Misteri Kutukan Kebo Iwa Patih Kerajaan Bali yang Disegani Gajah Mada
loading...
A
A
A
JAKARTA - Konon, pertempuran sengit antara Patih Kerajaan Majapahit Gajah Mada melawan Patih Kerajaan Bali Kebo Iwa melahirkan sumpah serapah. Sumpah serapah yang keluar dari mulut Kebo Iwa itu menghasilkan kutukan, yaitu Nusantara dijajah oleh bangsa kulit putih.
Kala kedua patih yang sakti itu mengadu ketangkasan dan keunggulan ilmu, konon pertarungan berjalan seimbang, tidak ada yang tumbang. Padahal peluh dan akal cerdik sudah maksimal digunakan keduanya. Pertarungan berlangsung lama, membuat keduanya lelah dan sepakat melakukan gencatan senjata.
Saat itulah, Kebo Iwa membuka tabir rahasia kematiannya, sekaligus sumpah serapah yang membawa kutukan. Kebo Iwa menyampaikan, bahwa dirinya hanya bisa dikalahkan kalau Gajah Mada menguburinya dengan serbuk kapur. Namun, akan datang waktunya, Nusantara yang dipersatukan oleh Majapahit akan dijajah bangsa kulit putih dan berhidung mancung. Begitu ucapan Kebo Iwa saat melawan Gajah Mada.
Bagaimana kisah pertarungan itu bermula dan berakhir? Konon, di mata Majapahit khususnya Patih Gajah Mada, Kerajaan Bali bagai kerikil dalam sepatu yang membuat ambisi menyatukan Nusantara berlangsung tidak nyaman dan mulus. Kerajaan Bali salah satu daerah di nusantara yang sulit ditundukkan Kerajaan Majapahit. Secara turun-temurun kerajaan-kerajaan di Bali ini diperintah oleh raja-raja keturunan Dinasti Warmadewa.
Pada 1337 Masehi, Kerajaan Bali dikenal dengan sebutan Kerajaan Bali Aga. Konon, pusat pemerintahan kerajaan ini terletak di Bedahulu. Karena itu, Kerajaan Bali Aga sering disebut Kerajaan Bedahulu atau Bedulu.
Raja terakhir Kerajaan Bali Aga bernama Sri Ratna Bumi Banten. Sang raja inilah yang menentang ekspansi Kerajaan Majapahit yang dipimpin Gajah Mada pada 1343. Sang raja tidak takut dengan cerita kehebatan Majapahit karena mereka sendiri memiliki balatentaranya yang militan. Belum lagi Patih Kebo Iwa yang memiliki kesaktian. Sosok inilah yang bisa menggentarkan nyali Mahapatih Gajah Mada. Disebutkan bahwa Gajah Mada takut berhadap langsung dengan Kebo Iwa yang tinggal di Belahbatuh itu.
Patih Gajah Mada memang merasakan ada kesulitan besar yang menghantui dirinya dan belum dirasakan sebelumnya saat ia menaklukkan sejumlah kerajaan di Nusantara bahkan di luar Nusantara.
Tak seperti biasanya Gajah Mada merasa enteng saat berhadapan dengan musuh lebih besar dan lebih kuat dan memiliki peralatan perang serba lengkap. Namun saat menghadapi Kerajaan Bali Aga, ada rasa takut dalam diri Gajah Mada.
Namun, karena sudah mengucapkan sumpah Palapa, penaklukan terhadap Kerajaan Bali Aga harus dilakukan, apa pun tantangannya. Konon, suatu hari semua pembesar Kerajaan Majapahit melakukan rapat membicarakan penaklukan Kerajaan Bali Aga.
Gajah Mada yang ikut dalam rapat tersebut sempat menyampaikan ungkapannya terkait kehebatan Kerajaan Bali Aga. Gajah Mada juga menyampaikan informasi terkait kesaktian Kebo Iwa, salah satu pentolan punggawa Kerajaan Bali Aga.
