KH Samanhudi, Pengusaha Batik yang Rela Korbankan Harta dan Jiwa untuk Perjuangan Kemerdekaan

Sabtu, 14 Mei 2022 - 05:00 WIB
loading...
KH Samanhudi, Pengusaha...
KH Samanhudi merupakan saudagar batik yang kaya. Harta dan jiwanya rela dikorbankan untuk perjuangan kemerdekaan.Foto/ist
A A A
Samanhudi akrab disebut KH Samanhudi dilahirkan di Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah pada 1868. Samanhudi yang mempunyai nama kecil Sudarno Nadi merupakan pendiri Sarekat Dagang Islam (SDI) yaitu organisasi massa di Indonesia wadah bagi para pengusaha batik di Surakarta.

Samanhudi juga lebih memilih belajar ilmu agama daripada belajar di sekolah umum yang saat itu dikelola Belanda. Keahliannya dalam agama Islam membuatnya dikenal sebagai Kiai Haji Samanhudi.

Baca juga: Kisah Teungku Fakinah, Ulama Perempuan dan Panglima Perang Paling Ditakuti Belanda

Dia adalah pengusaha batik terkenal di kota kelahirannya, Surakarta. Ayah Samanhudi juga seorang pengusaha kain batik.

Keahliannya dalam agama Islam membuatnya dikenal sebagai Kiai Haji Samanhudi. Mengutip Ensiklopedia Pahlawan Nasional, Samanhudi pernah menimba ilmu di sejumlah pesantren. Di antaranya, Pondok Pesantren KM Sayuthy (Ciawigebang), Pondok Pesantren KH Abdur Rozak (Cipancur), Pondok Pesantren Sarajaya (Kab Cirebon), Pondok Pesantren di Kab Tegal, Jateng, Pondok PesantrenCiwaringin (Kab. Cirebon) dan Pontren KH Zaenal Musthofa (Tasikmalaya)

Samanhudi sangat tadzim terhadap guru-gurunya. Terlebih terhadap Asysyahid K.H. Zainal Mushtofa (Pahlawan Nasional). Ia banyak bercerita tentang heroisme perjuangan gurunya yang satu ini ketika berjuang melawan penjajah Jepang hingga beliau gugur sebagai pahlawan kusuma bangsa di depan regu tembak serdadu Jepang ketika makbaroh gurunya ini telah dipindahkan ke Taman Pahlawan Sukamanah, Tasikmalaya.

Dalam dunia perdagangan, Samanhudi merasakan perbedaan perlakuan oleh penguasa Hindia Belanda antara pedagang pribumi yang mayoritas beragama Islam dengan pedagang Tionghoa pada tahun 1905. Oleh sebab itu Samanhudi merasa pedagang pribumi harus mempunyai organisasi sendiri untuk membela kepentingan mereka. Pada tahun 1905, ia mendirikan Sarekat Dagang Islam untuk mewujudkan cita-citanya.

Samanhudi berjuang lewat SDI yang dibentuknya. Organisasi yang didirikan untuk membantu dan membela kepentingan kebutuhan pedagang indonesian khususnya pedagang batik.

SDI yang didirikan ini juga untuk menghadapi persaingan dengan pengusaha Hindia Belanda di dunia batik. Karena pada waktu batik-batik mancanegara khususnya dari China yang muncul di Indonesia terutama di Kota Solo.

Andil Perjuangan Kemerdekaan
Organisasi Sarikat Islam yang didirikannya sudah berumur kurang lebih 10 tahun, Samanhudi mulai mengundurkan diri dari kegiatan karena alasan kesehatan. Pengunduran diri itu bukan berarti beliau tidak peduli pada nasib bangsanya.

Pada zaman perang kemerdekaan, KH Samanhudi turut membantu perjuangan dengan mendirikan kelompok-kelompok pejuang. Beliau juga membantu memberikan bahan makanan kepada para pejuang yang bertempur di garis depan.

Pada saat itu, mendukung gerakan perjuangan kemerdekaan dianggap sebagai pemberontak oleh Belanda. Dia rela mengorbankan harta dan mempertaruhkan jiwanya demi terwujudnya kemerdekaan bangsa. Karena itulah, KH Samanhudi dianggap sebagai pahlawan nasional pada tahun 1961.

Media Perjuangan
Haji Samanhudi lebih dikenal sebagai pendiri Sarekat Dagang Islam (SDI) pada 16 Oktober 1905 dan menjadi pemimpin organisasi tersebut yang namanya menjadi Sarekat Islam (SI) sampai 1912.

