Rawat Kearifan Lokal, Warga Leda Congkar-Flores Jabodetabek Pentas Seni Budaya
loading...
A
A
A
Acara Penti itu pun ditutup dengan tampilan mahasiswa yang menyanyikan lagu Manggarai berjudul "Seni Senang" yang dibalut koreografi seadanya. Semua tamu undangan serta orang tua ikut bergoyang.
Odorikus Holang, salah satu panitia menyampaikan, semua mata acara yang dipilih sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal. Tarian Rantuk Alu, misalnya, memiliki nilai-nilai seperti kerja sama, kelincahan, ketepatan, keberanian dan ketulusan. Demikian pun sanda dan mbata, memuat pesan moral di setiap syairnya. "Kita menghidupkan nilai-nilai itu agar dipahami generasi milenial," kata Holang
Sementara itu sejumlah orang tua mempunyai kesan tersendiri atas acara Penti kali ini. Mereka merasa terharu lantaran acara tersebut baru kembali dibuat setelah 25 tahun silam wadah Leda Congkar dibentuk.
Agustinus Dawardja, salah satu tokoh Leda Congkar berharap generasi muda bisa membawa harapan dan optimis sebagai pembawa estafet kebudayaan Manggarai. Namun, menurut Agustinus, kerja sama dan kolaborasi lintas generasi menjadi sangat penting.
Sementara Ino Sensi berharap Kilo Leda Congkar perlu diperkuat menjadi wadah pemersatu dan pengembangan diri generasi muda Leda-Congkar.
Ino berharap acara Penti tersebut tidak berakhir pada acara 11 September, tetapi terus berlanjut dan bahkan harus menjadi agenda tahunan paguyuban Leda Congkar. "Semoga acara penti menjadi agenda tahunan," harapnya.
Paguyuban Leda Congkar
Paguyuban Leda Congkar sebenarnya bukan wadah yang baru dibentuk, tapi sudah diinisiasi sejak tahun 1976 silam. Inisiator awalnya adalah bapak Wens Zahnidam dari Congkar.
Savio Rahmat yang merupakan salah satu saksi sejarah terbentuknya kilo Leda Congkar ini mengatakan, asrama Kebun Kosong adalah tempat kali pertama berkumpulnya orang tua kilo Leda Congkar.
"Tahun 1976 itu hanya kumpul biasa-biasa saja di asrama kebun kosong. Belum berpikir untuk bikin Penti dan lain-lain. Tetapi sudah mulai karena waktu Wens Sanidam baru pulang dari Irian. Karena dia merasa butuh sekali keluarga ini, untuk sama-sama," kata Savio.
Odorikus Holang, salah satu panitia menyampaikan, semua mata acara yang dipilih sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal. Tarian Rantuk Alu, misalnya, memiliki nilai-nilai seperti kerja sama, kelincahan, ketepatan, keberanian dan ketulusan. Demikian pun sanda dan mbata, memuat pesan moral di setiap syairnya. "Kita menghidupkan nilai-nilai itu agar dipahami generasi milenial," kata Holang
Sementara itu sejumlah orang tua mempunyai kesan tersendiri atas acara Penti kali ini. Mereka merasa terharu lantaran acara tersebut baru kembali dibuat setelah 25 tahun silam wadah Leda Congkar dibentuk.
Agustinus Dawardja, salah satu tokoh Leda Congkar berharap generasi muda bisa membawa harapan dan optimis sebagai pembawa estafet kebudayaan Manggarai. Namun, menurut Agustinus, kerja sama dan kolaborasi lintas generasi menjadi sangat penting.
Sementara Ino Sensi berharap Kilo Leda Congkar perlu diperkuat menjadi wadah pemersatu dan pengembangan diri generasi muda Leda-Congkar.
Ino berharap acara Penti tersebut tidak berakhir pada acara 11 September, tetapi terus berlanjut dan bahkan harus menjadi agenda tahunan paguyuban Leda Congkar. "Semoga acara penti menjadi agenda tahunan," harapnya.
Paguyuban Leda Congkar
Paguyuban Leda Congkar sebenarnya bukan wadah yang baru dibentuk, tapi sudah diinisiasi sejak tahun 1976 silam. Inisiator awalnya adalah bapak Wens Zahnidam dari Congkar.
Savio Rahmat yang merupakan salah satu saksi sejarah terbentuknya kilo Leda Congkar ini mengatakan, asrama Kebun Kosong adalah tempat kali pertama berkumpulnya orang tua kilo Leda Congkar.
"Tahun 1976 itu hanya kumpul biasa-biasa saja di asrama kebun kosong. Belum berpikir untuk bikin Penti dan lain-lain. Tetapi sudah mulai karena waktu Wens Sanidam baru pulang dari Irian. Karena dia merasa butuh sekali keluarga ini, untuk sama-sama," kata Savio.