Dalam rapat itu, Gajah Mada menyampaikan bahwa selama Kebo Iwa masih di Bali, Majapahit akan kesulitan menaklukkan Kerajaan Bali Aga secara terbuka. Maka dalam rapat itu diaturlah siasat bagaimana menaklukkan Kerajaan Bali Aga.
Diputuskan dalam rapat bahwa untuk menaklukkan Bali Aga, Kebo Iwa harus dipancing keluar dari Bali dan dihilangkan nyawanya. Tapi bagaimana caranya? Ratu Majapahit Putri Tribhuwana Tunggadewi lalu bersiasat dengan mengirim surat kepada raja Bali Aga yang isinya seakan-akan Ratu Majapahit menginginkan persahabatan dengan Raja Bali Aga.
Yang membawa surat tersebut adalah Gajah Mada dan rombongan terbatas. Kedatangan mereka juga strategi untuk memata-matai kekuatan prajurit Kerajaan Bali Aga.
Konon, Gajah Mada bersama rombongan kecilnya berangkat menggunakan perahu layar, naik dari Pelabuhan Pantai Bubat, menelusuri Pantai Kerajaan Pejarakan, terus ke Pelabuhan Purancak sampai ke tepi Pantai Jembrana. Dari sana rombongan Gajah Mada melanjutkan perjalanan hingga tiba di Pantai Gumicik, lalu terus melalui jalan darat.
Saat perahu mereka berlabuh, tersiarlah kabar hingga ke telinga Ki Pasung Grigis, Mangku Bumi Kerajaan Bali Aga yang tinggal di Tengkulak. Ia pun langsung mempersiapkan diri dan anak buahnya untuk bertempur. Tetapi saat bertemu Gajah Mada dan rombonganya, Gajah Mada mengutarakan sembah ampun kepadanya.
“Maafkan atas kedatangan hamba tanpa memberi kabar terlebih dahulu. Hamba adalah utusan Kerajaan Majapahit bernama Patih Gajah Mada. Kedatangan Hamba atas kehendak Ratu Tribhuwana Tunggadewi untuk menyampaikan sepucuk surat kepada Raja Bali Aga,” ucap Gajah Mada.
Mendengar penjelasan Patih Gajah Mada, Ki Pasung Grigis meyakini, bahwa kedatangan Gajah Mada ke Bali tidak berniat buruk. Apalagi Gajah Mada tidak membawa perlengkapan perang sebagaimana lazimnya angkatan perang. Ki Pasung Grigis menyambut tamunya dengan sopan. Apalagi Ki Pasung Grigis juga sering Mendengar kemasyuran nama Patih Gajah Mada di Majapahit.
“Baik Patih Mada (Gajah Mada), kami antar menghadap Sri Baginda Raja. Tetapi alangkah baiknya jika Patih Mada beserta rombongan beristirahat sejenak,” balas Ki Pasung Grigis.
Selanjutnya, kedua rombongan mengarah ke kediaman Kebo Iwa. Setelah mengantar rombongan Gajah Mada ke kediaman Kebo Iwa, Ki Pasung Grigis langsung menuju ke pusat Kerajaan Bali Aga untuk memberitahukan perihal kedatangan Gajah Mada pada Raja Bali Aga.
Ki Pasung Grigis melaporkan kedatangan Patih Mada sebagai utusan Ratu Majapahit kepada Raja Bali Aga. Mendengar penjelasan secara terperinci, maka Maha Raja Sri Ratna Bumi Banten memerintahkan kepada Ki Pasung Grigis untuk mengantar tamunya ke Bedahulu, pusat pemerintahan Kerajaan Bali Aga.
Berangkatlah Ki Pasung Grigis untuk membawa rombongan Gajah Mada menghadap Sri Ratna Bumi Banten. Setibanya di hadapan raja, semua rombongan Patih Gajah Mada menunduk. Mereka berjalan membungkuk, tanda penghormatan.
