Para Akademisi Lintas Ilmu Tolak RUU Ciptaker, Ini Tanggapan DPR
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) DPR tanggapi dingin soal penolakan 92 akademisi lintas keilmuan terhadap Rancangan Undang-Undang Omnibus Law tentang Cipta Kerja (RUU Ciptaker). Bahkan, Baleg DPR menuntut para akademisi ini untuk tidak sekedar menolak tetapi, juga memberikan solusi alternatif selain RUU Ciptaker untuk membentuk iklim investasi yang baik di Tanah Air.
“Terkait statemen atau permintaan dari para akademisi itu, ya itu sah-sah saja. Meskipun saya agak menyayangkan. Kalau mereka memang menolak RUU Ciptaker, apa tawaran mereka dalam upaya melakukan penyederhanaan perizinan dan iklim investasi yang sehat. Jangan cuma minta dan mendesak saja. Apa tawarannya kalau bukan Omnibus Law?,” kata Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya saat dihubungi, Jumat (24/04/2020).
Willy menjelaskan, DPR ini sifatnya sekedar membahas RUU Ciptaker karena DPR merupakan tempat untuk pertarungan ide, bukan pertarungan minat. Sehingga, apapun yang diusulkan oleh pihak manapun akan dikupas di DPR, termasuk RUU Ciptaker ini. “Jangan pernah berpikir kalau sebuah RUU masuk prolegnas atau masuk pembahasan otomatis akan lolos atau disahkan. Semuanya dipertarungkan,” tukasnya.
Karena itu, politikus Nasdem ini menagih kepada para akademisi tersebut untuk mengajukan tawaran lain untuk masalah tumpang tindihnya regulasi, birokrasi perizinan yang ruwet dan parasit, krisis ekonomi global yang sudah di depan mata dan solusi lainnya yang ada dalam RUU Ciptaker ini. “Apa yang bisa ditawarkan untuk menghadapi bonus demografi yang sudah mulai kita rasakan mulai 2020 ini?,” tanya Willy.
Anggota Komisi I DPR ini meminta agar akademisi ini jangan cuma menolak dan minta RUU Ciptaker dicabut saja. Para akademisi harus bisa memberikan kontribusi nyata berupa tawaran gagasan untuk masalah dan tantangan-tantangan tersebut. Kemudian sampaikan itu ke pemerintah atau partai-partai DPR agar bisa diakselerasi lebih jauh menjadi usulan atau bahkan langkah politik.
“Jadi konkret tawarannya. Atau kalau memang RUU Ciptaker ini atau konsep omnibus ini dipandang berbahaya atau apapun, bangun opini yang mencerdaskan di berbagai media dan saluran-saluran komunikasi lainnya. Dan lagi-lagi, apa konsep alternatifnya? Apa tawaran lainnya?. Kalau cuma minta cabut atau menolak saja, aktivis semester satu juga bisa. Tapi kalau levelnya sudah akademisi ya jangan begitulah,” kata Willy.
“Terkait statemen atau permintaan dari para akademisi itu, ya itu sah-sah saja. Meskipun saya agak menyayangkan. Kalau mereka memang menolak RUU Ciptaker, apa tawaran mereka dalam upaya melakukan penyederhanaan perizinan dan iklim investasi yang sehat. Jangan cuma minta dan mendesak saja. Apa tawarannya kalau bukan Omnibus Law?,” kata Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya saat dihubungi, Jumat (24/04/2020).
Willy menjelaskan, DPR ini sifatnya sekedar membahas RUU Ciptaker karena DPR merupakan tempat untuk pertarungan ide, bukan pertarungan minat. Sehingga, apapun yang diusulkan oleh pihak manapun akan dikupas di DPR, termasuk RUU Ciptaker ini. “Jangan pernah berpikir kalau sebuah RUU masuk prolegnas atau masuk pembahasan otomatis akan lolos atau disahkan. Semuanya dipertarungkan,” tukasnya.
Karena itu, politikus Nasdem ini menagih kepada para akademisi tersebut untuk mengajukan tawaran lain untuk masalah tumpang tindihnya regulasi, birokrasi perizinan yang ruwet dan parasit, krisis ekonomi global yang sudah di depan mata dan solusi lainnya yang ada dalam RUU Ciptaker ini. “Apa yang bisa ditawarkan untuk menghadapi bonus demografi yang sudah mulai kita rasakan mulai 2020 ini?,” tanya Willy.
Anggota Komisi I DPR ini meminta agar akademisi ini jangan cuma menolak dan minta RUU Ciptaker dicabut saja. Para akademisi harus bisa memberikan kontribusi nyata berupa tawaran gagasan untuk masalah dan tantangan-tantangan tersebut. Kemudian sampaikan itu ke pemerintah atau partai-partai DPR agar bisa diakselerasi lebih jauh menjadi usulan atau bahkan langkah politik.
“Jadi konkret tawarannya. Atau kalau memang RUU Ciptaker ini atau konsep omnibus ini dipandang berbahaya atau apapun, bangun opini yang mencerdaskan di berbagai media dan saluran-saluran komunikasi lainnya. Dan lagi-lagi, apa konsep alternatifnya? Apa tawaran lainnya?. Kalau cuma minta cabut atau menolak saja, aktivis semester satu juga bisa. Tapi kalau levelnya sudah akademisi ya jangan begitulah,” kata Willy.
(don)