PN Palangkaraya Gelar Sidang Dugaan Pemalsuan Surat Batu Bara
loading...
A
A
A
PALANGKARAYA - Pengadilan Negeri (PN) Palangkaraya menggelar sidang perkara dugaan pemalsuan surat pengangkutan batu bara. Terdakwa dalam perkara itu adalah Direktur PT Kutama Mining Indonesia (KMI) Wang Xie Juan alias Susi dan mantan Direktur PT Tuah Globe Mining (PT TGM) HM Mahyudin.
Sebagaimana dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Palangkaraya, Rabu (13/4/2022), jaksa mendakwa keduanya dengan sengaja memakaisurat palsu atauyang dipalsukan seolah-olah sejati yangdapat menimbulkankerugian.
Hal itu dinilai bertentangan dengan Pasal 263 ayat (2) KUHP tentang Pemalsuan Surat. Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang disusun Heru Saputra dan kawan-kawan, kasus berawal pada 2012 saat PT TGM dan PT KMI melakukan kesepakatan kerja sama.
Kesepakatan itu dituangkan dalam Nota Kesepahaman (MoU) tentang Perjanjian Kerja Sama Operasi Produksi Penambangan Batu Bara dan Bagi Hasil.
"Sesuai MoU bahwa yang melakukan kegiatan operasional penambangan mulai dari produksi sampai dengan penjualan dilakukan oleh PT KMI bersama dengan biaya operasional dikeluarkan dari PT KMI. Sedangkan hak PT TGM adalah mendapatkan royalti USD 9 per MT dan mulai melakukan penjualan pada awal 2019,” urai jaksa.
Pada Maret 2019, terjadi perselisihan antara PT TGM dan PT KMI. Pasalnya, PT KMI tidak memberikan bagi hasil sesuai kesepakatan. Sehingga PT TGM membuat surat tertulis yang diteken direktur utamanya.
“Pada 6 Mei 2019, PT TGM melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang salah satu keputusannya adalah memberhentikan saksi HM Mahyudin dari jabatan salah satu Direktur PT TGM dan digantikan oleh saksi Indradi Thanos,” urai jaksa.
Meski telah diberhentikan, kata jaksa, Mahyudin dan Susi memanfaatkan keadaan tersebut.
“Agar melakukantindakan korporasi seolah-olahsaksi Mahyudin masih menjabat sebagai direktur yang mengatasnamakan PT TGM. Padahal saksi sudah jelas-jelas tidak memiliki kewenangan lagi untuk menandatangani segala bentuk dokumen yang mengatasnamakan PT TGM,” beber jaksa.
Terdakwa lalu membuat surat permohonan surat angkut asal barang, surat kirim barang dan surat kebenaran dokumen pada bulan Mei 2019 hingga Juli 2019.
Surat-surat itu kemudian dipakai untuk mengurus terbitnya Surat Angkut Asal Barang (SAAB) ke kantor Dinas ESDM Kalimantan Tengah dalam rangka pengangkutan dan penjualan batu bara dari lahan IUP OP PT TGM dan untuk melakukan penagihan terhadap pembeli batu bara sesuai surat perjanjian dengan pembeli.
“Bahwa berdasarkan surat angkut asal barang, 2 kapal tongkang dan 3 kapal LCT tersebut mengangkut 15.036,987 MT batu bara,” urai jaksa.
Hal itu juga dinilai melanggar Peraturan Gubernur Kalteng Nomor 16 Tahun 2017 Tentang Surat Angkut Asal Barang.
Dalam persidangan, penasihat hukum terdakwa Mahyudin dan Susi menyatakan akan mengajukan eksepsi atau keberatan atas surat dakwaan serta penangguhan penahanan.
Mendengar permintaan tersebut, majelis hakim akan mempertimbangkan dan akan memberikan jawaban pada sidang selanjutnya.
Sebagaimana dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Palangkaraya, Rabu (13/4/2022), jaksa mendakwa keduanya dengan sengaja memakaisurat palsu atauyang dipalsukan seolah-olah sejati yangdapat menimbulkankerugian.
Hal itu dinilai bertentangan dengan Pasal 263 ayat (2) KUHP tentang Pemalsuan Surat. Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang disusun Heru Saputra dan kawan-kawan, kasus berawal pada 2012 saat PT TGM dan PT KMI melakukan kesepakatan kerja sama.
Kesepakatan itu dituangkan dalam Nota Kesepahaman (MoU) tentang Perjanjian Kerja Sama Operasi Produksi Penambangan Batu Bara dan Bagi Hasil.
"Sesuai MoU bahwa yang melakukan kegiatan operasional penambangan mulai dari produksi sampai dengan penjualan dilakukan oleh PT KMI bersama dengan biaya operasional dikeluarkan dari PT KMI. Sedangkan hak PT TGM adalah mendapatkan royalti USD 9 per MT dan mulai melakukan penjualan pada awal 2019,” urai jaksa.
Pada Maret 2019, terjadi perselisihan antara PT TGM dan PT KMI. Pasalnya, PT KMI tidak memberikan bagi hasil sesuai kesepakatan. Sehingga PT TGM membuat surat tertulis yang diteken direktur utamanya.
“Pada 6 Mei 2019, PT TGM melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang salah satu keputusannya adalah memberhentikan saksi HM Mahyudin dari jabatan salah satu Direktur PT TGM dan digantikan oleh saksi Indradi Thanos,” urai jaksa.
Meski telah diberhentikan, kata jaksa, Mahyudin dan Susi memanfaatkan keadaan tersebut.
“Agar melakukantindakan korporasi seolah-olahsaksi Mahyudin masih menjabat sebagai direktur yang mengatasnamakan PT TGM. Padahal saksi sudah jelas-jelas tidak memiliki kewenangan lagi untuk menandatangani segala bentuk dokumen yang mengatasnamakan PT TGM,” beber jaksa.
Terdakwa lalu membuat surat permohonan surat angkut asal barang, surat kirim barang dan surat kebenaran dokumen pada bulan Mei 2019 hingga Juli 2019.
Surat-surat itu kemudian dipakai untuk mengurus terbitnya Surat Angkut Asal Barang (SAAB) ke kantor Dinas ESDM Kalimantan Tengah dalam rangka pengangkutan dan penjualan batu bara dari lahan IUP OP PT TGM dan untuk melakukan penagihan terhadap pembeli batu bara sesuai surat perjanjian dengan pembeli.
“Bahwa berdasarkan surat angkut asal barang, 2 kapal tongkang dan 3 kapal LCT tersebut mengangkut 15.036,987 MT batu bara,” urai jaksa.
Hal itu juga dinilai melanggar Peraturan Gubernur Kalteng Nomor 16 Tahun 2017 Tentang Surat Angkut Asal Barang.
Dalam persidangan, penasihat hukum terdakwa Mahyudin dan Susi menyatakan akan mengajukan eksepsi atau keberatan atas surat dakwaan serta penangguhan penahanan.
Mendengar permintaan tersebut, majelis hakim akan mempertimbangkan dan akan memberikan jawaban pada sidang selanjutnya.
(shf)