Mereka Bertarung Nyawa Melawan Corona di Sektor Liang Lahat
loading...
A
A
A
PARA petugas pemakaman khusus jenazah Covid-19 harus bertarung melawan ketakutan ketika menjalankan tugasnya setiap hari.
Ayam masih berkokok, fajar baru saja menunjukan sinarnya yang hangat di Timur Surabaya. Belum sempat sarapan disantap, sebuah panggilan sudah datang ketika ponselnya terus bordering memberikan kabar untuk segera memakamkan pasien COVID-19 yang meninggal dunia.
Sugeng Priharianto (37), berjalan pelan sambil mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap. Merapikan beberapa kancing dan mengambil masker untuk segera dipasang. Beberapa kali ia memastikan semua perlengkapan keselamatan terpasang dengan baik, termasuk sepatu boot.
Meskipun sudah berbulan-bulan ini menjadi petugas pemakaman, Sugeng masih menyimpan perasaan was-was, namun semua itu dia serahkan kepada Tuhan karena niatan bekerja dan ibadah. (BACA JUGA: Saat Pandemi Covid-19, Aliansi Mahasiswa Papua Demo Tuntut Pembebasan 7 Tapol)
“Ada juga perasaan was-was dan takut, tapi saya serahkan semuanya kepada Allah. Karena ini juga kerja buat anak keluarga. Perasaan saya cuma mau menolong saja,” kata Sugeng, Senin (15/6/2020).
Sugeng yakin, orang yang sudah meninggal jenazahnya itu justru lebih aman. Apalagi sebelum dimakamkan jenazah itu sudah dimasukkan ke dalam peti dan dibungkus plastik sesuai protokol kesehatan yang telah ditetapkan.
“Kalau sudah dimasukkan ke dalam peti dan dibungkus plastik, Insya Allah sudah aman. Tapi kita tetap pakai APD komplet, sepatu boot, face shield dan masker,” ucapnya.
Warga Banjar Sugihan Surabaya ini setiap hari selalu melawan bayangan ketakutan. Namun, niatnya yang kuat untuk menolong memakamkan jenazah COVID-19 menjadi motivasinya. terkadang, ia juga merasa prihatin dengan kejadian-kejadian jenazah COVID-19 yang sampai diambil paksa karena kurangnya kesadaran pihak keluarga.
Ia pun ingat ketika ada kejadian ojek online yang datang ramai-ramai ke pemakaman. Mereka dalam jumlah yang banyak. “Seperti mereka menantang tak takut terpapar. Kebetulan itu teman-teman saya yang bertugas, itu kami sempat marah sekali. Padahal niat kita kan hanya membantu keluarga mereka,” kenangnya.
Keteduhan setiap hari yang dirasakan Sugeng adalah ketika bisa bertemu dengan keluarga di rumah dalam keadaan sehat. Baginya, keluarga menjadi obat penghilang rasa capek dan was-was bagi dia bersama rekan-rekannya setelah memakamkan jenazah COVID-19.
Ia berharap, ke depan tak ada lagi warga yang meninggal karena terpapar COVID-19 dan pandemi ini bisa segera berakhir. “Kami hanya berharap masyarakat disiplin mematuhi protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah,” katanya.
Sugeng sendiri merupakan salah satu petugas gabungan dari beberapa OPD (Organisasi Perangkat Daerah) Pemkot Surabaya. Terdiri dari, jajaran Dinas Sosial (Dinsos), Petugas Pemakaman DKRTH (Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau) hingga Tenaga Kesehatan (Nakes) di Dinas Kesehatan (Dinkes).
Zuliyanto (50), salah satu petugas pengantar dan pemakaman jenazah lainnya mengatakan, setiap hari dirinya mendampingi driver ambulance Dinsos Surabaya yang biasa membantu dalam prosesi pemakaman jenazah COVID-19. Sekitar Maret 2020, menjadi awal pengalaman awal bagi dia mengantarkan dan memakamkan jenazah COVID-19.
“Waktu itu kebetulan pas shifnya teman-teman saya. Nah, pasca pertama kali mereka turun, salah satu tim ada yang drop karena ketakutan dengan berita-berita yang begitu santer terkait COVID-19,” kata Zuliyanto. (BACA JUGA: Gara-Gara Corona, Utang Luar Negeri Pemerintah Naik)
Awalnya, Zuliyanto mengaku juga memiliki rasa takut dan was-was ketika harus terjun memakamkan jenazah COVID-19. Bahkan, tak hanya dia, kawan-kawannya pun juga memiliki rasa takut akan terpapar virus itu. Namun, ada perasaan tersendiri yang membuat Zuliyanto yakin, bahwa ini aman. Selain itu, karena niatan tulus yang membuat ia memberanikan diri untuk menjadi salah satu petugas khusus pemakaman.
