Horor Penyiksaan di Lapas Narkotika Yogyakarta, Napi Disuruh Makan Muntahan dan Minum Air Seni
loading...
A
A
A
YOGYAKARTA - Penyiksaan, kekerasan dan tindakan merendahkan martabat terhadap narapidana Lapas Narkotika Yogyakarta yang ditemukan oleh Komnas HAM benar-benar di luar batas kemanusiaan. Berdasarkan investigasi, sejumlah tindakan penyiksaan mengerikan terungkap. Di antaranya oknum petugas Lapas menyuruh napi memakan muntahan hingga minum air seni.
Ketua Tim Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Wahyu Pratama Tamba mencatat sembilan tindakan penyiksaan dan kekerasan fisik terhadap warga binaan pemasyarakatan (WBP) atau narapidana di Lapas Narkotika Yogyakarta.
Di antaranya pemukulan, baik menggunakan tangan kosong maupun menggunakan alat, seperti selang, kabel alat kelamin sapi, dan kayu.
"Pencambukan menggunakan alat pecut dan penggaris, ditendang, dan diinjak-injak dengan menggunakan sepatu PDL," kata Wahyu Pratama saat konferensi pers virtual mengenai "Hasil Pemantauan dan Penyelidikan" Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta, dikutip Selasa (8/3/2022).
Selain itu, lanjut dia, Komnas HAM juga mencatat delapan tindakan perlakuan buruk serta merendahkan martabat manusia.
Perlakuan buruk itu mulai dari memakan muntahan makanan, meminum air seni, dan mencuci muka menggunakan air seni, dan cukur rambut atau penggundulan rambut dalam posisi telanjang.
Tindakan itu, menurut Wahyu, setidaknya terjadi di 16 titik tempat lokasi. Di antaranya branggang (tempat pemeriksaan pertama saat narapidana baru masuk lapas), blok isolasi pada kegiatan masa pengenalan lingkungan (mapenaling), lapangan, setiap blok-blok tahanan WBP, aula bimbingan kerja (bimker), kolam ikan lele, serta ruang P2U dan lorong-lorong blok.
"Waktu terjadinya penyiksaan, pada saat WBP baru masuk dalam lapas dalam kurun waktu 1—2 hari, pada masa pengenalan lingkungan, dan saat melakukan pelanggaran," katanya.
Investigasi tentang dugaan kekerasan di Lapas Narkotika Yogyakarta dilakukan setelah sejumlah mantan narapidana mengadu ke ORI Perwakilan DIY dan Jawa Tengah pada tanggal 1 November 2021. Mereka mengadukan dugaan penganiayaan dan pelecehan seksual yang mereka alami.
Berdasarkan hasil investigasi, dugaan praktik penyiksaan di Lapas Narkotika Yogyakarta di Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman itu memang terjadi sejak pertengahan 2020.
"Kekerasan, penyiksaan, dan merendahkan martabat memang terjadi di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta," kata Komisioner Pemantauan/Penyelidikan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam.
Praktik tersebut berlangsung beriringan dengan upaya pemberantasan penggunaan narkotika di dalam lapas itu dalam waktu yang singkat dengan target maksimal.
"Celakanya ketika intensitas (pemberantasan narkoba) ini sangat tinggi yang terjadi adalah tindak kekerasan, penyiksaan, dan merendahkan martabat muncul di situ," beber Choirul Anam.
Mengenai siapa pelakunya, dia mengatakan bahwa sudah ada petugas Lapas Narkotika Yogyakarta yang mengakui melakukan tindakan itu.
"Ada petugas yang mengakui melakukan tindakan pemukulan, menendang, dan mencambuk menggunakan selang, itu ada. Ada pengakuan soal itu," kata Choirul Anam.
Selain itu, ada pula petugas yang mengaku melihat langsung pemukulan dan penelanjangan terhadap narapidana baru sebelum masuk di blok.
"Ketiga, ada petugas yang mengetahui atau mendengar dari rekan regu pengamanan yang bertugas saat itu," paparnya.
Atas temuan itu, Koordinator Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Endang Sri Melani menyatakan bahwa Komnas HAM merekomendasikan agar Menteri Hukum dan HAM segera melakukan pemeriksaan terhadap siapa pun yang melakukan atau mengetahui tindakan penyiksaan namun tidak mengambil langkah untuk mencegah.
Sejumlah pihak yang direkomendasikan untuk diperiksa, antara lain sipir lapas, penjaga pintu utama, eks kalapas, maupun eks kepala KPLP periode 2020, serta pihak terkait lainnya.
"Jika ditemukan adanya pelanggaran hukum, ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," tegasnya.
Sementara itu, Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham DIY, Gusti Ayu Putu Suwardani mengapresiasi kinerja Komnas HAM serta berkomitmen mencermati hasil investigasi dan rekomendasi dari lembaga itu.
"Permohonan maaf atas kelalaian yang diduga telah dilakukan oleh beberapa oknum petugas terhadap beberapa WBP Lapas Narkotika Yogyakarta," kata Ayu.
Dia menyebut bawa Kanwil Kemenkumham DIY telah terlebih dahulu melakukan langkah yang direkomendasikan Komnas HAM, antara lain melakukan pemeriksaan terhadap beberapa oknum petugas yang diduga terlibat.
