Bandar Narkoba Bebas dari Hukuman Mati, Jaksa Banding
loading...
A
A
A
LUBUKLINGGAU - Terdakwa Niko Rafhika alias Niko, bandar sabu 13 kilogram (Kg) dan 2.200 pil ekstasi terbebas dari jeratan hukuman mati dalam sidang vonis di Pengadilan Negeri (PN) Lubuklinggau , Kamis (18/8/2022).
Dalam sidang yang digelar virtual itu dipimpin Ketua Majelis Hakim, Ferry Irawan, dihadiri JPU Nanda Akbari Darna Winsa dan Penasehat hukum terdakwa, Jaya Kusuma dan Edwar Antoni.
Dalam pertimbanganya bahwa terdakwa terbukti secara sah memiliki 13 kg narkotika jenis sabu dan 2.200 pil ekstasi yang telah dimusnahkan dengan putusan hukuman seumur hidup.
Putusan didengarkan langsung oleh terdakwa dari dalam Lapas Kelas II A Lubuklinggau, dan setelah mendengarkan putusan tersebut, terdakwa langsung meninggalkan lokasi virtual.
Kuasa Hukum Terdakwa Edwar Antoni mengaku bersyukur kliennya lepas dari jerat hukuman mati dan akan pikir-pikir untuk mengambil keputusan selanjutnya.
“Untuk putusan ini kita punya waktu 7 hari apakah akan menerima atau banding,” kata Edo panggilan akrab Edwar Antoni.
Sedangkan JPU Nanda Akbari Darna Winsa mengatakan pihaknya berbeda keyakinan dengan majelis hakim, karena menurut majelis hakim pidana yang paling tepat untuk terdakwa Niko ini adalah hukuman seumur hidup.
“Namun tidak semua majelis hakim sependapat karena ada satu majelis hakim yang sependapat dengan JPU,” katanya.
Sehingga terjadi dissenting opinion, untuk itu pihaknya akan melaksanakan upaya hukum, yakni banding namun akan menginformasikan dan berkoordinasi dengan pimpinan.
“Kami merasa tidak puas, karena kita sudah menuntut dengan hukuman maksimal hukuman mati, mengingat banyaknya barang bukti dan potensi yang terjadi rusaknya generasi apabila narkoba ini berhasil dijual dan diedarkan,” tegas Nanda.
Sebelumnya, terdakwa dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum pada sidang tuntutan yang digelar di Pengadilan Negeri Lubuklinggau, Kamis (28/7/2022) lalu.
Dalam tuntutannya, jaksa menyampaikan bahwa terdakwa terbukti dan sah secara menyakinkan sebagai pemilik sabu 13 Kg dan 2.200 pil ekstasi, sehingga dituntut hukuman mati. Saat jaksa menyampaikan tuntutan tersebut terlihat terdakwa tampak tegang dan gelisah.
Setelah mendengarkan membacakan tuntutan dari Jaksa, kemudian hakim ketua menyampaikan kepada penasehat hukum terdakwa untuk menyampaikan pledoi, dan dijawab oleh tim kuasa hukum, pledoi akan disampaikan minggu depan.
Selanjutnya, Kasi Pidum Kejari Lubuklinggau Firdaus Apandi menyampaikan, terkait tuntutan hukuman mati tersebut, terdakwa jelas melanggar Pasal 114 ayat 2 junto 132 ayat 1 undang-undang RI Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika.
"Terdakwa dituntut hukuman mati, terdakwa merupakan bandar besar jaringan dari Sumatera Utara," ungkapnya pada wartawan, Kamis (28/7/2022).
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum, Akbar menyampaikan berdasarkan fakta persidangan, terdakwa bukan hanya satu kali namun, terdakwa pernah dihukum tahun 2012 dalam kasus narkotika.
"Nah di dalam Lapas narkotika Muara Beliti, rupanya terdakwa bertemu dengan Helmi seorang yang mengirimkan 13 Kg sabu dan 2.200 butir ekstasi tersebut,” katanya.
Dalam perkara ini terdakwa menyimpan barang haram itu, dan diperintahkan Helmi datang untuk mengambilnya, terdakwa juga dijanjikan menerima upah Rp50 juta apabila barang bukti sudah diserahkan kepada orang suruhan.
Sementara dalam persidangan terungkap, ternyata sabu itu bukan 13 Kg melainkan ada 15 kantong sabu, namun terdakwa sudah mengirimkan dua kantong sabu tersebut kepada salah seorang rekannya di Palembang. "Sisanya 13 kantong lagi dan itu menunggu perintah selanjutnya,” ujar dia,
Hal yang paling memberatkan dari terdakwa adalah terdakwa merupakan jaringan antar provinsi dari Kota Medan, untuk diedarkan ke Provinsi Sumatera Selatan khususnya ke Lubuklinggau dan Palembang.