Melihat itu, maka Raja Bali pun menghormatinya. Gajah Mada dipanggil untuk mendekat. “Hai Patih Mada (Gajah Mada) kemarilah mendekat padaku, berita apa yang kau bawa untukku. Ceritakanlah jangan engkau merasa sungkan,” perintah Rajah Bali Aga.
Patih Mada pun menghaturkan sembah kepada Sri Baginda Raja Bali. “Ampun Paduka Tuanku, hamba datang diutus oleh Paduka Tuanku Putri Ratu Majapahit untuk menghadap tuanku raja, mempersembahkan sepucuk surat.
Hamba mohon ampun jikalau hamba membuat kekeliruan dalam tatacara menghadap Sri Baginda Raja Agung. Inilah surat beliau mohon Paduka Raja menerimanya,” kata Gajah Mada merendah. Raja pun menerima surat tersebut dan membaca isinya.
Isi surat tersebut konon ada tiga poin penting. Pertama, Majapahit memohon dengan sangat agar Kerajaan Bali jangan menyerang kerajaan Majapahit. Kedua, Majaoahit memohon hubungan yang dahulu diteruskan sebagai hubungan persaudaraan. Ketiga, Majapahit mohon kesediaannya agar Kebo Iwa diperkenankan untuk pergi ke Jawa agar dinikahkan dengan seorang putri yang kecantikannya sudah terkenal di tanah Jawa.
Melihat isi surat itu, maka tak ada prasangka baruk. Raja Bali Aga menerima semua permintaan dari kerajaan Majapahit. Saat itu semua bergembira mengetahui isi dari surat tersebut. Untuk merayakan kegembiraan itu, Raja Bali Aga mengadakan pesta penyambutan sebagai penghormatan terhadap Gajah Mada dan rombongannya.
Dalam kesempatan tersebut Raja Bali Aga memerintahkan Kebo Iwa segera mempersiapkan segala sesuatunya agar pergi ke Tanah Jawa menerima hadiah dari Kerajaan Majapahit. Keesokan harinya berangkatlah Kebo Iwa menuju Tanah Jawa bersama rombongan Patih Gajah Mada dengan perahu.
Saat itu, Kebo Iwa berangkat dengan perahu pemberian Gajah Mada yang ternyata sudah dirancang khusus, yaitu mudah bocor. Harapannya di tengah samudra perahu tersebut tenggelam. Benar saja, perahu yang ditumpangi Kebo Iwa bocor dan tenggelam di tengah samudra.
Dasar manusia sakti, saat itu Kebo Iwa meloncat dan berenang seperti ikan hiu hingga sampai ke Pulau Jawa. Saat melihat kejadian ini, Gajah Mada semakin takut ihwal kehebatan Kebo Iwa. Sesampainya di Pulau jawa, Mahapatih Gajah Mada mengajak Kebo Iwa berhenti sejenak sebelum melanjutkan perjalanan.
Gajah Mada terus putar otak cara menyingkirkan Kebo Iwa tanpa angkat senjata dan pertumpahan darah. Sebab, jika harus bertarung melawan Kebo Iwa, Gajah Mada dan rombongannya merasa tak kuat.
Nah, Gajah Mada gunakan siasat ini. Kepada Kebo Iwa, Gajah Mada menyampaikan bahwa sesuai dengan tradisi Tanah Jawa, sebelum upacara perkawinan dilaksanakan, mempelai laki-laki harus memberikan emas kawin kepada mempelai wanita, sesuai apa yang diminta oleh mempelai wanita.
Mempelai wanita, kata Patih Mada, ingin juga diberikan emas kawin sebuah sumur yang kelak dapat dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat Majapahit.
Memang, sampai di Jawa, Kebo Iwa dipertemukan dengan sang putri cantik. Sang putri pun memberikan sarat agar Kebo Iwa membuatkan dirinya sebuah sumur.
Tanpa curiga, Kebo Iwa menyanggupi persyaratan tersebut. Maka mulailah dengan cekatan Kebo Iwa menggali sumur. Namun, ketika dirasa cukup dalam, tiba-tiba Gajah Mada memerintahkan pasukannya untuk menimbun Kebo Iwa yang ketika itu masih berada di dasar sumur dengan batu dan tanah hingga Kebo Iwa terkubur.
