20 Tahun Lalu Terlibat Bom Bali, Kini Ali Fauzi Ajak Mahasiswa Lawan Radikalisme

Selasa, 02 Agustus 2022 - 20:34 WIB
loading...
20 Tahun Lalu Terlibat Bom Bali, Kini Ali Fauzi Ajak Mahasiswa Lawan Radikalisme
Mantan kombatan Ali Fauzi Manzi, yang pernah terlibat dalam peristiwa bom Bali tahun 2002, mengajak para mahasiswa untuk berani melawan radikalisme. Foto/Ist.
A A A
SURABAYA - Peristiwa kelam pengeboman di Bali, pada tahun 2002 silam menyisakan pilu bagi para korban dan keluarganya. Kini, Mantan kombatan Ali Fauzi Manzi, yang pernah terlibat dalam peristiwa bom Bali 20 tahun silam, mengajak para mahasiswa untuk berani melawan radikalisme.



Seruan itu disampaikan Ali Fauzi Manzi ketika materi tentang deradikalisme di hadapan para mahasiswa baru (maba) ITS pada gelaran Pelatihan Spiritual dan Kebangsaan (PSB) di Graha Sepuluh Nopember ITS, Selasa (2/8/2022).



Melalui materi utama tentang Moderasi Beragama, lelaki yang kini aktif sebagai seorang ustaz ini, berbagi pengalaman hidupnya agar tidak diikuti oleh para generasi muda saat ini.



Dia mengaku bahwa dulunya dikenal sebagai ahli perakit bom di berbagai organisasi radikal yang diikutinya. "Saya pernah satu kelompok dengan Abu Bakar Ba'asyir di Malaysia," ungkap pendiri Yayasan Lingkar Perdamaian ini.

Ali yang sudah terasimilasi ini menyebutkan, pada tahun 2015-2022 lebih dari 3.000 orang terduga teroris telah ditangkap. Jumlah ini bahkan melebihi jumlah penangkapan pada periode 2002-2014 lalu.

Ia membeberkan, hasil riset Marc Sageman yang menunjukkan faktor terbesar orang untuk bergabung dengan jaringan radikalisme dikarenakan faktor friendship dan kinship (pertemanan dan kekeluargaan). "Saya dulu bersama saudara saya dalam menjalankan pengalaman menyedihkan ini," kata adik kandung Amrozi tersebut.



Radikalisasi, menurut Ali bukanlah sebuah produk dari keputusan yang singkat, tetapi hasil dari sebuah proses panjang. Menurut pengalamannya, proses ini terjadi dengan perlahan-lahan mendorong seseorang untuk berkomitmen pada aksi kekerasan atas nama Tuhan. Namun alasan yang membuat anggotanya tetap tinggal yakni, adanya dukungan sesama anggota.

Lebih dalam, Ali mengungkapkan bahwa pada dasarnya komunitas teroris itu menyediakan dua dukungan kepada para anggotanya. Pertama adalah dukungan moral, hal ini dapat terbentuk melalui pemberian pemahaman radikal kepada para anggotanya dengan pengajian, idad, rihlah, mukhoyamah, dan sebagainya. Kedua adalah dukungan material seperti halnya bantuan pendidikan, lapangan kerja, bantuan kesehatan, dan lain-lain.

Hadirnya kedua dukungan itu yang mengikat para anggotanya, sehingga nyaman dan sulit untuk ke luar. Namun, jika ke luar mereka tidak punya teman, dikucilkan, dimusuhi bahkan diancam pembunuhan. Oleh karenanya, sangat penting membentuk sebuah komunitas baru yang memberikan dukungan serupa tetapi bersifat positif. "Seperti cinta negara, cinta polisi/TNI, cinta perdamaian, toleransi, menjunjung Islam yang ramah bukan marah," ucapnya.



Lebih lanjut, Ali mengibaratkan terorisme itu seperti penyakit komplikasi. Oleh karena itu, cara penanganannya juga tidak bisa dilakukan dengan metode tunggal. Harus banyak aspek, perspektif dan metodologi.

Perlu adanya dokter spesialis dan juga kampanye pencegahan dari orang yang pernah sembuh dari penyakitnya, seperti dirinya saat ini. "Sekarang saya sudah sembuh setelah mengalami penyakitnya bertahun-tahun, di sini saya bantu mencegahnya," ujar Ali.

Penyebaran paham radikalisme dapat melalui berbagai media. Salah satunya adalah perguruan tinggi, di mana mahasiswanya berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Karena itu, Ali senang dengan adanya acara PSB ini.



Menurut Ali, langkah yang diambil oleh ITS sudah tepat sekali dalam mencegah bibit radikalisme terutama pada generasi muda. "Kalian juga harus berhati-hati dalam memilih teman, jangan sampai terpengaruh paham radikalisme," imbuhnya.

Pada akhir pemaparannya, Ali memberikan kata-kata motivasi bagi para mahasiswa baru ini. "Tidak ada orang baik yang tidak mempunyai masa lalu. Begitu pula, tidak ada orang jahat yang tidak mempunyai masa depan. Setiap orang berhak untuk berubah menjadi lebih baik," kata dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Lamongan ini.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2462 seconds (0.1#10.140)