Pakar HTN Dihadirkan Jadi Saksi Ahli dalam Persidangan di PN Tipikor Palembang

Kamis, 14 April 2022 - 21:11 WIB
loading...
Pakar HTN Dihadirkan Jadi Saksi Ahli dalam Persidangan di PN Tipikor Palembang
Pakar HTN dan HAN Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid dihadirkan sebagai ahli dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Palembang. Foto/Ist
A A A
PALEMBANG - Pakar Hukum Tata Negara (HTN) dan Hukum Administrasi Negara (HAN) Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid dihadirkan sebagai ahli dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Palembang. Sidang digelar terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan Pengesahan APBD Kabupaten Muara Enim 2019.

“Majelis hakim telah memeriksa serta menggali keterangan yang telah saya sampaikan di bawah sumpah pada persidangan yang terbuka untuk umum,” ujar Fahri Bachmid kepada wartawan, Kamis (14/4/2022).



Dia mengaku menjadi ahli karena diminta dan diajukan oleh 10 orang mantan anggota DPRD Muara Enim periode 2014-2019 dan Periode 2019-2024 yang saat ini menjadi terdakwa kasus tersebut.

Sementara itu, pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang hadir pada persidangan adalah Agung Satrio Wibowo, Muh Asri Irwan dkk.

Sedangkan Majelis Hakim dipimpin oleh Efrata Happy Tarigan dengan anggota Mangapul Manalu dan Ardian Angga.

Saat menyampaikan pokok-pokok keterangannya di hadapan majelis hakim, Fahri Bachmid, menyampaikan bahwa berdasarkan desain hukum dalam konsep pemerintahan daerah, DPRD bukan merupakan organ penyelenggara negara.



Hal itu sebagaimana dirumuskan dalam norma pasal 11 dan pasal 12 UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Hal itu telah ditegaskan dan diatur lebih lanjut dalam ketentuan pasal 122 UU No 5/2014 Tentang ASN. Sehingga dengan demikian DPRD secara teknis hukum tidak dapat digolongkan sebagai penyelenggara negara.

"Tetapi merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota sesuai ketentuan norma Pasal 148 UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah,” papar Fahri.

Diketahui, kasus yang menjerat 10 mantan anggota DPRD Muara Enim merupakan pengembangan oleh penyidik KPK terhadap terpidana mantan Bupati Muara Enim Ahmad Yani dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan pengesahan APBD Kabupaten Muara Enim 2019.

Kasus bermula dari OTT KPK terhadap Bupati Muara Enim Ahmad Yani, bersama Kepala Bidang Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Kabupetan Muara Enim, Elfin MZ Muchtar, serta kontraktor bernama Robi Okta Fahlevi. KPK menduga Yani dan Elfin menerima total Rp12,5 miliar dari 16 paket proyek di Muara Enim dari Robi.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2367 seconds (0.1#10.140)