Pandemi, Kekerasan Perempuan dan Anak di Kepulauan Riau Meningkat Drastis
loading...
A
A
A
TANJUNGPINANG - Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) terus meningkat selama periode 2015-2021. Hal itu diungkap Komisi Nasional (Komnas) Perempuan yang mencatat dari 27 kasus di tahun 2015 menjadi 198 kasus di tahun 2021.
Dalam masa pandemi COVID-19, kasus kekerasan perempuan dan anak mengalami kenaikan drastis. Penyebabnya di antaranya dipicu masalah perekonomian.
"Misalnya, nasib perempuan memiliki beban kerja bertumpuk di dalam rumah, ditambah meningkatnya ketegangan di dalam keluarga terutama akibat kehilangan sumber penghasilan," kata Ketua Subkom Pengembangan Sistem Pemulihan Komnas Perempuan, Theresia Iswarini di Tanjungpinang, Jumat (25/3/2022).
Peningkatan kasus kekerasan perempuan dan anak, lanjut dia, bukan hanya terjadi di Kepri. Melainkan di seluruh Indonesia, di mana dari tahun 2020 sebanyak 940 kasus menjadi 1.721 kasus di tahun 2021.
"Ada kenaikan sebesar 83 persen," ungkap Theresia.
Ketua Lembaga Koordinasi Kesejahteraan Sosial (LKKS), Dewi Kumalasari menambahkan, selama ini memang ada perlakuan yang berbeda yang diterima antara korban dan pelaku kekerasan terhadap perempuan maupun anak.
Menurutnya korban kekerasan malah tidak mendapatkan keadilan yang semestinya.
"Pelaku ditangkap oleh polisi, diberi makan dan dipenuhi kebutuhannya di dalam sel. Sementara korban tidak ada yang mendampingi, kadang korban tidak mendapatkan akses pelayanan dan korban tidak dapat hak-hak yang semestinya dia dapatkan," katanya.
Untuk itu, pihaknya berkoordinasi dengan Komnas HAM sebagai momentum upaya pemenuhan hak-hak perempuan korban kekerasan dan tindak pidana.
Kemudian, menyusun suatu regulasi untuk mengakomodir Komnas Perempuan agar korban kekerasan perempuan dan anak ini mendapat hak-haknya.
Dewi Ansar juga mengharapkan Komnas Perempuan untuk membagikan informasi dan program-program ke depannya.
"Nantinya dari informasi dan program tersebut dapat disinergikan dengan program-program Pemerintah Provinsi Kepri," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Kepri Misni mengatakan kasus kekerasan perempuan dan anak meliputi kekerasan fisik, psikis, seksual, penelantaran hingga ekonomi.
Ironinya kekerasan itu dilakukan oleh lelaki orang-orang terdekat, seperti orangtua, suami, pacar hingga saudara kandung.
Misni juga mengakui jika persoalan kesetaraan gender masih banyak terjadi di lapangan, di mana ketidakadilan terjadi hampir sendi bidang kehidupan perempuan.
Seharusnya gender dapat membuat perempuan dan lelaki saling memahami daripada fungsi dan peran masing-masing. "Ketika itu terjadi, maka kesetaraan gender akan terwujud," tandasnya.
Dalam masa pandemi COVID-19, kasus kekerasan perempuan dan anak mengalami kenaikan drastis. Penyebabnya di antaranya dipicu masalah perekonomian.
"Misalnya, nasib perempuan memiliki beban kerja bertumpuk di dalam rumah, ditambah meningkatnya ketegangan di dalam keluarga terutama akibat kehilangan sumber penghasilan," kata Ketua Subkom Pengembangan Sistem Pemulihan Komnas Perempuan, Theresia Iswarini di Tanjungpinang, Jumat (25/3/2022).
Peningkatan kasus kekerasan perempuan dan anak, lanjut dia, bukan hanya terjadi di Kepri. Melainkan di seluruh Indonesia, di mana dari tahun 2020 sebanyak 940 kasus menjadi 1.721 kasus di tahun 2021.
"Ada kenaikan sebesar 83 persen," ungkap Theresia.
Ketua Lembaga Koordinasi Kesejahteraan Sosial (LKKS), Dewi Kumalasari menambahkan, selama ini memang ada perlakuan yang berbeda yang diterima antara korban dan pelaku kekerasan terhadap perempuan maupun anak.
Menurutnya korban kekerasan malah tidak mendapatkan keadilan yang semestinya.
"Pelaku ditangkap oleh polisi, diberi makan dan dipenuhi kebutuhannya di dalam sel. Sementara korban tidak ada yang mendampingi, kadang korban tidak mendapatkan akses pelayanan dan korban tidak dapat hak-hak yang semestinya dia dapatkan," katanya.
Untuk itu, pihaknya berkoordinasi dengan Komnas HAM sebagai momentum upaya pemenuhan hak-hak perempuan korban kekerasan dan tindak pidana.
Kemudian, menyusun suatu regulasi untuk mengakomodir Komnas Perempuan agar korban kekerasan perempuan dan anak ini mendapat hak-haknya.
Dewi Ansar juga mengharapkan Komnas Perempuan untuk membagikan informasi dan program-program ke depannya.
"Nantinya dari informasi dan program tersebut dapat disinergikan dengan program-program Pemerintah Provinsi Kepri," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Kepri Misni mengatakan kasus kekerasan perempuan dan anak meliputi kekerasan fisik, psikis, seksual, penelantaran hingga ekonomi.
Ironinya kekerasan itu dilakukan oleh lelaki orang-orang terdekat, seperti orangtua, suami, pacar hingga saudara kandung.
Misni juga mengakui jika persoalan kesetaraan gender masih banyak terjadi di lapangan, di mana ketidakadilan terjadi hampir sendi bidang kehidupan perempuan.
Seharusnya gender dapat membuat perempuan dan lelaki saling memahami daripada fungsi dan peran masing-masing. "Ketika itu terjadi, maka kesetaraan gender akan terwujud," tandasnya.
(shf)