Gayatri Rajapatni, Penguasa Majapahit yang Memilih Menjadi Biksu daripada Ratu
loading...
A
A
A
Raden Wijaya memperistri empat putri Raja Singasari, Kertanegara. Salah satu putri cantik yang diperistri pendiri Kerajaan Majapahit tersebut, bernama Gayatri. Dia menjadi istri ke empat Raja Majapahit, dengan gelar Rajapatni.
Tak sekedar cantik, Gayatri ternyata memiliki kecerdasan yang luar biasa. Berkat kecerdasan dan ketangguhannya tersebut, Raden Wijaya mampu mendirikan Kerajaan Majapahit, hingga mencapai kejayaan.
Dari pernikahan Raden Wijaya, dengan Gayatri, lahir generasi terbaik Majapahit. Salah satunya adalah Hayam Wuruk, yang merupakan cucu dari Gayatri. Hayam Wuruk juga yang menciptakan legasi untuk mendiang neneknya, karena keluhuran jasanya bagi berdiri hingga kesuksesan Majapahit.
Nagarakretagama menuliskan, Raden Wijaya menikahi empat putri Kertanagara, raja terakhir Singasari, yaitu Tribhuwana yang bergelar Tribhuwaneswari, Mahadewi bergelar Narendraduhita, Jayendradewi bergelar Prajnyaparamita, dan Gayatri bergelar Rajapatni.
Raden Wijaya juga memiliki seorang istri dari Melayu bernama Dara Petak bergelar Indreswari. Dari kelima istri tersebut, yang memberikan keturunan hanya Dara Petak dan Gayatri.
Dari Dara Petak lahir Jayanagara, sedangkan dari Gayatri lahir Tribhuwanatunggadewi dan Rajadewi. Dari rahim Tribhuwana Tunggadewi inilah yang kemudian menurunkan raja-raja Majapahit selanjutnya.
Dalam buku "Gayatri Rajapatni: Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit" karya Earl Drake, sosok Gayatri Rajapatni disebutkan sebagai putri bungsu Raja Singhasari, Kertanegara.
Serbuan Kerajaan Kediri, yang dipimpin Jayakatwang, meruntuhkan Kerajaan Singasari hingga menewaskan Kertanegara. Sejak saat itu, Gayatri memiliki tekad untuk membangun kembali Kerajaan Singasari, yang telah luluh lantak oleh serangan Jayakatwang.
Bersama dengan Raden Wijaya, Gayatri menyusun strategi untuk membangun sebuah tatanan pemerintahan di atas sisa kejayaan Kerajaan Singasari. Putri yang digambarkan sebagai sosok Prajnaparamita atau Dewi Kebijaksanaan Tertinggi ini berhasil melahirkan pemimpin Majapahit.
Para pemimpin Majapahit itu, bukan saja yang lahir dari rahimnya, tapi juga dari kebijaksanaan dan akal budi Gayatri. Dia adalah sosok di belakang nama besar Raden Wijaya, Gadjah Mada, Ratu Tribhuwana, hingga Raja Hayam Wuruk.
Dalam buku ini, digambarkan Gayatri Rajapatni lebih memilih untuk tidak menjadi Raja Majapahit saat raja kedua Majapahit Jayanegara wafat. Dia justru menjadikan putrinya, Tribhuwana Tunggadewi sebagai raja ketiga Kerajaan Majapahit.
Langkah bijak tersebut diambil karena berbagai alasan, salah satunya karena Gayatri tidak ingin sengketa internal di masa lalu berlanjut, mengingat ia adalah putri Raja Singasari.
Alasan lainnya adalah karena Gayatri telah memasuki masa bhiksuni. Gayatri dengan kearifannya lebih memilih menjadi ibu suri, dan memastikan Kerajaan Majapahit dijalankan oleh orang-orang yang tepat. Seperti bagaimana ia menjadikan seorang Gadjah Mada, yang merupakan rakyat biasa menjadi Mahapatih.
Ia tidak hanya menuruti kehendak egonya semata untuk menjadi pemimpin, tetapi ia memikirkan masa depan Kerajaan Majapahit. Gayatri dengan lelaku hidupnya, sungguh telah memberikan inspirasi nyata bagi perempuan bahkan di masa kini.
