Tangkal Paham Radikal di Kampus, Dosen Hukum Unsoed: Perlu Regulasi Lebih Masif
loading...
A
A
A
PURWOKERTO - Peristiwa penangkapan seorang mahasiswa yang terlibat jaringan terorisme baru-baru ini menunjukkan infiltrasi paham ini telah lama masuk dalam sektor pendidikan dari berbagai celah.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Weda Kupita menilai perlu adanya regulasi yang lebih masif yang mampu menindak tegas hingga sampai kepada oknum atau individu yang menyebarkan paham radikal dan terorisme.
“Karena regulasi yang sekarang sudah ada seperti yang saya sampaikan tadi itu bahwa belum bisa memenuhi sebagai suatu standar untuk penanggulangan paham-paham radikal tadi itu, jadi belum ada regulasinya,” ujar Weda Kupita dikutip Senin (6/6/2022).
Menurutnya, hal ini terkait dengan terbatasnya ruang gerak aparat penegak hukum dalam rangka menertibkan oknum penyebar narasi radikal terutama di lingkungan kampus.
“Hal itu membuat aparat yang berwenang itu seperti gamang atau ragu ragu, karena dia tidak ada payung hukumnya dalam hal paham radikalisme yang bertentangan dengan pancasila ini, itu yang pertama,” jelasnya.
Lalu yang kedua menurutnya, dengan memberikan kewenangan bertindak dari aparat pemerintah ketika menghadapi suatu kondisi atau peristiwa yang konkrit yang harus segera ditangani seperti halnya radikalisme, melalui kewenangan diskresi.
“Maka aparat pemerintah itu sebetulnya diberi suatu kewenangan bebas, yang mana harus tetap wajib melaksanakan atau menangani suatu peristiwa konkret tersebut untuk bisa ditangani yaitu dengan cara menggunakan diskresi,”ujarnya.
Namun demikian, terkait sebaran radikalisme di lingkungan kampus, dirinya setuju jika memang harus ada lembaga internal yang menengarai merebaknya paham-paham radikalisme intoleran dan terorisme di lingkungan kampus.
Hal ini guna menjadikan perguruan tinggi sebagai rumah yang nyaman untuk mengembangkan sikap moderat dan toleran.
“Tentunya perlulah dibentuk semacam lembaga yang mempunyai kewenangan sampai kepada menengarai tentang merebaknya paham-paham radikalisme intoleran dan terorisme di lingkungan kampus,” kata Weda.
Tak hanya itu, ia juga menilai kampus sudah sewajarnya harus mampu memetakan kelompok mahasiswa yang rentan maupun sudah terpapar paham-paham radikal, intoleran dan terorisme serta bagaimana paham tersebut bisa masuk ke lingkungan kampus.
“Pihak kampus harus mengetahui mahasiswa tersebut bisa terpapar melalui kelompok-kelompok seperti apa yang kemudian seharusnya bisa diwaspadai. Seharusnya kampus bisa memetakan hal tersebut,” ujarnya.
Pasalnya hal ini terkait dengan menjaga kepercayaan masyarakat khususnya para orang tua untuk menyekolahkan putra-putri mereka di lembaga pendidikan atau institusi yang terbaik.
“Hal tersebut tentunya perlu dilakukan agar para orang tua atau publik nantinya percaya dan tidak ragu bahwa perguruan tinggi atau kampus itu benar benar sebuah lembaga pendidikan yang aman dan nyaman untuk mengembangkan sikap mahasiswa yang memiliki pandangan wawasan moderat dan toleran,” jelas Weda.
Dia juga menilai perlu dibentuknya kebijakan internal kampus melalui pembinaan pihak kampus kepada unit kegiatan mahasiswa yang ada di dalam lingkungan kampus.
“Dan juga perlu ada suatu kedekatan atau pembinaan kedekatan antara pihak kampus dengan UKM-UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang ada di dalam lingkungan kampus untuk bisa mendeteksi potensi terpaparnya paham-paham yang menyimpang tersebut di kalangan mahasiswa,” katanya.
Terakhir, dirinya berharap bahwa kampus dapat meningkatkan kesadarannya guna mewaspadai lingkungan kampus yang digunakan sebagai sarana menyebarkan paham radikal dan terorisme yang bertentangan dengan ideologi Pancasila.
