Anaknya Meninggal di Ponpes Gontor, Begini Curhatan Pilu sang Ibu di Palembang
loading...
A
A
A
"Saya tidak tahu siapa Ustaz Agus, tahunya hanya sebagai perwakilan. Kepada pelayat yang memenuhi rumah, saya disampaikan kronologi bahwa anak saya terjatuh akibat kelelahan setelah mengikuti Perkemahan Kamis Jumat (Perkajum)," ungkapnya.
Saat itu, Soimah merasa percaya dan menerima bila anaknya meninggal karena jatuh. Apalagi diketahui anaknya memang menjadi Ketua Perkajum. Namun, perasaan legowo itu sirna saat dirinya dan keluarga mengetahui kondisi jasad anaknya dengan membuka kain kafan.
"Banyak laporan-laporan dari wali santri lainnya bahwa kronologi tidak demikian, kami pihak keluarga meminta agar mayat dibuka dan ternyata benar, tak seperti layaknya meninggal karena terjatuh," ungkapnya.
Setelah kafan dibuka, lanjut Soimah, darah dari jasad anaknya tersebut terus mengalir. Bahkan kain kafan sudah diganti dua kali namun tetap saja darah tak berhenti.
Sebagai ibu, kata Soimah, dirinya tak menyangka melihat kondisi mayat anaknya tidak dalam keadaan baik. Bahkan keluarga lain yang juga melihat tak mampu membendung amarah.
"Kenapa laporan yang disampaikan berbeda dengan kenyataan yang diterima. Karena tidak sesuai, kami akhirnya menghubungi pihak forensik dan rumah sakit sudah siap melakukan autopsi," ungkapnya.
Setelah sempat ingin autopsi terhadap jenazah anaknya, Soimah dan keluarga mendesak perwakilan pihak Gontor 1 mengungkap kejadian sebenarnya. Ustaz Agus pun akhirnya mengakui jika Albar meninggal karena kekerasan.
"Saya tidak bisa membendung rasa penyesalan telah menitipkan anak saya di sebuah pondok pesantren yang notabene nomor satu di Indonesia," kata Soimah.
Setelah mendengar pengakuan ada tindakan kekerasan di dalam pondok, Soimah memutuskan untuk mengurungkan niat melakukan autopsi. Alasannya, agar sang anak segera dikubur. Apalagi jenazah sudah lebih dari satu hari perjalanan dan Soimah tidak rela tubuh anaknya "diobrak-abrik" dokter forensik.
Saat itu, Soimah merasa percaya dan menerima bila anaknya meninggal karena jatuh. Apalagi diketahui anaknya memang menjadi Ketua Perkajum. Namun, perasaan legowo itu sirna saat dirinya dan keluarga mengetahui kondisi jasad anaknya dengan membuka kain kafan.
"Banyak laporan-laporan dari wali santri lainnya bahwa kronologi tidak demikian, kami pihak keluarga meminta agar mayat dibuka dan ternyata benar, tak seperti layaknya meninggal karena terjatuh," ungkapnya.
Setelah kafan dibuka, lanjut Soimah, darah dari jasad anaknya tersebut terus mengalir. Bahkan kain kafan sudah diganti dua kali namun tetap saja darah tak berhenti.
Baca Juga
Sebagai ibu, kata Soimah, dirinya tak menyangka melihat kondisi mayat anaknya tidak dalam keadaan baik. Bahkan keluarga lain yang juga melihat tak mampu membendung amarah.
"Kenapa laporan yang disampaikan berbeda dengan kenyataan yang diterima. Karena tidak sesuai, kami akhirnya menghubungi pihak forensik dan rumah sakit sudah siap melakukan autopsi," ungkapnya.
Setelah sempat ingin autopsi terhadap jenazah anaknya, Soimah dan keluarga mendesak perwakilan pihak Gontor 1 mengungkap kejadian sebenarnya. Ustaz Agus pun akhirnya mengakui jika Albar meninggal karena kekerasan.
"Saya tidak bisa membendung rasa penyesalan telah menitipkan anak saya di sebuah pondok pesantren yang notabene nomor satu di Indonesia," kata Soimah.
Setelah mendengar pengakuan ada tindakan kekerasan di dalam pondok, Soimah memutuskan untuk mengurungkan niat melakukan autopsi. Alasannya, agar sang anak segera dikubur. Apalagi jenazah sudah lebih dari satu hari perjalanan dan Soimah tidak rela tubuh anaknya "diobrak-abrik" dokter forensik.