Peranan Gayatri dalam Perjuangan Kitab Pararaton, menyebutkan Raden Wijaya hanya menikahi dua orang putri Kertanagara saja. Pemberitaan tersebut terjadi sebelum Majapahit berdiri.
Diperkirakan, mula-mula Raden Wijaya hanya menikahi Tribhuwaneswari dan Gayatri saja. Baru setelah Majapahit berdiri, Raden Wijaya menikahi Mahadewi, dan Jayendradewi.
Dalam Kidung Harsawijaya, Tribhuwana dan Gayatri masing-masing disebut dengan nama Puspawati dan Pusparasmi. Pada saat Singasari runtuh akibat serangan Jayakatwang tahun 1292, Raden Wijaya hanya sempat menyelamatkan Tribhuwana saja, sedangkan Gayatri ditawan musuh di Kadiri.
Setelah Raden Wijaya pura-pura menyerah pada Jayakatwang, baru ia bisa bertemu Gayatri kembali. Pararaton menyebutkan, Raden Wijaya bersekutu dengan bangsa Tatar (Mongol) untuk dapat mengalahkan Jayakatwang.
Ada kisah yang menyebutkan, Raja Tatar bersedia membantu Raden Wijaya, karena Arya Wiraraja menawarkan Tribhuwana dan Gayatri sebagai hadiah. Kisah tersebut, diduga hanyalah imajinasi pengarang Pararaton saja, karena tujuan utama pengiriman pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese ke Jawa adalah untuk menaklukkan Kertanagara.
Setelah Jayakatwang kalah, Raden Wijaya dan Arya Wiraraja berbalik menyerang pasukan Tatar. Dikisahkan dalam Pararaton, kedua putri siap untuk diserahkan dengan syarat tentara Tatar harus menyembunyikan senjata masing-masing, karena kedua putri tersebut ngeri melihat senjata dan darah. Ketika pasukan Tatar, tanpa senjata, datang menjemput kedua putri, pasukan Raden Wijaya segera membantai mereka.
Raden Wijaya menjadi raja pertama Majapahit sejak tahun 1293. Ia meninggal tahun 1309, dan digantikan putranya, Jayanagara. Pada tahun 1328 Jayanagara mati dibunuh Ra Tanca. Saat tewas, Jayanegara belum memiliki keturunan.
Menurut Nagarakretagama, sebagai sesepuh keluarga kerajaan yang masih hidup, Gayatri berhak atas tahta. Akan tetapi Gayatri saat itu sudah mengundurkan diri dari kehidupan duniawi dengan menjadi Bhiksuni. Ia lalu memerintahkan putrinya, Tribhuwan Tunggadewi naik tahta mewakilinya pada tahun 1329, untuk menggantikan Jayanagara yang tidak punya keturunan.
Pada tahun 1350, Tribhuwana Tunggadewi turun tahta bersamaan dengan meninggalnya Gayatri. Hal ini masih diragukan kebenarannya, karena menurut prasasti Singasari, Ratu Tribhuwana masih memerintah sampai tahun 1351.
Nagarakretagama ,memberitakan kalau tahta Jayanagara diwarisi Gayatri, karena ibu tirinya itu adalah putri Kertanagara. Mengingat Gayatri adalah putri bungsu, kemungkinan saat itu istri-istri Raden Wijaya yang lain sudah meninggal semua, dan garis keturunan yang masih tersisa adalah dari Gayatri.
Karena Gayatri telah menjadi Bhiksuni, maka pemerintahannya pun diwakili oleh puterinya, Tribhuwan Tunggadewi yang diangkat sebagai Rajaputri (Raja perempuan), sebutan untuk membedakan dengan istilah "Ratu" dalam bahasa Jawa yang berarti "penguasa".
Nagarakretagama dan Pararaton juga memberitakan pada tahun 1362 Hayam Wuruk, yang menjadi raja keempat Majapahit, mengadakan upacara Sraddha memperingati 12 tahun meninggalnya Gayatri Rajapatni. Meski tahun kelahiran dan usia Gayatri tidak diketahui secara pasti. Namun dia dipastikan meninggal dalam usia cukup tua.
