Kiai Bisri Syansuri Pelopor Pendidikan Santriwati di Indonesia

Kamis, 24 Maret 2022 - 05:09 WIB
loading...
Kiai Bisri Syansuri Pelopor Pendidikan Santriwati di Indonesia
Kiai Bisri Syansuri. Foto: Istimewa/SINDOnews
A A A
KAKEK Gus Dur dari pihak ibu, Kiai Bisri Syansuri memang tidak setenar KH Hasyim Asyari. Meski keduanya dianggap sebagai tokoh kunci pendiri Nahdlatul Ulama (NU) dan turut aktif dalam pergerakan nasional.

Kiai Bisri Syansuri lahir di Desa Tayu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, pada 18 September 1886. Ayahnya bernama Syansuri ibn Abd Shamad dan ibunya Mariah. Dia merupakan anak ketiga dari lima orang bersaudara.

Dia mulai belajar agama Islam sejak kecil dari banyak guru dan pondok pesantren. Mulai dengan KH Sholeh dari Tayu, KH Abdul Salam di Kajen, KH Kholil Harun Kasiangan Rembang, dan KH Syuaib Sarang Lasem.



Dahaganya terhadap ilmu agama Islam tidak pernah terpenuhi. Dia juga banyak belajar dengan KH Bishri Syansuri, KH Kholil Demangan Bangkalan Madura, KH Abdul Wahab Hasbullah, dan KH Hasyim Asyari dari Tebuireng, Jombang.

Setelah merasa cukup ilmu belajar di Tanah Air, Kiai Bisri Syansuri lantas pergi ke Tanah Suci Makkah. Di sana, dia kembali mendalami ilmu agama Islam dengan sejumlah ulama terkemuka yang ada saat itu.

Guru-guru agamanya di Makkah antara lain Syekh Muhammad Baqir, Syekh Muhammad Said Al Yamani, Syekh Umar Bajened, Syekh Muhammad Sholeh Bafadlol, Syekh Abdullah, Syekh Ibrahim Al Madani, dan Syekh Jamal Maliki.

Dengan Syekh Ahmad Khatib Padang, Syekh Syuaib Doghestani, dan Kiai Mahfudz Termas juga dia sempat berguru.



Saat berada di Tanah Suci inilah, Kiai Bisri Syansuri melepas keperjakaannya. Dia menikah dengan adik perempuan Abdul Wahab Chasbullah, Nur Khodijah dan dikaruniai sebayak 9 orang anak.

Setelah menikah, dia kembali ke Tanah Air dan menetap di Tambak Beras Jombang. Pada periode inilah, ilmu agama Kiai Bisri Syansuri cukup matang. Perhatiannya terhadap pendidikan agama anak perempuan sangat besar.

Dia lalu membuka kelas khusus untuk santri perempuan. Saat itu, pendidikan model ini masih belum ada. Sehingga, sangat pantas rasanya jika Kiai Bisri Syansuri disebut sebagai pelopor pendidikan santriwati di Indonesia.

Pada tahun 1917, dia mendirikan Pondok Pesantren Mambaul Maarif Denanyar Jombang. Pada pondok inilah, para santri perempuan mendapatkan pendidikan ilmu agama. Belajar agama saat itu, sama dengan berjuang.



Setelah Nur Khodijah meninggal, Kiai Bisri Syansuri menikah lagi dengan Hj Mariam atau Nadhifah, puteri Mahmoed Shiddiq, temannya saat di Pesantren Kiai Khalil Bangkalan. Saat itu, Kiai Bisri Syansuri sudah terjun ke politik.

Saat masa penjajahan Jepang, Kiai Bisri Syansuri menjadi Kepala Staf Markas Oelama Jawa Timur (MODT) yang berkedudukan di Waru, dekat Surabaya. Dia juga mewakili Masyumi dalam Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).

Pada 1956, dia menjadi anggota dewan konstituante hingga pemilihan umum 1971. Ketika NU bergabung dengan PPP, dia menjadi ketua majelis syuro. Selain menjadi Rais Am Majelis Syuro DPP PPP, dia juga Rais Am PBNU.

Dia meninggal dalam usia 94 tahun, pada 25 April 1980 di Denanyar. Demikian ulasan singkat Cerita Pagi ini diakhiri. Semoga bermanfaat.

Sumber tulisan:
1. Greg Barton, Biografi Gus Dur, LKiS, 2003.
2. Teh Usi, Hikayat Ulama Nusantara, GUEPEDIA, Buku Elektronik.
3. Siti Nur Aidah, Biografi Para Kiai Pendiri Nahdlatul Ulama, KBM Indonesia, Buku Elektronik.
5. Majalah Risalah NU edisi 115, Isyarat Langit Berdirinya NU.
(hsk)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1637 seconds (0.1#10.140)