Warga Miskin Kesulitan Berobat, DPRD Desak Bupati Kendal Evaluasi Jamkesda
loading...
A
A
A
KENDAL - DPRD Kendal mendesak Bupati Kendal meninjau ulang Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 70 Tahun 2020 dan Perbup Nomor 28 Tahun 2022. Pasalnya, kedua Perbup yang mengatur tentang pedoman pelaksanaan jaminan kesehatan daerah dan tarif palayanan kesehatan, ditengarai telah menyulitkan warga miskin di Kendal mendapatkan layanan kesehatan.
Ketua Komisi D DPRD Kendal Mahfud Shodiq, menyampaikan hal itu di ruang kerjanya, Selasa (5/7/2022), menanggapi adanya warga tidak mampu di Kendal yang sedang sakit kebingungan untuk berobat di rumah sakit.
Pihaknya mengaku prihatin karena tidak baru kali ini mendapatkan aduan yang sama. Menurutnya Komisi D setidaknya telah tiga kali memanggil dinas terkait membahas masalah pelayanan kesehatan pasca terbitnya Perbup Nomor 70 Tahun 2020 dan turunannya Perbup Nomor 28 Tahun 2022.
“Pada prinsipnya rumah sakit tidak boleh menolak pasien, dan kami mendesak pemerintah daerah untuk mempermudah masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan,” ujarnya.
Menurutnya, kalau misalkan Perbup 70 dan turunannya Perbup 28 pada prakteknya menyulitkan masyarakat, sebaiknya dicabut saja. "Atau jika tidak, carikan upaya lain agar seluruh warga Kendal bisa mendapatkan pelayanan kesehatan,” tegas Mahfud.
Lebih lanjut disampaikan, pelaksanaan Universal Health Coverage (UHC) di Kabupaten Kendal dikembalikan lagi kepada kemampuan keuangan daerah. Dia menyebutkan, untuk tahun ini, yang bisa diampu melalui APBD sekitar 50ribu peserta penerima manfaat. Artinya, realisasi ini menurutnya masih sangat jauh dari target yang diharapkan.
Untuk mengurai permasalahan jaminan kesehatan, pihaknya mendesak Pemkab Kendal memberesi sejumlah pekerjaan rumah yang hingga hari ini belum tuntas. Pertama yang disoroti, masih amburadulnya data kemiskinan di Kabupaten Kendal agar dapat dibenahi.
Selain itu, menurutnya komitmen pemerintah terhadap masalah kesehatan yang seharusnya menjadi persoalan mendasar dapat diprioritaskan. Sebaliknya, urusan yang sifatnya tidak mendesak bagi masyarakat umum dapat dikesampingkan.
“Kalau orientasinya UHC, harusnya hal-hal yang bukan urusan wajib, dapat dikurangi, dan lebih memprioritasnya kebutuhan mendasar masyarakat. Kesehatan ini kebutuhan mendasar, sifatnya wajib, karenanya harus menjadi prioritas,” ujarnya.
Sebelumnya, salah seorang warga Kendal, Ahmad Misrin menyampaikan kritik melalui akun media sosialnya terkait sulitnya warga miskin di Kendal mendapatkan layanan kesehatan di rumah sakit.
Aktivis Pengabdi Bantuan Hukum Jaringan Kerja Relawan untuk Demokrasi, Keadilan dan Hak Asasi Manusia (PBH JAKERHAM) yang juga Ketua LBH Ansor Kendal ini mengaku kembali mendapat pengaduan warga yang sedang kesulitan untuk berobat di rumah sakit. Persoalan ini menurutnya bukan kali pertama, tapi telah kesekian kali dia tangani.
Pihaknya pun menuding Perbup Nomor 70 tahun 2020 yang diterbitkan pada masa Bupati Mirna Annisa sebagai biang keladinya. Pasalnya, pasca-Perbup itu diterbitkan pada Desember 2020, SKTM yang sebelumnya menjadi surat sakti bagi warga miskin untuk berobat di rumah sakit, tidak berlaku lagi.
Mendapati keluhan warga yang sedang kesulitan berobat itu, Misrin yang mengaku sedang sakit telah berupaya memberikan penjelasan. Namun penjelasan yang diberikan memang disadari tidak memberikan jalan keluar. Sementara sopir angkot dengan penghasilan pas-pasan yang menderita serangan jantung itu, belum bisa dibawa ke rumah sakit karena telah kehabisan dana untuk pengobatan sebelumnya.
Dia pun menyarankan agar pihak keluarga membawa sang sopir angkot ke rumah sakit milik pemerintah daerah. Jika ditolak, dia sarankan lagi untuk membawanya ke Pendopo Kabupaten Kendal.