Sumber: Gayatri Rajapatni: Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit karya Earl Drake
Tak sekedar cantik, Gayatri ternyata memiliki kecerdasan yang luar biasa. Berkat kecerdasan dan ketangguhannya tersebut, Raden Wijaya mampu mendirikan Kerajaan Majapahit, hingga mencapai kejayaan.
Dari pernikahan Raden Wijaya, dengan Gayatri, lahir generasi terbaik Majapahit. Salah satunya adalah Hayam Wuruk, yang merupakan cucu dari Gayatri. Hayam Wuruk juga yang menciptakan legasi untuk mendiang neneknya, karena keluhuran jasanya bagi berdiri hingga kesuksesan Majapahit.
Nagarakretagama menuliskan, Raden Wijaya menikahi empat putri Kertanagara, raja terakhir Singasari, yaitu Tribhuwana yang bergelar Tribhuwaneswari, Mahadewi bergelar Narendraduhita, Jayendradewi bergelar Prajnyaparamita, dan Gayatri bergelar Rajapatni.
Raden Wijaya juga memiliki seorang istri dari Melayu bernama Dara Petak bergelar Indreswari. Dari kelima istri tersebut, yang memberikan keturunan hanya Dara Petak dan Gayatri.
Dari Dara Petak lahir Jayanagara, sedangkan dari Gayatri lahir Tribhuwanatunggadewi dan Rajadewi. Dari rahim Tribhuwana Tunggadewi inilah yang kemudian menurunkan raja-raja Majapahit selanjutnya.
Dalam buku "Gayatri Rajapatni: Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit" karya Earl Drake, sosok Gayatri Rajapatni disebutkan sebagai putri bungsu Raja Singhasari, Kertanegara.
Serbuan Kerajaan Kediri, yang dipimpin Jayakatwang, meruntuhkan Kerajaan Singasari hingga menewaskan Kertanegara. Sejak saat itu, Gayatri memiliki tekad untuk membangun kembali Kerajaan Singasari, yang telah luluh lantak oleh serangan Jayakatwang.
Baca Juga
Bersama dengan Raden Wijaya, Gayatri menyusun strategi untuk membangun sebuah tatanan pemerintahan di atas sisa kejayaan Kerajaan Singasari. Putri yang digambarkan sebagai sosok Prajnaparamita atau Dewi Kebijaksanaan Tertinggi ini berhasil melahirkan pemimpin Majapahit.
Para pemimpin Majapahit itu, bukan saja yang lahir dari rahimnya, tapi juga dari kebijaksanaan dan akal budi Gayatri. Dia adalah sosok di belakang nama besar Raden Wijaya, Gadjah Mada, Ratu Tribhuwana, hingga Raja Hayam Wuruk.
Dalam buku ini, digambarkan Gayatri Rajapatni lebih memilih untuk tidak menjadi Raja Majapahit saat raja kedua Majapahit Jayanegara wafat. Dia justru menjadikan putrinya, Tribhuwana Tunggadewi sebagai raja ketiga Kerajaan Majapahit.
Langkah bijak tersebut diambil karena berbagai alasan, salah satunya karena Gayatri tidak ingin sengketa internal di masa lalu berlanjut, mengingat ia adalah putri Raja Singasari.
Alasan lainnya adalah karena Gayatri telah memasuki masa bhiksuni. Gayatri dengan kearifannya lebih memilih menjadi ibu suri, dan memastikan Kerajaan Majapahit dijalankan oleh orang-orang yang tepat. Seperti bagaimana ia menjadikan seorang Gadjah Mada, yang merupakan rakyat biasa menjadi Mahapatih.
Baca Juga
Ia tidak hanya menuruti kehendak egonya semata untuk menjadi pemimpin, tetapi ia memikirkan masa depan Kerajaan Majapahit. Gayatri dengan lelaku hidupnya, sungguh telah memberikan inspirasi nyata bagi perempuan bahkan di masa kini.
