Petilasan Laskar Pangeran Diponegoro Ditumbuhi Pohon Blondo Berusia Ratusan Tahun
loading...
A
A
A
SALATIGA - Kota Salatiga ternyata menyimpan sejarah perjuangan melawan pemerintah Hindia Belanda yang dilakukan Laskar Pangeran Diponegoro. Jejak peninggalan Laskar Pangeran Diponegoro hingga kini masih terawat dengan baik.
Beberapa petilasan Laskar Pangeran Diponegoro seperti sumber mata air, pohon Blondo tua yang berusia ratusan tahun dan makam Johar Manik terdapat di Kampung Blondo, Kelurahan Kutowinangun Kidul, Kecamatan Tingkir.
Johar Manik adalah senopati atau panglima perang Pangeran Diponegoro yang menjadi Komandan Bulkiyo dengan anggotanya laskar di sekitaran Salatiga.
Agustina Sri Kuntarsih, cucu canggah Johar Manik menuturkan, sebelum berangkat berunding dengan Belanda di Magelang, Pangeran Diponegoro yang memiliki nama asli Raden Mas Ontowiryo ini sempat bertemu Johar Manik di Watu Ceper, Kampung Blondo. Dalam pertemuan tersebut, Johar Manik yang memiliki tongkat komando dari kayu Blondo, diminta oleh Pangeran Diponegoro,
"Selanjutnya, tongkat tersebut dipatahkan hingga menjadi dua bagian. Kemudian masing-masing menancapkan kayu blondo tersebut dan akhirnya tumbuh menjadi pohon besar hingga saat ini," katanya, Selasa (14/6/2022).
Menurutnya, kayu tersebut kemudian dijadikan tetenger (tanda) persahabatan sejati.
"Menurut cerita leluhur, saat pertemuan itu Pangeran Diponegoro juga berpesan apa pun yang terjadi dalam perundingan di Magelang, meski nanti tidak lagi bisa bertemu, perjuangan harus diteruskan dan tidak boleh kalah melawan penjajah," kata Kuntarsih.
Diceritakan Kuntarsih, Pangeran Diponegoro memiliki tempat favorit untuk beristirahat, yakni di Watu Ceper. Batu besar yang bentuknya datar. Batu itu juga dipakai Pangeran Diponegoro untuk menunaikan sholat.
Selain itu, karena letak Watu Ceper paling tinggi dari sekitarnya, maka Pangeran Diponegoro juga biasa menikmati makanan favoritnya, roti putih, kentang londo yang dimakan bersama kripik singkong dibalur sambal di tempat itu.
Di area tersebut juga terdapat Selo Tirto Manik yang sumber airnya tidak pernah surut. Dulunya Pangeran Diponegoro dan Johar Manik ingin mencari sumber air bersih yang mancur untuk berwudhu.
“Dari cerita eyang (embah) dengan kemampuan yang dimilikinya, maka sebuah tongkat kayu ditancapkan di batu hingga berlubang dan mengeluarkan air. Hingga sekarang airnya masih mengalir deras,” ujarnya.
Setelah Johar Manik meninggal, jasadnya dimakamkan di pemakaman Tanggulayu Nanggulan tidak jauh dari Blondo.
Johar Manik meninggal karena ditikam tombak pada jantungnya oleh pasukan londo ireng (Belanda hitam) sebutan kaum pribumi yang bergabung dengan Belanda.
"Kemudian oleh anak buahnya jenazah Johar Manik dikebumikan di makam Tanggulayu, Nanggulan tidak jauh dari Blondo,” katanya.
Sementara Lurah Kutowinangun Kidul, Titin Eka Novia mengatakan jejak-jejak sejarah Johar Manik dan pasukan Pangeran Diponegoro saat ini sedang dikaji untuk dikembangkan menjadi wisata sejarah dan religi.
"Ada beberapa makam pejuang juga yang terhubung secara historis, jadi ini bisa menjadi laboratorium sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro di Salatiga," jelasnya.
Titin berusaha maksimal agar potensi wisata sejarah ini bisa terangkat dan menjadi daya tarik wisata tersendiri untuk Kelurahan Kutowinangun Kidul dan Kota Salatiga pada umumnya.
"Kami sudah melakukan paparan kepada stakeholder terkait sejarah Johar Manik di wilayah Blondo. Kami berharap ada tindaklanjutnya. Karena banyak potensi yang bisa dikembangkan, seperti kesenian, juga Pasar Sudiran yang nantinya bisa menjadi magnet wisata yang unik dan bisa menumbuhkan UMKM," pungkasnya.
