Jenguk Pasien, RS di Gresik Pasang Tarif Rp350 Ribu Per Orang
loading...
A
A
A
GRESIK - Kalangan DPRD Gresik menyorot kebijakan pungutan jenguk pasien bayar Rp350 ribu. Meski sebagai ganti Alat Pelindung Diri (APD), kebijakan itu dinilai menyalahi aturan.
Anggota DPRD Gresik, M Syahrul Munir menyatakan, praktik pungutan tersebut sangat memberatkan keluarga pasien. Karena, setiap menjenguk harus mengeluarkan sejumlah uang sebagai pengganti pembelian APD.
"Kalau setiap menjenguk dipungut Rp350 ribu, sangat memberatkan keluarga pasien," ujarnya, Sabtu (19/6/2020).
Pihaknya meminta agar alat kelengkapan DPRD yang membidangi segera mendindaklanjuti keluhan masyarakat. Dan praktik seperti ini segera disudahi. (Baca juga: Tak Sanggup Layani Istri yang Hiperseks, Suami Jual Pasangan di Medsos )
“Praktik ini sama halnya RS memanfaatkan kondisi pandemi Covid sebagai ajang bisnis. Ini sangat mencederai masyarakat," kata anggota dewan yang dipanggil Syahrul.
Dirinya sudah melaporkan ke Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) drg Saifuddin Ghozali. Namun, tanggapannya hanya akan ditelusuri. "Faktanya di lapangan tidak pernah ada info lanjutan kepada kami. Terkesan didiamkan begitu saja," ungkapnya.
Dikonfirmasi terpisah, dr Umi Julaikha dari RS PKU Muhammadiyah Sekapuk menjelaskan, ruang isolasi khusus pasien Covid-19 sejatinya tidak boleh dijenguk oleh keluarga pasien. (Baca juga: Dokter Muda Ini Bagikan Tips Cara Mengatasi Bau Mulut, Begini Caranya! )
"Kalau yang dari pemerintah hanya hazmat dan masker. Itu pun tidak setiap hari kita mendapatkannya. Sedangkan hazmat hanya sekali pakai," ujarnya.
Pemerintah juga tidak memberikan masker N95, pihaknya membeli sendiri. Maka, pihaknya memberikan kesempatan kepada keluarga pasien dengan kebijakan internal.
"Pihak keluarga pasien sudah kami beritahu. Kalau mau masuk ruang isolasi harus pakai APD. Ada yang bayar kalau mampu, ada juga yang gak bayar. Tapai kalau gak bayar semua kami dapat darimana. Kami kan swasta, modal sendiri," paparnya.
Dia memaparkan, sebetulnya PKU tidak menerima. Namun, karena dari 18 rumah sakit rujukan di gresik tidak ada yang menerima. Maka, PKU tetap memberikan pelayanan kesehatan.
"Kalau sudah masuk ke kita maka wajib kita layani. Kami tidak melihat latar belakang apapun," ungkapnya.
Sementara untuk proses pemeriksaan PCR tidak setiap hari ada. Kalau minta ke pemerintah laporannya harus ke Dinkes dulu. Belum lagi prosesnya sangat njelimet.
"Kalau mandiri memang cepat, tapi mahal Rp 2,5 juta. Kita kirim sendiri ke Surabaya," pungkasnya.
Anggota DPRD Gresik, M Syahrul Munir menyatakan, praktik pungutan tersebut sangat memberatkan keluarga pasien. Karena, setiap menjenguk harus mengeluarkan sejumlah uang sebagai pengganti pembelian APD.
"Kalau setiap menjenguk dipungut Rp350 ribu, sangat memberatkan keluarga pasien," ujarnya, Sabtu (19/6/2020).
Pihaknya meminta agar alat kelengkapan DPRD yang membidangi segera mendindaklanjuti keluhan masyarakat. Dan praktik seperti ini segera disudahi. (Baca juga: Tak Sanggup Layani Istri yang Hiperseks, Suami Jual Pasangan di Medsos )
“Praktik ini sama halnya RS memanfaatkan kondisi pandemi Covid sebagai ajang bisnis. Ini sangat mencederai masyarakat," kata anggota dewan yang dipanggil Syahrul.
Dirinya sudah melaporkan ke Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) drg Saifuddin Ghozali. Namun, tanggapannya hanya akan ditelusuri. "Faktanya di lapangan tidak pernah ada info lanjutan kepada kami. Terkesan didiamkan begitu saja," ungkapnya.
Dikonfirmasi terpisah, dr Umi Julaikha dari RS PKU Muhammadiyah Sekapuk menjelaskan, ruang isolasi khusus pasien Covid-19 sejatinya tidak boleh dijenguk oleh keluarga pasien. (Baca juga: Dokter Muda Ini Bagikan Tips Cara Mengatasi Bau Mulut, Begini Caranya! )
"Kalau yang dari pemerintah hanya hazmat dan masker. Itu pun tidak setiap hari kita mendapatkannya. Sedangkan hazmat hanya sekali pakai," ujarnya.
Pemerintah juga tidak memberikan masker N95, pihaknya membeli sendiri. Maka, pihaknya memberikan kesempatan kepada keluarga pasien dengan kebijakan internal.
"Pihak keluarga pasien sudah kami beritahu. Kalau mau masuk ruang isolasi harus pakai APD. Ada yang bayar kalau mampu, ada juga yang gak bayar. Tapai kalau gak bayar semua kami dapat darimana. Kami kan swasta, modal sendiri," paparnya.
Dia memaparkan, sebetulnya PKU tidak menerima. Namun, karena dari 18 rumah sakit rujukan di gresik tidak ada yang menerima. Maka, PKU tetap memberikan pelayanan kesehatan.
"Kalau sudah masuk ke kita maka wajib kita layani. Kami tidak melihat latar belakang apapun," ungkapnya.
Sementara untuk proses pemeriksaan PCR tidak setiap hari ada. Kalau minta ke pemerintah laporannya harus ke Dinkes dulu. Belum lagi prosesnya sangat njelimet.
"Kalau mandiri memang cepat, tapi mahal Rp 2,5 juta. Kita kirim sendiri ke Surabaya," pungkasnya.
(mpw)