Tetapi lagi-lagi berkat kesaktiannya, Kebo Iwa tidak mati. Dia bahkan mampu keluar dari dasar sumur dengan keadaan segar bugar. Saat itulah, Kebo Iwa menyadari niat busuk Gajah Mada. Ia pun sangat marah dengan kelicikan Gajah Mada dan langsung mencari Patih Gajah Mada.
Konon menurut petunjuk Niskala Kebo Iwa, saat itu Kebo Iwa naik ke atas dari dalam sumur mencari Gajah Mada hingga ke Gunung Wilis, tepatnya di Dusun Wisata Besuki, Desa Jugo, Kecamatan Mojo, Kediri, Jawa Timur. Pertempuran sangat seru dan berimbang antara Kebo Iwa dan Gajah Mada berlangsung lama sekali tanpa ada yang menang dan kalah.
Dalam pertarungan itu, Kebo Iwa sempat menanyakan alasan seorang patih dari kerajaan yang besar berlaku licik dan tidak pantas dilakukan oleh seorang yang mengaku sebagai seorang negarawan.
Patih Gajah Mada menjawab ”Kewajiban seorang ksatria untuk memperluas wilayah kerajaannya, serta mempersatukan nusantara di bawah panji-panji Majapahit. Karena Patih Kebo Iwa merupakan batusandungan, jadi wajib untuk disingkirkan,” kata Gajah Mada.
Berhubung rasa malu untuk kembali ke Bali, maka Kebo Iwa berkata. "Kewajibanmu mempersatukan nusantara di bawah Majapahit tidak akan saya halangi dan saya akan memberikan rahasia kematian saya,” kata Kebo Iwa.
Diam-diam Kebo Iwa mendukung rencana Gajah Mada yang akan mempersatukan nusantara. Karena itu, dalam pertempuran yang sudah lama sekali tersebut, Kebo Iwa memberitahukan kelemahannya pada Gajah Mada. Namun Kebo Iwa juga sempat bersumpah.
"Kematian saya terjadi jika saya dikubur dengan bubuk kapur. Tetapi karena Anda secara licik telah menipu saya, maka kelak negeri nusantara bentukkan Anda akan diperintah dan dijajah oleh orang orang yang berkulit putih, berhidung mancung, berambut pirang. Roh saya akan menyatu dengan orang-orang kulit putih tersebut hingga saya merasa puas," kata Kebo Iwa.
Gajah Mada yang sudah mengetahui kelemahan Kebo Iwa ketika itu lansung menyerang. Di antar pasukan Majapahit ada yang menyiapkan bubuk kapur guna mengubur Kebo Iwa agar bisa mati. Benar saja Kebo Iwa pun langsung meninggal.
Sejak kematian Kebo Iwa, maka dimulailah penaklukan Kerajaan Bali Aga oleh Majapahit yang dipimping oleh Gajah Mada beserta para Arya dari Majapahit, seperti Adityawarman dan yang lainnya.
Dalam invasi tersebut, Raja Bali tewas terbunuh di dalam pertempuran dahsyat melawan Gajah Mada. Begitu pula Putra Mahkota yang masih kecil tewas di tangan Gajah Mada sehingga tidak ada pewaris tahta kerajaan Bali.
Akan tetapi, perlawanan rakyat Bali susah dihentikan karena semua rakyat Bali yang laki-laki mendaftar sebagai tentara untuk melawan Majapahit. Untuk mengakhiri perlawanan musuh, Gajah Mada kembali bersiasat.
Majapahit lantas meminta berunding dengan Ki Pasung Grigis sebegai pimpinan. Dalam perundingan tersebutlah Ki Pasung Grigis ditangkap dan dijadikan sandera kemudian dibawa ke Majapahit. Dengan itu, pupus sudah perlawanan Kerajaan Bali.
