Dukung Presidensi G20, SDM Komunikasi Publik Perlu Cakap Menyusun Strategi Komunikasi
loading...
A
A
A
Narasumber yang hadir mengisi materi merupakan para praktisi kehumasan, Fardila Astari dan Emmy Kuswandari. Fardila memberikan materi mengenai penyusunan strategi kehumasan, mulai riset, sampai monitoring dan evaluasi,
Dia mengungkapkan berbagai masalah yang kerap dihadapi ketika mengembangkan strategi komunikasi publik, antara lain masih banyak yang belum memahami korelasi antara tujuan komunikasi dengan tujuan organisasi, sehingga tujuan komunikasi publik tidak mendukung tujuan organisasi.
“Jadi ngak nyambung antara tujuan organisasi dengan tujuan komunikasi, misal tujuan organisasi itu goalnya adalah reputasi, reputasinya berapa persen itu tidak terefleksikan di tujuan komunikasi kita, jadi capaiannya ngak nyambung, kita tidak mendukung capaian organisasi, malah agak bertolak belakang, “katanya.
Selain itu, riset dan analisa komunikasi yang kerap dianggap sesuatu yang sulit dilaksanakan. Padahal riset di sini maksudnya applied research bukan academic research, riset yang sesuai dengan kebutuhan dan dapat dilakukan sendiri.
Selanjutnya pengembangan strategi komunikasi juga harus lebih Smarter. Pesan yang berakar pada tujuan perusahaan dan khalayak sasar serta aktivitas yang lebih terstruktur dengan paid, earned, shared, owned (PESO) yang mengukur dampak dari sosialisasi/kampanye yang telah dilakukan.
Pengukuran berbasis output, outtakes, outcome dan impact serta memahami Barcelona Principles 3.0.
Dalam kesempatan itu Fardila menyampaikan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas) yang menyebut kompetensi Humas Indonesia perlu dikembangkan.
Baca: Gedung Sekolah Rusak, Ratusan Siswa SD di Grbogan Jateng Selenggarakan Ujian di Teras.
Dalam rekomendasi tersebut menyatakan jika Humas Indonesia perlu membangun strategi berbasiskan goals perusahaan atau institusi, serta harus memiliki networking secara luas.
Humas Indonesia juga harus memiliki proactive mindset dengan transformasi digital secara digital secara maksimal, inovatif, dan kolaboratif dengan pemangku kepentingan. Humas Indonesia menggunakan paradigma baru dalam melaksanakan perannya seperti memahami riset, data dan analytic dalam situasi apapun.
Fardila juga menjelaskan terdapat lima kapabilitas yang harus dimiliki oleh praktisi kehumasan, antara lain kemampuan membuat planning, campaign, melakukan crisis communication, evaluasi dan pengukuran, dan social capital atau networking.
Dia mengungkapkan berbagai masalah yang kerap dihadapi ketika mengembangkan strategi komunikasi publik, antara lain masih banyak yang belum memahami korelasi antara tujuan komunikasi dengan tujuan organisasi, sehingga tujuan komunikasi publik tidak mendukung tujuan organisasi.
“Jadi ngak nyambung antara tujuan organisasi dengan tujuan komunikasi, misal tujuan organisasi itu goalnya adalah reputasi, reputasinya berapa persen itu tidak terefleksikan di tujuan komunikasi kita, jadi capaiannya ngak nyambung, kita tidak mendukung capaian organisasi, malah agak bertolak belakang, “katanya.
Selain itu, riset dan analisa komunikasi yang kerap dianggap sesuatu yang sulit dilaksanakan. Padahal riset di sini maksudnya applied research bukan academic research, riset yang sesuai dengan kebutuhan dan dapat dilakukan sendiri.
Selanjutnya pengembangan strategi komunikasi juga harus lebih Smarter. Pesan yang berakar pada tujuan perusahaan dan khalayak sasar serta aktivitas yang lebih terstruktur dengan paid, earned, shared, owned (PESO) yang mengukur dampak dari sosialisasi/kampanye yang telah dilakukan.
Pengukuran berbasis output, outtakes, outcome dan impact serta memahami Barcelona Principles 3.0.
Dalam kesempatan itu Fardila menyampaikan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas) yang menyebut kompetensi Humas Indonesia perlu dikembangkan.
Baca: Gedung Sekolah Rusak, Ratusan Siswa SD di Grbogan Jateng Selenggarakan Ujian di Teras.
Dalam rekomendasi tersebut menyatakan jika Humas Indonesia perlu membangun strategi berbasiskan goals perusahaan atau institusi, serta harus memiliki networking secara luas.
Humas Indonesia juga harus memiliki proactive mindset dengan transformasi digital secara digital secara maksimal, inovatif, dan kolaboratif dengan pemangku kepentingan. Humas Indonesia menggunakan paradigma baru dalam melaksanakan perannya seperti memahami riset, data dan analytic dalam situasi apapun.
Fardila juga menjelaskan terdapat lima kapabilitas yang harus dimiliki oleh praktisi kehumasan, antara lain kemampuan membuat planning, campaign, melakukan crisis communication, evaluasi dan pengukuran, dan social capital atau networking.