Indonesia Target Kurangi Sampah Plastik hingga 70 Persen pada 2025
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia. Untuk mengatasi pencemaran laut oleh sampah plastik, pemerintah mematok target mengurangi pembuangan sampah plastik ke laut hingga 70 persen pada 2025.
"Untuk itu, dibutuhkan kerja sama serta komitmen dari semua pihak untuk mewujudkannya," ungkap Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Nani Hendriarti dalam jumpa pers bertajuk "Penanganan Sampah Laut: Dari Bali untuk Indonesia" yang berlangsung secara daring, Rabu (26/10/2022).
Nani mengatakan bahwa isu sampah plastik bukan hanya masalah Indonesia, tetapi sudah menjadi isu global dan menjadi perhatian semua negara. Sebab, dampaknya bukan hanya pada perairan, tetapi juga terhadap ekosistem perairan dan kesehatan manusia.
Menurut Nani, dari 10 juta metrik ton sampah yang masuk ke laut, 10 persen berdampak pada penyebaran yang disebut lintas batas. "Data riset untuk Indonesia yang dilakukan oleh LIPI yang melibatkan kemitraan dari periset lain menunjukkan kebocoran sampah plastik ke laut 0,27 sampai 0,59 juta ton per tahun," ungkap Nani.
Pada kesempatan yang sama, Chairwoman National Plastic Action Partnership (NPAP), Tuti Putranto mengakan, masalah sampah plastik menjadi perhatian serius saat ini. Sebab, Indonesia dianggap menjadi penyumbang sampah plastik terbesar nomor dua di dunia.
"Karena itu, Presiden Jokowi menekankan dan berkomitmen untuk mengurangi jumlah sampah plastik secara signifikan pada 2025. Atas dasar itulah sebuah platform yakni National Plastic Action Partnership (NPAP) pada 2019," ujar Tuti.
Ia menjelaskan bahwa NPAP sebuah platform, bukan yayasan. NPAP beranggotakan tiga orang menteri kabinet, sembilan kementerian, empat pemerintah daerah, 8 CEO, 12 perusahaan nasional, 12 perusahaan multinasional, jelas Tuti. Hingga akhir 2021, lanjut dia, NPAP sudah berhasil mengurangi 28,5 persen sampah plastik.
Dalam mengatasi sampah plastik ini, pihaknya bekerja lintas sektor dan lintas institusi yang disebut Pentahelix. "Di sini, semua lini dilibatkan baik kementerian atau lembaga pemerintah, masyarakat, akademisi, pihak swasta, maupun media," ujarnya.
Lanjut Tuti, dalam mencapai target ambisius pada 2025 itu, NPAP melakukan sejumlah pendekatan. Di antaranya adalah mengubah perilaku. "Melakukan kampanye untuk mengubah perilaku dari yang kurang care pada sampah plastik ke perhatian yang lebih pada sampah plastik karena ada nilai ekonomisnya," jelas Tuti.
Dalam rangka G20, NPAP akan menyiapkan sebuah pertemuan pada awal November yang secara khusus akan membahas bagaimana melakukan tindakan konkret dalam mengatasi sampah plastik.
"Kita mau memperlihatkan kepada dunia bahwa kita tidak hanya berjanji, tidak membuat rencana, tetapi juga melakukannya. Aksi-aksi kita sudah lakukan. Itu memang perlu kita tingkatkan dengan memperkuat kolaborasi," tutupnya.
"Untuk itu, dibutuhkan kerja sama serta komitmen dari semua pihak untuk mewujudkannya," ungkap Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Nani Hendriarti dalam jumpa pers bertajuk "Penanganan Sampah Laut: Dari Bali untuk Indonesia" yang berlangsung secara daring, Rabu (26/10/2022).
Nani mengatakan bahwa isu sampah plastik bukan hanya masalah Indonesia, tetapi sudah menjadi isu global dan menjadi perhatian semua negara. Sebab, dampaknya bukan hanya pada perairan, tetapi juga terhadap ekosistem perairan dan kesehatan manusia.
Menurut Nani, dari 10 juta metrik ton sampah yang masuk ke laut, 10 persen berdampak pada penyebaran yang disebut lintas batas. "Data riset untuk Indonesia yang dilakukan oleh LIPI yang melibatkan kemitraan dari periset lain menunjukkan kebocoran sampah plastik ke laut 0,27 sampai 0,59 juta ton per tahun," ungkap Nani.
Pada kesempatan yang sama, Chairwoman National Plastic Action Partnership (NPAP), Tuti Putranto mengakan, masalah sampah plastik menjadi perhatian serius saat ini. Sebab, Indonesia dianggap menjadi penyumbang sampah plastik terbesar nomor dua di dunia.
"Karena itu, Presiden Jokowi menekankan dan berkomitmen untuk mengurangi jumlah sampah plastik secara signifikan pada 2025. Atas dasar itulah sebuah platform yakni National Plastic Action Partnership (NPAP) pada 2019," ujar Tuti.
Ia menjelaskan bahwa NPAP sebuah platform, bukan yayasan. NPAP beranggotakan tiga orang menteri kabinet, sembilan kementerian, empat pemerintah daerah, 8 CEO, 12 perusahaan nasional, 12 perusahaan multinasional, jelas Tuti. Hingga akhir 2021, lanjut dia, NPAP sudah berhasil mengurangi 28,5 persen sampah plastik.
Dalam mengatasi sampah plastik ini, pihaknya bekerja lintas sektor dan lintas institusi yang disebut Pentahelix. "Di sini, semua lini dilibatkan baik kementerian atau lembaga pemerintah, masyarakat, akademisi, pihak swasta, maupun media," ujarnya.
Lanjut Tuti, dalam mencapai target ambisius pada 2025 itu, NPAP melakukan sejumlah pendekatan. Di antaranya adalah mengubah perilaku. "Melakukan kampanye untuk mengubah perilaku dari yang kurang care pada sampah plastik ke perhatian yang lebih pada sampah plastik karena ada nilai ekonomisnya," jelas Tuti.
Dalam rangka G20, NPAP akan menyiapkan sebuah pertemuan pada awal November yang secara khusus akan membahas bagaimana melakukan tindakan konkret dalam mengatasi sampah plastik.
"Kita mau memperlihatkan kepada dunia bahwa kita tidak hanya berjanji, tidak membuat rencana, tetapi juga melakukannya. Aksi-aksi kita sudah lakukan. Itu memang perlu kita tingkatkan dengan memperkuat kolaborasi," tutupnya.
(don)