Majapahit berhasil menyatukan Nusantara. Namun sumpah serapah Kebo Iwa terwujud ketika Nusantara kemudian dijajah bangsa Eropa: Portugis, Inggris dan Belanda.
Diolah dari berbagai sumber.
Kala kedua patih yang sakti itu mengadu ketangkasan dan keunggulan ilmu, konon pertarungan berjalan seimbang, tidak ada yang tumbang. Padahal peluh dan akal cerdik sudah maksimal digunakan keduanya. Pertarungan berlangsung lama, membuat keduanya lelah dan sepakat melakukan gencatan senjata.
Saat itulah, Kebo Iwa membuka tabir rahasia kematiannya, sekaligus sumpah serapah yang membawa kutukan. Kebo Iwa menyampaikan, bahwa dirinya hanya bisa dikalahkan kalau Gajah Mada menguburinya dengan serbuk kapur. Namun, akan datang waktunya, Nusantara yang dipersatukan oleh Majapahit akan dijajah bangsa kulit putih dan berhidung mancung. Begitu ucapan Kebo Iwa saat melawan Gajah Mada.
Bagaimana kisah pertarungan itu bermula dan berakhir? Konon, di mata Majapahit khususnya Patih Gajah Mada, Kerajaan Bali bagai kerikil dalam sepatu yang membuat ambisi menyatukan Nusantara berlangsung tidak nyaman dan mulus. Kerajaan Bali salah satu daerah di nusantara yang sulit ditundukkan Kerajaan Majapahit. Secara turun-temurun kerajaan-kerajaan di Bali ini diperintah oleh raja-raja keturunan Dinasti Warmadewa.
Pada 1337 Masehi, Kerajaan Bali dikenal dengan sebutan Kerajaan Bali Aga. Konon, pusat pemerintahan kerajaan ini terletak di Bedahulu. Karena itu, Kerajaan Bali Aga sering disebut Kerajaan Bedahulu atau Bedulu.
Raja terakhir Kerajaan Bali Aga bernama Sri Ratna Bumi Banten. Sang raja inilah yang menentang ekspansi Kerajaan Majapahit yang dipimpin Gajah Mada pada 1343. Sang raja tidak takut dengan cerita kehebatan Majapahit karena mereka sendiri memiliki balatentaranya yang militan. Belum lagi Patih Kebo Iwa yang memiliki kesaktian. Sosok inilah yang bisa menggentarkan nyali Mahapatih Gajah Mada. Disebutkan bahwa Gajah Mada takut berhadap langsung dengan Kebo Iwa yang tinggal di Belahbatuh itu.
Patih Gajah Mada memang merasakan ada kesulitan besar yang menghantui dirinya dan belum dirasakan sebelumnya saat ia menaklukkan sejumlah kerajaan di Nusantara bahkan di luar Nusantara.
Tak seperti biasanya Gajah Mada merasa enteng saat berhadapan dengan musuh lebih besar dan lebih kuat dan memiliki peralatan perang serba lengkap. Namun saat menghadapi Kerajaan Bali Aga, ada rasa takut dalam diri Gajah Mada.
Namun, karena sudah mengucapkan sumpah Palapa, penaklukan terhadap Kerajaan Bali Aga harus dilakukan, apa pun tantangannya. Konon, suatu hari semua pembesar Kerajaan Majapahit melakukan rapat membicarakan penaklukan Kerajaan Bali Aga.
Gajah Mada yang ikut dalam rapat tersebut sempat menyampaikan ungkapannya terkait kehebatan Kerajaan Bali Aga. Gajah Mada juga menyampaikan informasi terkait kesaktian Kebo Iwa, salah satu pentolan punggawa Kerajaan Bali Aga.
Dalam rapat itu, Gajah Mada menyampaikan bahwa selama Kebo Iwa masih di Bali, Majapahit akan kesulitan menaklukkan Kerajaan Bali Aga secara terbuka. Maka dalam rapat itu diaturlah siasat bagaimana menaklukkan Kerajaan Bali Aga.
