Warga Sandai Kiri Keluhkan Sungai Dicemari Limbah Bauksit
loading...
A
A
A
KETAPANG - Masyarakat Desa Sandai Kiri, Kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, mengeluhkan rusaknya sumber air di Sungai Kediuk. Sumber air mereka diduga dicemari limbah dari pembukaan lahan dan aktivitas tambang bauksit PT Citra Mineral Infestindo, CMI. Tbk.
"Saat ini, air Sungai Kediuk yang menjadi sumber air untuk kebutuhan MCK masyarakat, bahkan sumber penghasilan tambahan masyarakat nelayan, sudah tercemar limbah dari tambang boksit milik PT CMI," ungkap Kepala Desa Sandai Kiri, Harman Susandi.
Baca juga: Depresi Berat, Kakek 80 Tahun Tebas Kepala Keponakan Pakai Samurai
Menurutnya, limbah pencucian bauksit itu sering kali mencemari air Sungai Kediuk hingga menurunkan kualitas air baku, untuk kebutuhan masyarakat, yang kondisinya bercampur lumpur berwarna kuning pekat.
"Pihak perusahaan bukan hanya memanfaatkan air dari anak Sungai Kediuk, seperti Sungai Pui, Sungai Jereneh dan Sungai Pengayoh saja, bahkan membendung tiga anak Sungai Kediuk itu, untuk mencuci bauksit sebelum dimuat ke kapal, sehingga sudah tidak dapat lagi dimanfaatkan oleh warga," ungkap Harman.
Menurut Harman, pihak perusahaan ada membuat washing plant (WP), penampung limbah, namun dianggap tidak representatif, sering jebol dan jika hujan dengan curah tinggi, limbah dari WP itu meluap dan mencemari air sungai Kediuk.
"Penampung limbah itu sudah beberapa kali jebol, terakhir pertengahan bulan Maret WP 4 dan 3 kembali jebol dan dampaknya merusak kualitas air dan membunuh biotanya, merusak lahan pertanian dan perkebunan milik warga, " kata Harman.
Memang sejauh ini lanjut Harman, pihak perusahaan memberikan ganti rugi kepada warga yang terdampak dari limbah yang tumpah ke aliran sungai, seperti gagal panen dan rusaknya tanaman kebun milik warga.
"Yang kami mau bukan seperti itu, rusak ganti, sekarang kalau air sungai bagaimana mau memperbaikinya, sementara air sungai itu menjadi sumber air bagi masyarakat," ujar Harman.
Sejak beroperasi di wilayah Desa Sandai Kiri dari tahun 2008, menurut Harman, diduga pihak perusahaan CMI tidak mengantongi izin pemanfaatan air permukaan sungai.
"Saya yakin perusahaan tidak mengantongi izin itu, karena salah satu syaratnya adalah surat rekomendasi dari desa, dan surat itu pernah di minta pihak perusahaan, namun sampai detik ini belum pernah saya berikan, " tegas Kepala Desa Sandai Kiri.
Untuk menyelesaikan persoalan ini, lanjut Harman, pihak perangkat desa sudah sering berupaya melakukan koordinasi, namun jarang direspon pihak perusahaan, yang terkesan memandang sebelah mata pihak desa.
"Pihak perusahaan merasa memiliki kekuatan dan kemampuan, sehingga tidak mau berkoordinasi dengan kami, setiap ada kejadian mereka ganti rugi, dan mereka mengaggap selesai. Padahal ada persoalan yang lebih besar lagi, yakni kerusakan lingkungan, sungai beserta biota di dalamnya yang tidak pernah di pikirkan," pungkas Harman.
Pencemaran lingkungan hidup ini sudah diatur dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).
Jika perusahaan tersebut sengaja membuang limbah ke sungai maka diancam pidana berdasarkan Pasal 60 jo. Pasal 104 UU PPLH. Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Sedangkan, pihak perusahaan PT CMI saat dikonfirmasi, tidak memberikan jawaban terkait masalah ini.
"Saat ini, air Sungai Kediuk yang menjadi sumber air untuk kebutuhan MCK masyarakat, bahkan sumber penghasilan tambahan masyarakat nelayan, sudah tercemar limbah dari tambang boksit milik PT CMI," ungkap Kepala Desa Sandai Kiri, Harman Susandi.
Baca juga: Depresi Berat, Kakek 80 Tahun Tebas Kepala Keponakan Pakai Samurai
Menurutnya, limbah pencucian bauksit itu sering kali mencemari air Sungai Kediuk hingga menurunkan kualitas air baku, untuk kebutuhan masyarakat, yang kondisinya bercampur lumpur berwarna kuning pekat.
"Pihak perusahaan bukan hanya memanfaatkan air dari anak Sungai Kediuk, seperti Sungai Pui, Sungai Jereneh dan Sungai Pengayoh saja, bahkan membendung tiga anak Sungai Kediuk itu, untuk mencuci bauksit sebelum dimuat ke kapal, sehingga sudah tidak dapat lagi dimanfaatkan oleh warga," ungkap Harman.
Menurut Harman, pihak perusahaan ada membuat washing plant (WP), penampung limbah, namun dianggap tidak representatif, sering jebol dan jika hujan dengan curah tinggi, limbah dari WP itu meluap dan mencemari air sungai Kediuk.
"Penampung limbah itu sudah beberapa kali jebol, terakhir pertengahan bulan Maret WP 4 dan 3 kembali jebol dan dampaknya merusak kualitas air dan membunuh biotanya, merusak lahan pertanian dan perkebunan milik warga, " kata Harman.
Memang sejauh ini lanjut Harman, pihak perusahaan memberikan ganti rugi kepada warga yang terdampak dari limbah yang tumpah ke aliran sungai, seperti gagal panen dan rusaknya tanaman kebun milik warga.
"Yang kami mau bukan seperti itu, rusak ganti, sekarang kalau air sungai bagaimana mau memperbaikinya, sementara air sungai itu menjadi sumber air bagi masyarakat," ujar Harman.
Sejak beroperasi di wilayah Desa Sandai Kiri dari tahun 2008, menurut Harman, diduga pihak perusahaan CMI tidak mengantongi izin pemanfaatan air permukaan sungai.
"Saya yakin perusahaan tidak mengantongi izin itu, karena salah satu syaratnya adalah surat rekomendasi dari desa, dan surat itu pernah di minta pihak perusahaan, namun sampai detik ini belum pernah saya berikan, " tegas Kepala Desa Sandai Kiri.
Untuk menyelesaikan persoalan ini, lanjut Harman, pihak perangkat desa sudah sering berupaya melakukan koordinasi, namun jarang direspon pihak perusahaan, yang terkesan memandang sebelah mata pihak desa.
"Pihak perusahaan merasa memiliki kekuatan dan kemampuan, sehingga tidak mau berkoordinasi dengan kami, setiap ada kejadian mereka ganti rugi, dan mereka mengaggap selesai. Padahal ada persoalan yang lebih besar lagi, yakni kerusakan lingkungan, sungai beserta biota di dalamnya yang tidak pernah di pikirkan," pungkas Harman.
Pencemaran lingkungan hidup ini sudah diatur dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).
Jika perusahaan tersebut sengaja membuang limbah ke sungai maka diancam pidana berdasarkan Pasal 60 jo. Pasal 104 UU PPLH. Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Sedangkan, pihak perusahaan PT CMI saat dikonfirmasi, tidak memberikan jawaban terkait masalah ini.
(msd)