"Memindahkan lima oknum petugas yang disinyalir melakukan kekerasan ke Kantor Wilayah, menetapkan pejabat sementara dan merotasi beberapa petugas untuk menetralisasi situasi dan kondisi," katanya.
Ketua Tim Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Wahyu Pratama Tamba mencatat sembilan tindakan penyiksaan dan kekerasan fisik terhadap warga binaan pemasyarakatan (WBP) atau narapidana di Lapas Narkotika Yogyakarta.
Di antaranya pemukulan, baik menggunakan tangan kosong maupun menggunakan alat, seperti selang, kabel alat kelamin sapi, dan kayu.
"Pencambukan menggunakan alat pecut dan penggaris, ditendang, dan diinjak-injak dengan menggunakan sepatu PDL," kata Wahyu Pratama saat konferensi pers virtual mengenai "Hasil Pemantauan dan Penyelidikan" Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta, dikutip Selasa (8/3/2022).
Selain itu, lanjut dia, Komnas HAM juga mencatat delapan tindakan perlakuan buruk serta merendahkan martabat manusia.
Perlakuan buruk itu mulai dari memakan muntahan makanan, meminum air seni, dan mencuci muka menggunakan air seni, dan cukur rambut atau penggundulan rambut dalam posisi telanjang.
Tindakan itu, menurut Wahyu, setidaknya terjadi di 16 titik tempat lokasi. Di antaranya branggang (tempat pemeriksaan pertama saat narapidana baru masuk lapas), blok isolasi pada kegiatan masa pengenalan lingkungan (mapenaling), lapangan, setiap blok-blok tahanan WBP, aula bimbingan kerja (bimker), kolam ikan lele, serta ruang P2U dan lorong-lorong blok.
"Waktu terjadinya penyiksaan, pada saat WBP baru masuk dalam lapas dalam kurun waktu 1—2 hari, pada masa pengenalan lingkungan, dan saat melakukan pelanggaran," katanya.
Investigasi tentang dugaan kekerasan di Lapas Narkotika Yogyakarta dilakukan setelah sejumlah mantan narapidana mengadu ke ORI Perwakilan DIY dan Jawa Tengah pada tanggal 1 November 2021. Mereka mengadukan dugaan penganiayaan dan pelecehan seksual yang mereka alami.
Berdasarkan hasil investigasi, dugaan praktik penyiksaan di Lapas Narkotika Yogyakarta di Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman itu memang terjadi sejak pertengahan 2020.
"Kekerasan, penyiksaan, dan merendahkan martabat memang terjadi di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta," kata Komisioner Pemantauan/Penyelidikan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam.
Praktik tersebut berlangsung beriringan dengan upaya pemberantasan penggunaan narkotika di dalam lapas itu dalam waktu yang singkat dengan target maksimal.
"Celakanya ketika intensitas (pemberantasan narkoba) ini sangat tinggi yang terjadi adalah tindak kekerasan, penyiksaan, dan merendahkan martabat muncul di situ," beber Choirul Anam.
Mengenai siapa pelakunya, dia mengatakan bahwa sudah ada petugas Lapas Narkotika Yogyakarta yang mengakui melakukan tindakan itu.
"Ada petugas yang mengakui melakukan tindakan pemukulan, menendang, dan mencambuk menggunakan selang, itu ada. Ada pengakuan soal itu," kata Choirul Anam.
Selain itu, ada pula petugas yang mengaku melihat langsung pemukulan dan penelanjangan terhadap narapidana baru sebelum masuk di blok.
"Ketiga, ada petugas yang mengetahui atau mendengar dari rekan regu pengamanan yang bertugas saat itu," paparnya.
Atas temuan itu, Koordinator Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Endang Sri Melani menyatakan bahwa Komnas HAM merekomendasikan agar Menteri Hukum dan HAM segera melakukan pemeriksaan terhadap siapa pun yang melakukan atau mengetahui tindakan penyiksaan namun tidak mengambil langkah untuk mencegah.
Sejumlah pihak yang direkomendasikan untuk diperiksa, antara lain sipir lapas, penjaga pintu utama, eks kalapas, maupun eks kepala KPLP periode 2020, serta pihak terkait lainnya.
"Jika ditemukan adanya pelanggaran hukum, ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," tegasnya.
Sementara itu, Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham DIY, Gusti Ayu Putu Suwardani mengapresiasi kinerja Komnas HAM serta berkomitmen mencermati hasil investigasi dan rekomendasi dari lembaga itu.
"Permohonan maaf atas kelalaian yang diduga telah dilakukan oleh beberapa oknum petugas terhadap beberapa WBP Lapas Narkotika Yogyakarta," kata Ayu.
Dia menyebut bawa Kanwil Kemenkumham DIY telah terlebih dahulu melakukan langkah yang direkomendasikan Komnas HAM, antara lain melakukan pemeriksaan terhadap beberapa oknum petugas yang diduga terlibat.
"Memindahkan lima oknum petugas yang disinyalir melakukan kekerasan ke Kantor Wilayah, menetapkan pejabat sementara dan merotasi beberapa petugas untuk menetralisasi situasi dan kondisi," katanya.
(shf)