Diputuskan dalam rapat bahwa untuk menaklukkan Bali Aga, Kebo Iwa harus dipancing keluar dari Bali dan dihilangkan nyawanya. Tapi bagaimana caranya? Ratu Majapahit Putri Tribhuwana Tunggadewi lalu bersiasat dengan mengirim surat kepada raja Bali Aga yang isinya seakan-akan Ratu Majapahit menginginkan persahabatan dengan Raja Bali Aga.
Yang membawa surat tersebut adalah Gajah Mada dan rombongan terbatas. Kedatangan mereka juga strategi untuk memata-matai kekuatan prajurit Kerajaan Bali Aga.
Konon, Gajah Mada bersama rombongan kecilnya berangkat menggunakan perahu layar, naik dari Pelabuhan Pantai Bubat, menelusuri Pantai Kerajaan Pejarakan, terus ke Pelabuhan Purancak sampai ke tepi Pantai Jembrana. Dari sana rombongan Gajah Mada melanjutkan perjalanan hingga tiba di Pantai Gumicik, lalu terus melalui jalan darat.
Saat perahu mereka berlabuh, tersiarlah kabar hingga ke telinga Ki Pasung Grigis, Mangku Bumi Kerajaan Bali Aga yang tinggal di Tengkulak. Ia pun langsung mempersiapkan diri dan anak buahnya untuk bertempur. Tetapi saat bertemu Gajah Mada dan rombonganya, Gajah Mada mengutarakan sembah ampun kepadanya.
“Maafkan atas kedatangan hamba tanpa memberi kabar terlebih dahulu. Hamba adalah utusan Kerajaan Majapahit bernama Patih Gajah Mada. Kedatangan Hamba atas kehendak Ratu Tribhuwana Tunggadewi untuk menyampaikan sepucuk surat kepada Raja Bali Aga,” ucap Gajah Mada.
Mendengar penjelasan Patih Gajah Mada, Ki Pasung Grigis meyakini, bahwa kedatangan Gajah Mada ke Bali tidak berniat buruk. Apalagi Gajah Mada tidak membawa perlengkapan perang sebagaimana lazimnya angkatan perang. Ki Pasung Grigis menyambut tamunya dengan sopan. Apalagi Ki Pasung Grigis juga sering Mendengar kemasyuran nama Patih Gajah Mada di Majapahit.
“Baik Patih Mada (Gajah Mada), kami antar menghadap Sri Baginda Raja. Tetapi alangkah baiknya jika Patih Mada beserta rombongan beristirahat sejenak,” balas Ki Pasung Grigis.
Selanjutnya, kedua rombongan mengarah ke kediaman Kebo Iwa. Setelah mengantar rombongan Gajah Mada ke kediaman Kebo Iwa, Ki Pasung Grigis langsung menuju ke pusat Kerajaan Bali Aga untuk memberitahukan perihal kedatangan Gajah Mada pada Raja Bali Aga.
Ki Pasung Grigis melaporkan kedatangan Patih Mada sebagai utusan Ratu Majapahit kepada Raja Bali Aga. Mendengar penjelasan secara terperinci, maka Maha Raja Sri Ratna Bumi Banten memerintahkan kepada Ki Pasung Grigis untuk mengantar tamunya ke Bedahulu, pusat pemerintahan Kerajaan Bali Aga.
Berangkatlah Ki Pasung Grigis untuk membawa rombongan Gajah Mada menghadap Sri Ratna Bumi Banten. Setibanya di hadapan raja, semua rombongan Patih Gajah Mada menunduk. Mereka berjalan membungkuk, tanda penghormatan.
Melihat itu, maka Raja Bali pun menghormatinya. Gajah Mada dipanggil untuk mendekat. “Hai Patih Mada (Gajah Mada) kemarilah mendekat padaku, berita apa yang kau bawa untukku. Ceritakanlah jangan engkau merasa sungkan,” perintah Rajah Bali Aga.