Lihat Juga: Kisah Bupati Pacitan Tertangkap Pasukan Pangeran Diponegoro usai Berkoalisi dengan Belanda
Beberapa petilasan Laskar Pangeran Diponegoro seperti sumber mata air, pohon Blondo tua yang berusia ratusan tahun dan makam Johar Manik terdapat di Kampung Blondo, Kelurahan Kutowinangun Kidul, Kecamatan Tingkir.
Johar Manik adalah senopati atau panglima perang Pangeran Diponegoro yang menjadi Komandan Bulkiyo dengan anggotanya laskar di sekitaran Salatiga.
Agustina Sri Kuntarsih, cucu canggah Johar Manik menuturkan, sebelum berangkat berunding dengan Belanda di Magelang, Pangeran Diponegoro yang memiliki nama asli Raden Mas Ontowiryo ini sempat bertemu Johar Manik di Watu Ceper, Kampung Blondo. Dalam pertemuan tersebut, Johar Manik yang memiliki tongkat komando dari kayu Blondo, diminta oleh Pangeran Diponegoro,
"Selanjutnya, tongkat tersebut dipatahkan hingga menjadi dua bagian. Kemudian masing-masing menancapkan kayu blondo tersebut dan akhirnya tumbuh menjadi pohon besar hingga saat ini," katanya, Selasa (14/6/2022).
Menurutnya, kayu tersebut kemudian dijadikan tetenger (tanda) persahabatan sejati.
"Menurut cerita leluhur, saat pertemuan itu Pangeran Diponegoro juga berpesan apa pun yang terjadi dalam perundingan di Magelang, meski nanti tidak lagi bisa bertemu, perjuangan harus diteruskan dan tidak boleh kalah melawan penjajah," kata Kuntarsih.
Diceritakan Kuntarsih, Pangeran Diponegoro memiliki tempat favorit untuk beristirahat, yakni di Watu Ceper. Batu besar yang bentuknya datar. Batu itu juga dipakai Pangeran Diponegoro untuk menunaikan sholat.
Selain itu, karena letak Watu Ceper paling tinggi dari sekitarnya, maka Pangeran Diponegoro juga biasa menikmati makanan favoritnya, roti putih, kentang londo yang dimakan bersama kripik singkong dibalur sambal di tempat itu.
Di area tersebut juga terdapat Selo Tirto Manik yang sumber airnya tidak pernah surut. Dulunya Pangeran Diponegoro dan Johar Manik ingin mencari sumber air bersih yang mancur untuk berwudhu.
“Dari cerita eyang (embah) dengan kemampuan yang dimilikinya, maka sebuah tongkat kayu ditancapkan di batu hingga berlubang dan mengeluarkan air. Hingga sekarang airnya masih mengalir deras,” ujarnya.
Setelah Johar Manik meninggal, jasadnya dimakamkan di pemakaman Tanggulayu Nanggulan tidak jauh dari Blondo.
Johar Manik meninggal karena ditikam tombak pada jantungnya oleh pasukan londo ireng (Belanda hitam) sebutan kaum pribumi yang bergabung dengan Belanda.
"Kemudian oleh anak buahnya jenazah Johar Manik dikebumikan di makam Tanggulayu, Nanggulan tidak jauh dari Blondo,” katanya.
Sementara Lurah Kutowinangun Kidul, Titin Eka Novia mengatakan jejak-jejak sejarah Johar Manik dan pasukan Pangeran Diponegoro saat ini sedang dikaji untuk dikembangkan menjadi wisata sejarah dan religi.
"Ada beberapa makam pejuang juga yang terhubung secara historis, jadi ini bisa menjadi laboratorium sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro di Salatiga," jelasnya.
Titin berusaha maksimal agar potensi wisata sejarah ini bisa terangkat dan menjadi daya tarik wisata tersendiri untuk Kelurahan Kutowinangun Kidul dan Kota Salatiga pada umumnya.
"Kami sudah melakukan paparan kepada stakeholder terkait sejarah Johar Manik di wilayah Blondo. Kami berharap ada tindaklanjutnya. Karena banyak potensi yang bisa dikembangkan, seperti kesenian, juga Pasar Sudiran yang nantinya bisa menjadi magnet wisata yang unik dan bisa menumbuhkan UMKM," pungkasnya.
Lihat Juga: Kisah Bupati Pacitan Tertangkap Pasukan Pangeran Diponegoro usai Berkoalisi dengan Belanda
(shf)