“Tentunya yang perlu ditingkatkan kemudian adalah bagaimana cara jajaran pimpinan kampus itu mewaspadai jangan sampai kampus itu dijadikan sebagai suatu sarana untuk berkembang biaknya paham radikal, terorisme dan intoleransi,” pungkasnya.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Weda Kupita menilai perlu adanya regulasi yang lebih masif yang mampu menindak tegas hingga sampai kepada oknum atau individu yang menyebarkan paham radikal dan terorisme.
“Karena regulasi yang sekarang sudah ada seperti yang saya sampaikan tadi itu bahwa belum bisa memenuhi sebagai suatu standar untuk penanggulangan paham-paham radikal tadi itu, jadi belum ada regulasinya,” ujar Weda Kupita dikutip Senin (6/6/2022).
Menurutnya, hal ini terkait dengan terbatasnya ruang gerak aparat penegak hukum dalam rangka menertibkan oknum penyebar narasi radikal terutama di lingkungan kampus.
“Hal itu membuat aparat yang berwenang itu seperti gamang atau ragu ragu, karena dia tidak ada payung hukumnya dalam hal paham radikalisme yang bertentangan dengan pancasila ini, itu yang pertama,” jelasnya.
Lalu yang kedua menurutnya, dengan memberikan kewenangan bertindak dari aparat pemerintah ketika menghadapi suatu kondisi atau peristiwa yang konkrit yang harus segera ditangani seperti halnya radikalisme, melalui kewenangan diskresi.
“Maka aparat pemerintah itu sebetulnya diberi suatu kewenangan bebas, yang mana harus tetap wajib melaksanakan atau menangani suatu peristiwa konkret tersebut untuk bisa ditangani yaitu dengan cara menggunakan diskresi,”ujarnya.
Namun demikian, terkait sebaran radikalisme di lingkungan kampus, dirinya setuju jika memang harus ada lembaga internal yang menengarai merebaknya paham-paham radikalisme intoleran dan terorisme di lingkungan kampus.
Hal ini guna menjadikan perguruan tinggi sebagai rumah yang nyaman untuk mengembangkan sikap moderat dan toleran.
“Tentunya perlulah dibentuk semacam lembaga yang mempunyai kewenangan sampai kepada menengarai tentang merebaknya paham-paham radikalisme intoleran dan terorisme di lingkungan kampus,” kata Weda.
Tak hanya itu, ia juga menilai kampus sudah sewajarnya harus mampu memetakan kelompok mahasiswa yang rentan maupun sudah terpapar paham-paham radikal, intoleran dan terorisme serta bagaimana paham tersebut bisa masuk ke lingkungan kampus.
“Pihak kampus harus mengetahui mahasiswa tersebut bisa terpapar melalui kelompok-kelompok seperti apa yang kemudian seharusnya bisa diwaspadai. Seharusnya kampus bisa memetakan hal tersebut,” ujarnya.
Pasalnya hal ini terkait dengan menjaga kepercayaan masyarakat khususnya para orang tua untuk menyekolahkan putra-putri mereka di lembaga pendidikan atau institusi yang terbaik.
“Hal tersebut tentunya perlu dilakukan agar para orang tua atau publik nantinya percaya dan tidak ragu bahwa perguruan tinggi atau kampus itu benar benar sebuah lembaga pendidikan yang aman dan nyaman untuk mengembangkan sikap mahasiswa yang memiliki pandangan wawasan moderat dan toleran,” jelas Weda.
Dia juga menilai perlu dibentuknya kebijakan internal kampus melalui pembinaan pihak kampus kepada unit kegiatan mahasiswa yang ada di dalam lingkungan kampus.
“Dan juga perlu ada suatu kedekatan atau pembinaan kedekatan antara pihak kampus dengan UKM-UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang ada di dalam lingkungan kampus untuk bisa mendeteksi potensi terpaparnya paham-paham yang menyimpang tersebut di kalangan mahasiswa,” katanya.
Terakhir, dirinya berharap bahwa kampus dapat meningkatkan kesadarannya guna mewaspadai lingkungan kampus yang digunakan sebagai sarana menyebarkan paham radikal dan terorisme yang bertentangan dengan ideologi Pancasila.
“Tentunya yang perlu ditingkatkan kemudian adalah bagaimana cara jajaran pimpinan kampus itu mewaspadai jangan sampai kampus itu dijadikan sebagai suatu sarana untuk berkembang biaknya paham radikal, terorisme dan intoleransi,” pungkasnya.
(shf)