Patih Mada pun menghaturkan sembah kepada Sri Baginda Raja Bali. “Ampun Paduka Tuanku, hamba datang diutus oleh Paduka Tuanku Putri Ratu Majapahit untuk menghadap tuanku raja, mempersembahkan sepucuk surat.
Hamba mohon ampun jikalau hamba membuat kekeliruan dalam tatacara menghadap Sri Baginda Raja Agung. Inilah surat beliau mohon Paduka Raja menerimanya,” kata Gajah Mada merendah. Raja pun menerima surat tersebut dan membaca isinya.
Isi surat tersebut konon ada tiga poin penting. Pertama, Majapahit memohon dengan sangat agar Kerajaan Bali jangan menyerang kerajaan Majapahit. Kedua, Majaoahit memohon hubungan yang dahulu diteruskan sebagai hubungan persaudaraan. Ketiga, Majapahit mohon kesediaannya agar Kebo Iwa diperkenankan untuk pergi ke Jawa agar dinikahkan dengan seorang putri yang kecantikannya sudah terkenal di tanah Jawa.
Melihat isi surat itu, maka tak ada prasangka baruk. Raja Bali Aga menerima semua permintaan dari kerajaan Majapahit. Saat itu semua bergembira mengetahui isi dari surat tersebut. Untuk merayakan kegembiraan itu, Raja Bali Aga mengadakan pesta penyambutan sebagai penghormatan terhadap Gajah Mada dan rombongannya.
Dalam kesempatan tersebut Raja Bali Aga memerintahkan Kebo Iwa segera mempersiapkan segala sesuatunya agar pergi ke Tanah Jawa menerima hadiah dari Kerajaan Majapahit. Keesokan harinya berangkatlah Kebo Iwa menuju Tanah Jawa bersama rombongan Patih Gajah Mada dengan perahu.
Saat itu, Kebo Iwa berangkat dengan perahu pemberian Gajah Mada yang ternyata sudah dirancang khusus, yaitu mudah bocor. Harapannya di tengah samudra perahu tersebut tenggelam. Benar saja, perahu yang ditumpangi Kebo Iwa bocor dan tenggelam di tengah samudra.
Dasar manusia sakti, saat itu Kebo Iwa meloncat dan berenang seperti ikan hiu hingga sampai ke Pulau Jawa. Saat melihat kejadian ini, Gajah Mada semakin takut ihwal kehebatan Kebo Iwa. Sesampainya di Pulau jawa, Mahapatih Gajah Mada mengajak Kebo Iwa berhenti sejenak sebelum melanjutkan perjalanan.
Gajah Mada terus putar otak cara menyingkirkan Kebo Iwa tanpa angkat senjata dan pertumpahan darah. Sebab, jika harus bertarung melawan Kebo Iwa, Gajah Mada dan rombongannya merasa tak kuat.
Nah, Gajah Mada gunakan siasat ini. Kepada Kebo Iwa, Gajah Mada menyampaikan bahwa sesuai dengan tradisi Tanah Jawa, sebelum upacara perkawinan dilaksanakan, mempelai laki-laki harus memberikan emas kawin kepada mempelai wanita, sesuai apa yang diminta oleh mempelai wanita.
Mempelai wanita, kata Patih Mada, ingin juga diberikan emas kawin sebuah sumur yang kelak dapat dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat Majapahit.
Memang, sampai di Jawa, Kebo Iwa dipertemukan dengan sang putri cantik. Sang putri pun memberikan sarat agar Kebo Iwa membuatkan dirinya sebuah sumur.
Tanpa curiga, Kebo Iwa menyanggupi persyaratan tersebut. Maka mulailah dengan cekatan Kebo Iwa menggali sumur. Namun, ketika dirasa cukup dalam, tiba-tiba Gajah Mada memerintahkan pasukannya untuk menimbun Kebo Iwa yang ketika itu masih berada di dasar sumur dengan batu dan tanah hingga Kebo Iwa terkubur.