Namun, jarang sekali yang mengetahui bila Haji Samanhudi memiliki media bernama Taman Pewarta. Dalam buku Api Sejarah karya Ahmad Mansur Suryanegara pada halaman 350 dituliskan, “Haji Samanhudi (1868-1956) membangun organisasi Sarekat Dagang Islam, 16 Sya’ban 1323, Senin Legi, 16 Oktober 1905, di Surakarta.

Guna memperluas informasi dalam upaya pembentukan organisasi tersebut, diterbitkanlah dahulu buletin, Taman Pewarta. Dituliskan juga bahwa Taman Pewarta bertahan selama 13 tahun sejak 1902-1915. Berarti Taman Pewarta sudah ada lebih dahulu dibandingkan Sarekat Dagang Islam yang baru dibentuk 16 Oktober 1905 dan berubah nama menjadi Sarekat Islam pada 1906.

Sebuah media bisa bertahan selama 13 tahun pada masa kolonial Belanda, tentu prestasi yang layak diberikan apresiasi. “Perlu diperhatikan, bahwa buletin Taman pewarta ini bisa bertahan selama 13 tahun, karena isinya yang Islami dan merakyat. Adapun buletin lawannya berumur pendek karena dikonsumsi oleh kalangan terbatas, yakni kaum priyayi.” (Ahmad Mansur Suryanegara 2009: 314).

Namun, tidak banyak informasi tentang Taman Pewarta sehingga kiprahnya selama 13 tahun bagi kebangkitan perjuangan bangsa Indonesia kurang terekam baik. Dalam buku The Vernacular Press and The Emergence of Modern Indonesian Consciousness (1855-1913) karya Ahmad B Adam, menyebutkan Taman Pewarta sebagai koran (Newspaper).

Pada halaman 123 disebutkan bahwa Taman Pewarta merupakan koran berbahasa Jawa-Melayu dan dicetak oleh perusahaan percetakan Sie Dhian Ho. Sejak Sarekat Dagang Islam didirikan pada 1905, keberadaan Taman Pewarta semakin kokoh.

Pada catatan kaki No.72 ditambahkan keterangan, Taman Pewarta diterbitkan pertama kali pada 1902. Koran Taman Pewarta terbit seminggu sekali dan memiliki enam halaman. Sebanyak dua halaman berbahasa Jawa dan sebanyak dua setengah halaman iklan.

Taman Pewarta menjadi media komunikasi yang efektif bagi perkembangan Sarekat Dagang Islam sehingga organisasi ini semakin dikenal masyarakat. Sarekat Dagang Islam yang awalnya dikenal sebagai organisasi niaga, menjadi organisasi yang memelopori kebangkitan nasional.

Akibatnya, perkembangan Sarekat Dagang Islam yang pesat membuat penjajah kolonial Belanda khawatir. Untuk itu, dibuatlah organisasi tandingan dengan nama yang hampir mirip, yaitu Sarekat Dagang Islamiyah di Bogor pada 1909.

Meskipun sama-sama memiliki media kuat yang mendapat bantuan modal dan dukungan pemerintah kolonial Belanda, Sarekat Dagang Islamiyah akhir bubar pada 1911. Sebaliknya, Sarekat Islam semakin berkibar sejak dipimpin seorang pemuda, Oemar Said Cokroaminoto.

Gelar Haji di depan namanya seolah dirinya sangat matang. Padahal, saat beliau memimpin Sarekat Islam, baru berusia 38 tahun. Donald Eugene Smith menyatakan, Haji Oemar Said (HOS) Cokroaminoto sebagai ketua Sarekat Islam telah berhasil memproklamirkan Islam sebagai lambang nasional.

Sarekat Islam sebagai organisasi modern, telah mempelopori dan memasyarakatkan penggunaan istilah “Nasional” melalui kongres Sarekat Islam pada 17-24 Juni 1916 di Bandung serta menuntut pemerintahan sendiri (Zelf Beestuur).

Kelak, salah satu murid Haji Oemar Said Cokroaminoto, yaitu Soekarno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 (9 Ramadhan 1364 H). Soekarno pun menjadi simbol nasional, dikenal sebagai Proklamator, Presiden Pertama Republik Indonesia, sekaligus pahlawan nasional.(Diolah dari berbagai sumber)

Sumber: - Ensiklopedia Pahlawan Nasional
- Situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(msd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4553 seconds (0.1#10.140)