas pemberontakan Sadeng dan Keta, Tribhuwanatunggadewi mengeluarkan prasasti Camunda. Selama pemerintahannya, Tribhuwanatunggadewi juga berhasil memperluas wilayah Majapahit.

Dalam berita Tiongkok tahun 1349, pada masa itu Jawa telah memiliki penduduk yang cukup padat dengan tanah yang sangat subur. Penghasilan utamanya adalah padi, lada, garam, kain, dan buruan kakak tua.

Pada masa itu, Majapahit juga telah memiliki mata uang sendiri. Mata uangnya terbuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam dan tembaga. Banyak negara tetangga yang mengakui kedaulatan Kerajaan Majapahit.

Pada 1350, ibunda Tribhuwanatunggadewi mangkat. Dengan meninggalnya Gayatri, maka berakhir kepemimpinan Tribhuwanatunggadewi. Selanjutnya, tampuk kekuasaan diserahkan kepada Hayam Wuruk, pada 1351.

Sumber tulisan:
1. Mulyono Atmosiswartoputra, Perempuan-Perempuan Pengukir Sejarah, Bhuana Ilmu Populer, 2018.
2. Otto Sukatno, dan Untung Mulyono, Pararaton: Kerajaan Tumapel (Singhasari) dan Majapahit, Nusamedia, 2021.
(san)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1498 seconds (0.1#10.140)