Sebulan Berlalu, Korban Tragedi Kanjuruhan Masih Sakit dan Harus Bayar Biaya Perawatan
loading...
A
A
A
MALANG - Luka yang dialami para korban Tragedi Kanjuruhan belum juga hilang. Dari sekian banyak suporter Aremania yang terluka, salah satunya Mario Tegarsyah (19).
Kaki kanan Mario masih terlihat luka robek. Bahkan saat berjalan pelajar kelas XII SMK Tumapel Malang ini masih tampak kesulitan dan pincang.
Mario menyatakan, kakinya yang luka itu terjepit pagar di Stadion Kanjuruhan saat malam – malam nahas itu. Saat itu, ia bersama sembilan temannya melihat pertandingan Arema FC vs Persebaya di tribun 12 di bagian selatan.
“Saya itu tergantung ke pagar, dengan posisi kaki itu nancep ke besi pagarnya selama tiga jam lamanya,” ucap Mario ditemui di rumahnya, pada Kamis petang (3/11/2022).
Saat tergantung ke pagar itulah, beruntung pagar dari besi roboh sehingga membuat kakinya bisa terlepas dan menyelamatkan diri, usai ia berteriak meminta tolong. Namun derita Mario ternyata tak cuma sampai di sana, benturan besi dan kakinya cukup parah sehingga divonis menembus bagian tulang. “Kata dokter tulangnya ada yang retak, sempat sesak napas juga kena gas air mata, sempat susah napas,” kata dia.
Pasca kejadian ia tidak memeriksakan diri ke rumah sakit, ia hanya diantar keluarganya ke bidan di daerah Sukun untuk dilakukan perawatan. Di bidan tersebut, keluarganya juga harus merogoh kocek pribadi sebesar Rp 450 ribu untuk perawatan di lukanya, belum termasuk biaya kontrol.
“Sebelumnya dijahit di bidan Sukun, habis 250 ribu, dua hari sekali harus kontrol bayar 100 ribu, di rumah sakit ditarik Rp 480 ribu periksa sekali. Sudah melakukan pendataan tapi tetap ditarik, sudah bilang korban tragedi Kanjuruhan tetap ditarik,” bebernya.
Dirinya mengungkapkan sudah dilakukan pendataan, tetapi pengakuannya tak ada surat keterangan atau surat pengantar dari dinas kesehatan untuk dirinya yang menyatakan sebagai korban tragedi Kanjuruhan. Padahal ia sudah mendapat surat pengantar dari RT RW setempat yang menyatakan ia memang korban dari tragedi Kanjuruhan.
Hal itulah yang membuat keluarga memutuskan tidak melakukan operasi sesuai saran dari dokter di RST Soepraoen Malang, dikarenakan ketiadaan biaya. “Sama keluarga nggak diizinkan operasi, berobat jalan saja katanya,” ungkapnya.
Ia hanya mengobati lukanya dengan cairan yang diberikan dari bidan dan rumah sakit setelah mandi. Bahkan hingga kini dirinya juga masih sempat merasakan sesak napas dan kesulitan bernapas secara normal.
“Luka dibersihkan setiap hari, pakai kayak cairan obat infus itu,” tuturnya.
Luka yang masih belum sembuh juga membuat Mario tak bisa sekolah dengan nyaman. Ia kerap kali izin untuk melakukan perawatan luka dan saat luka di kaki kanannya kambuh. Padahal ia merupakan siswa kelas XII yang tahun depan bakal mengikuti asesmen kelulusan.
“Sering nggak masuk izin, dua hari sekali kontrol ke sini ke sini. Belum lagi sampai saat ini masih sulit tidur kalau malam, selalu terbayang – bayang, baru bisa tidur itu jam pagi,” jelasnya.
Kini ia berharap tragedi Kanjuruhan Malang bisa diusut setuntas – tuntasnya. Apalagi ini sudah sebulan baru enam tersangka yang dinyatakan bersalah oleh penyidik kepolisian Polda Jawa Timur.
Kaki kanan Mario masih terlihat luka robek. Bahkan saat berjalan pelajar kelas XII SMK Tumapel Malang ini masih tampak kesulitan dan pincang.
Mario menyatakan, kakinya yang luka itu terjepit pagar di Stadion Kanjuruhan saat malam – malam nahas itu. Saat itu, ia bersama sembilan temannya melihat pertandingan Arema FC vs Persebaya di tribun 12 di bagian selatan.
“Saya itu tergantung ke pagar, dengan posisi kaki itu nancep ke besi pagarnya selama tiga jam lamanya,” ucap Mario ditemui di rumahnya, pada Kamis petang (3/11/2022).
Saat tergantung ke pagar itulah, beruntung pagar dari besi roboh sehingga membuat kakinya bisa terlepas dan menyelamatkan diri, usai ia berteriak meminta tolong. Namun derita Mario ternyata tak cuma sampai di sana, benturan besi dan kakinya cukup parah sehingga divonis menembus bagian tulang. “Kata dokter tulangnya ada yang retak, sempat sesak napas juga kena gas air mata, sempat susah napas,” kata dia.
Pasca kejadian ia tidak memeriksakan diri ke rumah sakit, ia hanya diantar keluarganya ke bidan di daerah Sukun untuk dilakukan perawatan. Di bidan tersebut, keluarganya juga harus merogoh kocek pribadi sebesar Rp 450 ribu untuk perawatan di lukanya, belum termasuk biaya kontrol.
“Sebelumnya dijahit di bidan Sukun, habis 250 ribu, dua hari sekali harus kontrol bayar 100 ribu, di rumah sakit ditarik Rp 480 ribu periksa sekali. Sudah melakukan pendataan tapi tetap ditarik, sudah bilang korban tragedi Kanjuruhan tetap ditarik,” bebernya.
Dirinya mengungkapkan sudah dilakukan pendataan, tetapi pengakuannya tak ada surat keterangan atau surat pengantar dari dinas kesehatan untuk dirinya yang menyatakan sebagai korban tragedi Kanjuruhan. Padahal ia sudah mendapat surat pengantar dari RT RW setempat yang menyatakan ia memang korban dari tragedi Kanjuruhan.
Hal itulah yang membuat keluarga memutuskan tidak melakukan operasi sesuai saran dari dokter di RST Soepraoen Malang, dikarenakan ketiadaan biaya. “Sama keluarga nggak diizinkan operasi, berobat jalan saja katanya,” ungkapnya.
Ia hanya mengobati lukanya dengan cairan yang diberikan dari bidan dan rumah sakit setelah mandi. Bahkan hingga kini dirinya juga masih sempat merasakan sesak napas dan kesulitan bernapas secara normal.
“Luka dibersihkan setiap hari, pakai kayak cairan obat infus itu,” tuturnya.
Luka yang masih belum sembuh juga membuat Mario tak bisa sekolah dengan nyaman. Ia kerap kali izin untuk melakukan perawatan luka dan saat luka di kaki kanannya kambuh. Padahal ia merupakan siswa kelas XII yang tahun depan bakal mengikuti asesmen kelulusan.
“Sering nggak masuk izin, dua hari sekali kontrol ke sini ke sini. Belum lagi sampai saat ini masih sulit tidur kalau malam, selalu terbayang – bayang, baru bisa tidur itu jam pagi,” jelasnya.
Kini ia berharap tragedi Kanjuruhan Malang bisa diusut setuntas – tuntasnya. Apalagi ini sudah sebulan baru enam tersangka yang dinyatakan bersalah oleh penyidik kepolisian Polda Jawa Timur.
(nic)