"Kalau ditolak bawa aja ke Pendopo. Besoknya satu keluarga demo ngemis bupati, nanti kalau berkaitan dengan proses hukum saya siap dampingi," kata Misrin. CM
Ketua Komisi D DPRD Kendal Mahfud Shodiq, menyampaikan hal itu di ruang kerjanya, Selasa (5/7/2022), menanggapi adanya warga tidak mampu di Kendal yang sedang sakit kebingungan untuk berobat di rumah sakit.
Pihaknya mengaku prihatin karena tidak baru kali ini mendapatkan aduan yang sama. Menurutnya Komisi D setidaknya telah tiga kali memanggil dinas terkait membahas masalah pelayanan kesehatan pasca terbitnya Perbup Nomor 70 Tahun 2020 dan turunannya Perbup Nomor 28 Tahun 2022.
“Pada prinsipnya rumah sakit tidak boleh menolak pasien, dan kami mendesak pemerintah daerah untuk mempermudah masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan,” ujarnya.
Menurutnya, kalau misalkan Perbup 70 dan turunannya Perbup 28 pada prakteknya menyulitkan masyarakat, sebaiknya dicabut saja. "Atau jika tidak, carikan upaya lain agar seluruh warga Kendal bisa mendapatkan pelayanan kesehatan,” tegas Mahfud.
Lebih lanjut disampaikan, pelaksanaan Universal Health Coverage (UHC) di Kabupaten Kendal dikembalikan lagi kepada kemampuan keuangan daerah. Dia menyebutkan, untuk tahun ini, yang bisa diampu melalui APBD sekitar 50ribu peserta penerima manfaat. Artinya, realisasi ini menurutnya masih sangat jauh dari target yang diharapkan.
Untuk mengurai permasalahan jaminan kesehatan, pihaknya mendesak Pemkab Kendal memberesi sejumlah pekerjaan rumah yang hingga hari ini belum tuntas. Pertama yang disoroti, masih amburadulnya data kemiskinan di Kabupaten Kendal agar dapat dibenahi.
Selain itu, menurutnya komitmen pemerintah terhadap masalah kesehatan yang seharusnya menjadi persoalan mendasar dapat diprioritaskan. Sebaliknya, urusan yang sifatnya tidak mendesak bagi masyarakat umum dapat dikesampingkan.
“Kalau orientasinya UHC, harusnya hal-hal yang bukan urusan wajib, dapat dikurangi, dan lebih memprioritasnya kebutuhan mendasar masyarakat. Kesehatan ini kebutuhan mendasar, sifatnya wajib, karenanya harus menjadi prioritas,” ujarnya.
Sebelumnya, salah seorang warga Kendal, Ahmad Misrin menyampaikan kritik melalui akun media sosialnya terkait sulitnya warga miskin di Kendal mendapatkan layanan kesehatan di rumah sakit.
Aktivis Pengabdi Bantuan Hukum Jaringan Kerja Relawan untuk Demokrasi, Keadilan dan Hak Asasi Manusia (PBH JAKERHAM) yang juga Ketua LBH Ansor Kendal ini mengaku kembali mendapat pengaduan warga yang sedang kesulitan untuk berobat di rumah sakit. Persoalan ini menurutnya bukan kali pertama, tapi telah kesekian kali dia tangani.
Pihaknya pun menuding Perbup Nomor 70 tahun 2020 yang diterbitkan pada masa Bupati Mirna Annisa sebagai biang keladinya. Pasalnya, pasca-Perbup itu diterbitkan pada Desember 2020, SKTM yang sebelumnya menjadi surat sakti bagi warga miskin untuk berobat di rumah sakit, tidak berlaku lagi.
Mendapati keluhan warga yang sedang kesulitan berobat itu, Misrin yang mengaku sedang sakit telah berupaya memberikan penjelasan. Namun penjelasan yang diberikan memang disadari tidak memberikan jalan keluar. Sementara sopir angkot dengan penghasilan pas-pasan yang menderita serangan jantung itu, belum bisa dibawa ke rumah sakit karena telah kehabisan dana untuk pengobatan sebelumnya.
Dia pun menyarankan agar pihak keluarga membawa sang sopir angkot ke rumah sakit milik pemerintah daerah. Jika ditolak, dia sarankan lagi untuk membawanya ke Pendopo Kabupaten Kendal.
"Kalau ditolak bawa aja ke Pendopo. Besoknya satu keluarga demo ngemis bupati, nanti kalau berkaitan dengan proses hukum saya siap dampingi," kata Misrin. CM
(ars)