Tetapi lagi-lagi berkat kesaktiannya, Kebo Iwa tidak mati. Dia bahkan mampu keluar dari dasar sumur dengan keadaan segar bugar. Saat itulah, Kebo Iwa menyadari niat busuk Gajah Mada. Ia pun sangat marah dengan kelicikan Gajah Mada dan langsung mencari Patih Gajah Mada.
Konon menurut petunjuk Niskala Kebo Iwa, saat itu Kebo Iwa naik ke atas dari dalam sumur mencari Gajah Mada hingga ke Gunung Wilis, tepatnya di Dusun Wisata Besuki, Desa Jugo, Kecamatan Mojo, Kediri, Jawa Timur. Pertempuran sangat seru dan berimbang antara Kebo Iwa dan Gajah Mada berlangsung lama sekali tanpa ada yang menang dan kalah.
Dalam pertarungan itu, Kebo Iwa sempat menanyakan alasan seorang patih dari kerajaan yang besar berlaku licik dan tidak pantas dilakukan oleh seorang yang mengaku sebagai seorang negarawan.
Patih Gajah Mada menjawab ”Kewajiban seorang ksatria untuk memperluas wilayah kerajaannya, serta mempersatukan nusantara di bawah panji-panji Majapahit. Karena Patih Kebo Iwa merupakan batusandungan, jadi wajib untuk disingkirkan,” kata Gajah Mada.
Berhubung rasa malu untuk kembali ke Bali, maka Kebo Iwa berkata. "Kewajibanmu mempersatukan nusantara di bawah Majapahit tidak akan saya halangi dan saya akan memberikan rahasia kematian saya,” kata Kebo Iwa.
Diam-diam Kebo Iwa mendukung rencana Gajah Mada yang akan mempersatukan nusantara. Karena itu, dalam pertempuran yang sudah lama sekali tersebut, Kebo Iwa memberitahukan kelemahannya pada Gajah Mada. Namun Kebo Iwa juga sempat bersumpah.
"Kematian saya terjadi jika saya dikubur dengan bubuk kapur. Tetapi karena Anda secara licik telah menipu saya, maka kelak negeri nusantara bentukkan Anda akan diperintah dan dijajah oleh orang orang yang berkulit putih, berhidung mancung, berambut pirang. Roh saya akan menyatu dengan orang-orang kulit putih tersebut hingga saya merasa puas," kata Kebo Iwa.
Gajah Mada yang sudah mengetahui kelemahan Kebo Iwa ketika itu lansung menyerang. Di antar pasukan Majapahit ada yang menyiapkan bubuk kapur guna mengubur Kebo Iwa agar bisa mati. Benar saja Kebo Iwa pun langsung meninggal.
Sejak kematian Kebo Iwa, maka dimulailah penaklukan Kerajaan Bali Aga oleh Majapahit yang dipimping oleh Gajah Mada beserta para Arya dari Majapahit, seperti Adityawarman dan yang lainnya.
Dalam invasi tersebut, Raja Bali tewas terbunuh di dalam pertempuran dahsyat melawan Gajah Mada. Begitu pula Putra Mahkota yang masih kecil tewas di tangan Gajah Mada sehingga tidak ada pewaris tahta kerajaan Bali.
Akan tetapi, perlawanan rakyat Bali susah dihentikan karena semua rakyat Bali yang laki-laki mendaftar sebagai tentara untuk melawan Majapahit. Untuk mengakhiri perlawanan musuh, Gajah Mada kembali bersiasat.
Majapahit lantas meminta berunding dengan Ki Pasung Grigis sebegai pimpinan. Dalam perundingan tersebutlah Ki Pasung Grigis ditangkap dan dijadikan sandera kemudian dibawa ke Majapahit. Dengan itu, pupus sudah perlawanan Kerajaan Bali.
Majapahit berhasil menyatukan Nusantara. Namun sumpah serapah Kebo Iwa terwujud ketika Nusantara kemudian dijajah bangsa Eropa: Portugis, Inggris dan Belanda.
Diolah dari berbagai sumber.
(don)