RTH Makassar Jauh dari Ideal, Disinyalir Jadi Salah Satu Penyebab Banjir
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Luasan ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Makassar masih sangat minim dan jauh dari target proporsi yang seharusnya. Kondisi itu disinyalir menjadi salah satu penyebab Kota Daeng kerap dilanda banjir.
Data yang dihimpun dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Makassar , cakupan RTH di daerah ini baru berada di kisaran 9%. Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, proporsi RTH kota minimal 30 persen dari total luasan wilayah.
"Tahun 2021 akhir kemarin RTH sudah berada di 9,07% dari total luas Kota Makassar ," ungkap Plt Kepala Bidang RTH, DLH Makassar, Novi Narilla.
Kata dia, angka tersebut mengalami peningkatan dari sebelumnya yang hanya 7,54%. Namun, kenaikan ini rupanya bukan didasarkan pada adanya penambahan lahan RTH baru.
"Sebenarnya penambahan itu bukan karena penambahan lahan RTH, tapi adanya lahan-lahan yang belum terhitung sebelumnya" jelasnya.
Novi mengaku, Makassar saat ini telah memiliki masterplan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang telah dijadikan acuan untuk mendorong bertambahnya RTH demi mencapai target yang diatur dalam undang-undang.
"Untuk mewujudkan hal itu, kami siapkan strategi penyusunan masterplan RTH . Kami susun step by step setiap tahunnya berapa persen RTH yang perlu ditambakan," bebernya.
Pemerintah sendiri menargetkan luasan ruang terbuka hijau telah melebihi 30 persen pada tahun 2034 mendatang. Perhitungannya didasarkan sejumlah indikator seperti jumlah penduduk, tingkat panas, juga luas lahan wilayah.
"Di 2034 target kenaikannya sudah 30% RTH . Kalau dibandingkan dengan kota lain di Indonesia, belum ada yang mencapai 15 persen. Hampir semua daerah seperti itu," pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Selatan Muhammad Al Amin mengatakan, luasan RTH Makassar sangat jauh dari kata ideal. Hal ini menjadi salah satu penyebab banjir seringkali terjadi.
Padahal, salah satu fungsi ekologis nyata dari RTH adalah menjadi daerah resapan air. "Dengan kondisi RTH minim, praktis kemampuan tanah untuk menyerap air sangat rendah," katanya.
Sejauh ini, Amin menilai bahwa sejumlah daerah resapan terus disasar untuk dijadikan kawasan permukiman atau real estate.
"Kami berharap itu tidak dilakukan karena itu bisa jadi sarana publik penting karena punya fungsi ekologis yang tinggi," ungkapnya.
Amin meminta pihak Pemkot untuk menaruh perhatian lebih terhadap keberadaan daerah resapan melalui revisi Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dia berharap daerah resapan dijadikan area lindung dan dibebaskan dari rencana pembangunan.
"Jadi Perda RTRW harus memastikan bahwa daerah resapan di Makassar itu tetap eksis, tetap ada, tanpa harus dikonversi jadi bangunan fisik," pungkasnya.
Data yang dihimpun dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Makassar , cakupan RTH di daerah ini baru berada di kisaran 9%. Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, proporsi RTH kota minimal 30 persen dari total luasan wilayah.
"Tahun 2021 akhir kemarin RTH sudah berada di 9,07% dari total luas Kota Makassar ," ungkap Plt Kepala Bidang RTH, DLH Makassar, Novi Narilla.
Kata dia, angka tersebut mengalami peningkatan dari sebelumnya yang hanya 7,54%. Namun, kenaikan ini rupanya bukan didasarkan pada adanya penambahan lahan RTH baru.
"Sebenarnya penambahan itu bukan karena penambahan lahan RTH, tapi adanya lahan-lahan yang belum terhitung sebelumnya" jelasnya.
Novi mengaku, Makassar saat ini telah memiliki masterplan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang telah dijadikan acuan untuk mendorong bertambahnya RTH demi mencapai target yang diatur dalam undang-undang.
"Untuk mewujudkan hal itu, kami siapkan strategi penyusunan masterplan RTH . Kami susun step by step setiap tahunnya berapa persen RTH yang perlu ditambakan," bebernya.
Pemerintah sendiri menargetkan luasan ruang terbuka hijau telah melebihi 30 persen pada tahun 2034 mendatang. Perhitungannya didasarkan sejumlah indikator seperti jumlah penduduk, tingkat panas, juga luas lahan wilayah.
"Di 2034 target kenaikannya sudah 30% RTH . Kalau dibandingkan dengan kota lain di Indonesia, belum ada yang mencapai 15 persen. Hampir semua daerah seperti itu," pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Selatan Muhammad Al Amin mengatakan, luasan RTH Makassar sangat jauh dari kata ideal. Hal ini menjadi salah satu penyebab banjir seringkali terjadi.
Padahal, salah satu fungsi ekologis nyata dari RTH adalah menjadi daerah resapan air. "Dengan kondisi RTH minim, praktis kemampuan tanah untuk menyerap air sangat rendah," katanya.
Sejauh ini, Amin menilai bahwa sejumlah daerah resapan terus disasar untuk dijadikan kawasan permukiman atau real estate.
"Kami berharap itu tidak dilakukan karena itu bisa jadi sarana publik penting karena punya fungsi ekologis yang tinggi," ungkapnya.
Amin meminta pihak Pemkot untuk menaruh perhatian lebih terhadap keberadaan daerah resapan melalui revisi Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dia berharap daerah resapan dijadikan area lindung dan dibebaskan dari rencana pembangunan.
"Jadi Perda RTRW harus memastikan bahwa daerah resapan di Makassar itu tetap eksis, tetap ada, tanpa harus dikonversi jadi bangunan fisik," pungkasnya.
(tri)