Peranan Gayatri dalam Perjuangan Kitab Pararaton, menyebutkan Raden Wijaya hanya menikahi dua orang putri Kertanagara saja. Pemberitaan tersebut terjadi sebelum Majapahit berdiri.
Diperkirakan, mula-mula Raden Wijaya hanya menikahi Tribhuwaneswari dan Gayatri saja. Baru setelah Majapahit berdiri, Raden Wijaya menikahi Mahadewi, dan Jayendradewi.
Dalam Kidung Harsawijaya, Tribhuwana dan Gayatri masing-masing disebut dengan nama Puspawati dan Pusparasmi. Pada saat Singasari runtuh akibat serangan Jayakatwang tahun 1292, Raden Wijaya hanya sempat menyelamatkan Tribhuwana saja, sedangkan Gayatri ditawan musuh di Kadiri.
Setelah Raden Wijaya pura-pura menyerah pada Jayakatwang, baru ia bisa bertemu Gayatri kembali. Pararaton menyebutkan, Raden Wijaya bersekutu dengan bangsa Tatar (Mongol) untuk dapat mengalahkan Jayakatwang.
Ada kisah yang menyebutkan, Raja Tatar bersedia membantu Raden Wijaya, karena Arya Wiraraja menawarkan Tribhuwana dan Gayatri sebagai hadiah. Kisah tersebut, diduga hanyalah imajinasi pengarang Pararaton saja, karena tujuan utama pengiriman pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese ke Jawa adalah untuk menaklukkan Kertanagara.
Setelah Jayakatwang kalah, Raden Wijaya dan Arya Wiraraja berbalik menyerang pasukan Tatar. Dikisahkan dalam Pararaton, kedua putri siap untuk diserahkan dengan syarat tentara Tatar harus menyembunyikan senjata masing-masing, karena kedua putri tersebut ngeri melihat senjata dan darah. Ketika pasukan Tatar, tanpa senjata, datang menjemput kedua putri, pasukan Raden Wijaya segera membantai mereka.
Raden Wijaya menjadi raja pertama Majapahit sejak tahun 1293. Ia meninggal tahun 1309, dan digantikan putranya, Jayanagara. Pada tahun 1328 Jayanagara mati dibunuh Ra Tanca. Saat tewas, Jayanegara belum memiliki keturunan.
Menurut Nagarakretagama, sebagai sesepuh keluarga kerajaan yang masih hidup, Gayatri berhak atas tahta. Akan tetapi Gayatri saat itu sudah mengundurkan diri dari kehidupan duniawi dengan menjadi Bhiksuni. Ia lalu memerintahkan putrinya, Tribhuwan Tunggadewi naik tahta mewakilinya pada tahun 1329, untuk menggantikan Jayanagara yang tidak punya keturunan.
Pada tahun 1350, Tribhuwana Tunggadewi turun tahta bersamaan dengan meninggalnya Gayatri. Hal ini masih diragukan kebenarannya, karena menurut prasasti Singasari, Ratu Tribhuwana masih memerintah sampai tahun 1351.
Nagarakretagama ,memberitakan kalau tahta Jayanagara diwarisi Gayatri, karena ibu tirinya itu adalah putri Kertanagara. Mengingat Gayatri adalah putri bungsu, kemungkinan saat itu istri-istri Raden Wijaya yang lain sudah meninggal semua, dan garis keturunan yang masih tersisa adalah dari Gayatri.
Karena Gayatri telah menjadi Bhiksuni, maka pemerintahannya pun diwakili oleh puterinya, Tribhuwan Tunggadewi yang diangkat sebagai Rajaputri (Raja perempuan), sebutan untuk membedakan dengan istilah "Ratu" dalam bahasa Jawa yang berarti "penguasa".
Nagarakretagama dan Pararaton juga memberitakan pada tahun 1362 Hayam Wuruk, yang menjadi raja keempat Majapahit, mengadakan upacara Sraddha memperingati 12 tahun meninggalnya Gayatri Rajapatni. Meski tahun kelahiran dan usia Gayatri tidak diketahui secara pasti. Namun dia dipastikan meninggal dalam usia cukup tua.
Sumber: Gayatri Rajapatni: Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit karya Earl Drake
(eyt)