"Selain itu terdakwa ini pernah dipidana tahun 2012 artinya sudah secara sah dan sadar mengetahui bahwa narkotika itu dilarang oleh pemerintah," pungkasnya.
Dalam sidang yang digelar virtual itu dipimpin Ketua Majelis Hakim, Ferry Irawan, dihadiri JPU Nanda Akbari Darna Winsa dan Penasehat hukum terdakwa, Jaya Kusuma dan Edwar Antoni.
Dalam pertimbanganya bahwa terdakwa terbukti secara sah memiliki 13 kg narkotika jenis sabu dan 2.200 pil ekstasi yang telah dimusnahkan dengan putusan hukuman seumur hidup.
Putusan didengarkan langsung oleh terdakwa dari dalam Lapas Kelas II A Lubuklinggau, dan setelah mendengarkan putusan tersebut, terdakwa langsung meninggalkan lokasi virtual.
Kuasa Hukum Terdakwa Edwar Antoni mengaku bersyukur kliennya lepas dari jerat hukuman mati dan akan pikir-pikir untuk mengambil keputusan selanjutnya.
“Untuk putusan ini kita punya waktu 7 hari apakah akan menerima atau banding,” kata Edo panggilan akrab Edwar Antoni.
Sedangkan JPU Nanda Akbari Darna Winsa mengatakan pihaknya berbeda keyakinan dengan majelis hakim, karena menurut majelis hakim pidana yang paling tepat untuk terdakwa Niko ini adalah hukuman seumur hidup.
“Namun tidak semua majelis hakim sependapat karena ada satu majelis hakim yang sependapat dengan JPU,” katanya.
Sehingga terjadi dissenting opinion, untuk itu pihaknya akan melaksanakan upaya hukum, yakni banding namun akan menginformasikan dan berkoordinasi dengan pimpinan.
“Kami merasa tidak puas, karena kita sudah menuntut dengan hukuman maksimal hukuman mati, mengingat banyaknya barang bukti dan potensi yang terjadi rusaknya generasi apabila narkoba ini berhasil dijual dan diedarkan,” tegas Nanda.
Sebelumnya, terdakwa dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum pada sidang tuntutan yang digelar di Pengadilan Negeri Lubuklinggau, Kamis (28/7/2022) lalu.
Dalam tuntutannya, jaksa menyampaikan bahwa terdakwa terbukti dan sah secara menyakinkan sebagai pemilik sabu 13 Kg dan 2.200 pil ekstasi, sehingga dituntut hukuman mati. Saat jaksa menyampaikan tuntutan tersebut terlihat terdakwa tampak tegang dan gelisah.
Setelah mendengarkan membacakan tuntutan dari Jaksa, kemudian hakim ketua menyampaikan kepada penasehat hukum terdakwa untuk menyampaikan pledoi, dan dijawab oleh tim kuasa hukum, pledoi akan disampaikan minggu depan.
Selanjutnya, Kasi Pidum Kejari Lubuklinggau Firdaus Apandi menyampaikan, terkait tuntutan hukuman mati tersebut, terdakwa jelas melanggar Pasal 114 ayat 2 junto 132 ayat 1 undang-undang RI Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika.
"Terdakwa dituntut hukuman mati, terdakwa merupakan bandar besar jaringan dari Sumatera Utara," ungkapnya pada wartawan, Kamis (28/7/2022).
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum, Akbar menyampaikan berdasarkan fakta persidangan, terdakwa bukan hanya satu kali namun, terdakwa pernah dihukum tahun 2012 dalam kasus narkotika.
"Nah di dalam Lapas narkotika Muara Beliti, rupanya terdakwa bertemu dengan Helmi seorang yang mengirimkan 13 Kg sabu dan 2.200 butir ekstasi tersebut,” katanya.
Dalam perkara ini terdakwa menyimpan barang haram itu, dan diperintahkan Helmi datang untuk mengambilnya, terdakwa juga dijanjikan menerima upah Rp50 juta apabila barang bukti sudah diserahkan kepada orang suruhan.
Sementara dalam persidangan terungkap, ternyata sabu itu bukan 13 Kg melainkan ada 15 kantong sabu, namun terdakwa sudah mengirimkan dua kantong sabu tersebut kepada salah seorang rekannya di Palembang. "Sisanya 13 kantong lagi dan itu menunggu perintah selanjutnya,” ujar dia,
Hal yang paling memberatkan dari terdakwa adalah terdakwa merupakan jaringan antar provinsi dari Kota Medan, untuk diedarkan ke Provinsi Sumatera Selatan khususnya ke Lubuklinggau dan Palembang.
"Selain itu terdakwa ini pernah dipidana tahun 2012 artinya sudah secara sah dan sadar mengetahui bahwa narkotika itu dilarang oleh pemerintah," pungkasnya.
(nic)