Sidang Mas Bechi, Ahli Forensik Sebut Visum Korban Tak Penuhi Syarat sebagai Alat Bukti
loading...
A
A
A
SURABAYA - Hasil visum pelapor dugaan kasus asusila dengan terdakwa Moch Subechi Azal Tsani alias Mas Bechi disebut tidak memenuhi syarat sebagai alat bukti di persidangan.
Sebab, visum korban dianggap tidak memenuhi syarat formil maupun materiil. Hal itu disampaikan Ketua Tim Pengacara Mas Bechi, Gede Pasek Suardika usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (28/9/2022).
Dia mengatakan, ahli yang didatangkannya ini berasal dari Kepala Lab Forensik Rumah Sakit dr Soetomo, untuk dapat membuat terang beberapa hal yang selama ini dianggapnya bermasalah. Di antaranya soal timbulnya 3 surat visum, dan hasil dari visum itu sendiri.
"Ahli menganalisa soal visum. Dari analisa ahli visum tersebut tidak bisa memenuhi syarat untuk dijadikan alat bukti karena melanggar syarat formil dan materiil," ujarnya.
Pasek menjelaskan, berdasarkan keterangan ahli, surat visum harus ada satu kali saja. Tidak boleh ada revisi atau perbaikan. Sehingga, ketika sudah muncul surat visum, maka dokter pembuat visum harus mampu mempertahankan apa yang sudah dibuatnya.
"Kalau (surat visum) sudah launching yang namanya visum itu ya harus bertahan, kemudian berubah. Harusnya satu kali saja. Sementara dalam kasus ini kan muncul 3 surat visum. Karena itu lah perlu diproses secara hati-hati," ungkapnya.
Dalam keterangan ahli, juga didapati keterangan tentang model robekan, apakah dikarenakan hasil dari hubungan berdasarkan paksaan atau karena sebelumnya ada rangsangan lebih dulu.
"Ternyata saya baru tahu, kalau secara medis, jika robekan itu menuju angka 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 itu yang muncul karena proses rangsangan. Tetapi kalau robekan itu 10, 11, 12, 1, dan 2 itu, karena paksaan. Karena kalau dia pemerkosaan maka dia akan muncul di angka tadi 10, 11, 12. Kalau (ada) rangsangan dia ke angka 5, 6, 7, 8, 9," tambahnya.
Sementara itu, berdasarkan hasil visum korban, tambahnya, robekan itu menunjukkan angka 2 menuju angka 9. Hal itu berarti, terjadi proses rangsangan lebih dulu sebelum terjadi persetubuhan.
"Dan itu sudah lama, robekan lama. Dari robekan itu kita semakin yakin visum itu tidak memenuhi syarat. Kalau angka itu dianggap benar, tidak ada konteks pemerkosaan karena ada rangsangan. Ini linier dengan saksi bahwa yang bersangkutan pernah berhubungan dengan pacarnya," ungkapnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tengku Firdaus menyatakan, apa yang disampaikan ahli pada persidangan kali ini diklaim juga mendukung dakwaannya. Termasuk, soal kenapa sampai timbul lebih dari dua kali surat visum.
"Dia (ahli) menjelaskan, malah mendukung keterangan kita. Jadi ada beberpaa keterangan yang memperkuat keterangan kita. Misalnya soal kesalahan penulisan dalam visum, ada dikuatkan bahwa tidak pernah ada visum itu arah jarum jam 13, Jadi dalam visum tidak pernah dikenal cuma dari jam satu sampai 12, 13 tidak dikenal. (Soal dua surat visum) ada aturan formil dan materiil. Rumah sakit tidak bisa menolak, tidak bisa menolak permintaan visum yang diminta penyidik," katanya.
Sebab, visum korban dianggap tidak memenuhi syarat formil maupun materiil. Hal itu disampaikan Ketua Tim Pengacara Mas Bechi, Gede Pasek Suardika usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (28/9/2022).
Dia mengatakan, ahli yang didatangkannya ini berasal dari Kepala Lab Forensik Rumah Sakit dr Soetomo, untuk dapat membuat terang beberapa hal yang selama ini dianggapnya bermasalah. Di antaranya soal timbulnya 3 surat visum, dan hasil dari visum itu sendiri.
"Ahli menganalisa soal visum. Dari analisa ahli visum tersebut tidak bisa memenuhi syarat untuk dijadikan alat bukti karena melanggar syarat formil dan materiil," ujarnya.
Pasek menjelaskan, berdasarkan keterangan ahli, surat visum harus ada satu kali saja. Tidak boleh ada revisi atau perbaikan. Sehingga, ketika sudah muncul surat visum, maka dokter pembuat visum harus mampu mempertahankan apa yang sudah dibuatnya.
"Kalau (surat visum) sudah launching yang namanya visum itu ya harus bertahan, kemudian berubah. Harusnya satu kali saja. Sementara dalam kasus ini kan muncul 3 surat visum. Karena itu lah perlu diproses secara hati-hati," ungkapnya.
Dalam keterangan ahli, juga didapati keterangan tentang model robekan, apakah dikarenakan hasil dari hubungan berdasarkan paksaan atau karena sebelumnya ada rangsangan lebih dulu.
"Ternyata saya baru tahu, kalau secara medis, jika robekan itu menuju angka 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 itu yang muncul karena proses rangsangan. Tetapi kalau robekan itu 10, 11, 12, 1, dan 2 itu, karena paksaan. Karena kalau dia pemerkosaan maka dia akan muncul di angka tadi 10, 11, 12. Kalau (ada) rangsangan dia ke angka 5, 6, 7, 8, 9," tambahnya.
Sementara itu, berdasarkan hasil visum korban, tambahnya, robekan itu menunjukkan angka 2 menuju angka 9. Hal itu berarti, terjadi proses rangsangan lebih dulu sebelum terjadi persetubuhan.
"Dan itu sudah lama, robekan lama. Dari robekan itu kita semakin yakin visum itu tidak memenuhi syarat. Kalau angka itu dianggap benar, tidak ada konteks pemerkosaan karena ada rangsangan. Ini linier dengan saksi bahwa yang bersangkutan pernah berhubungan dengan pacarnya," ungkapnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tengku Firdaus menyatakan, apa yang disampaikan ahli pada persidangan kali ini diklaim juga mendukung dakwaannya. Termasuk, soal kenapa sampai timbul lebih dari dua kali surat visum.
"Dia (ahli) menjelaskan, malah mendukung keterangan kita. Jadi ada beberpaa keterangan yang memperkuat keterangan kita. Misalnya soal kesalahan penulisan dalam visum, ada dikuatkan bahwa tidak pernah ada visum itu arah jarum jam 13, Jadi dalam visum tidak pernah dikenal cuma dari jam satu sampai 12, 13 tidak dikenal. (Soal dua surat visum) ada aturan formil dan materiil. Rumah sakit tidak bisa menolak, tidak bisa menolak permintaan visum yang diminta penyidik," katanya.
(nic)