“Nanti kalau semuanya tidak ada yang berani terus siapa yang memakamkan. Akhirnya saya beranikan diri untuk turun dengan niatan nawaitu untuk kemanusiaan,” jelasnya.
Menurut dia, jenazah COVID-19 justru lebih aman dari pada pasien. Karena sebelum dimakamkan, jenazah itu sudah dimasukkan ke dalam peti dan dilapisi plastik sesuai protokol kesehatan yang ditetapkan. “Awalnya hanya beberapa petugas yang turun, kemudian ada 22 teman ikut berani turun. Pasca sebulan itu kemudian akhirnya semuanya diwajibkan untuk ikut terjun,” katanya.
Bahkan, ia juga kerap kali harus membantu pemakaman jenazah COVID-19 saat tengah malam hingga dini hari. Bahkan, ketika pulang dan sampai di rumah, ia harus kembali berdinas untuk membantu rekan-rekannya.
“Seringkali sudah sampai rumah itu saya harus kembali membantu. Tidak hanya malam hari, dini hari sampai pagi pokoknya 24 jam. Bahkan, di luar jam dinas saya harus turun,” ungkapnya.
Sejak COVID-19 ada di Surabaya, mobil ambulance Dinsos tak hanya digunakan untuk mengantar orang sakit biasa. Namun, kendaraan ini juga digunakan untuk mengantar pasien ataupun jenazah COVID-19 ke tempat pemakaman.
Zuliyanto mengaku, dirinya juga kerap kali harus bersitegang dengan pihak keluarga pasien. Alasannya, keluarga pasien ingin memakamkan sendiri kerabatnya itu, meski tenaga kesehatan telah menyatakan jenazah itu confirm COVID-19. Padahal, pemerintah telah menetapkan jenazah COVID-19 harus dimakamkan sesuai protokol kesehatan.
“Sering bersitegang sama pihak keluarga karena mereka tidak mengerti tupoksi kita di mana. Padahal tujuan kita hanya ingin membantu meringankan mereka. Hampir juga sempat berantem, untungnya saya masih sadar, saya berikan pengertian kepada pihak keluarga kalau proses pemakaman sesuai protokol,” ungkapnya.
Ayam masih berkokok, fajar baru saja menunjukan sinarnya yang hangat di Timur Surabaya. Belum sempat sarapan disantap, sebuah panggilan sudah datang ketika ponselnya terus bordering memberikan kabar untuk segera memakamkan pasien COVID-19 yang meninggal dunia.
Sugeng Priharianto (37), berjalan pelan sambil mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap. Merapikan beberapa kancing dan mengambil masker untuk segera dipasang. Beberapa kali ia memastikan semua perlengkapan keselamatan terpasang dengan baik, termasuk sepatu boot.
Meskipun sudah berbulan-bulan ini menjadi petugas pemakaman, Sugeng masih menyimpan perasaan was-was, namun semua itu dia serahkan kepada Tuhan karena niatan bekerja dan ibadah. (BACA JUGA: Saat Pandemi Covid-19, Aliansi Mahasiswa Papua Demo Tuntut Pembebasan 7 Tapol)
“Ada juga perasaan was-was dan takut, tapi saya serahkan semuanya kepada Allah. Karena ini juga kerja buat anak keluarga. Perasaan saya cuma mau menolong saja,” kata Sugeng, Senin (15/6/2020).
Sugeng yakin, orang yang sudah meninggal jenazahnya itu justru lebih aman. Apalagi sebelum dimakamkan jenazah itu sudah dimasukkan ke dalam peti dan dibungkus plastik sesuai protokol kesehatan yang telah ditetapkan.
“Kalau sudah dimasukkan ke dalam peti dan dibungkus plastik, Insya Allah sudah aman. Tapi kita tetap pakai APD komplet, sepatu boot, face shield dan masker,” ucapnya.
Warga Banjar Sugihan Surabaya ini setiap hari selalu melawan bayangan ketakutan. Namun, niatnya yang kuat untuk menolong memakamkan jenazah COVID-19 menjadi motivasinya. terkadang, ia juga merasa prihatin dengan kejadian-kejadian jenazah COVID-19 yang sampai diambil paksa karena kurangnya kesadaran pihak keluarga.
Ia pun ingat ketika ada kejadian ojek online yang datang ramai-ramai ke pemakaman. Mereka dalam jumlah yang banyak. “Seperti mereka menantang tak takut terpapar. Kebetulan itu teman-teman saya yang bertugas, itu kami sempat marah sekali. Padahal niat kita kan hanya membantu keluarga mereka,” kenangnya.
Keteduhan setiap hari yang dirasakan Sugeng adalah ketika bisa bertemu dengan keluarga di rumah dalam keadaan sehat. Baginya, keluarga menjadi obat penghilang rasa capek dan was-was bagi dia bersama rekan-rekannya setelah memakamkan jenazah COVID-19.
Ia berharap, ke depan tak ada lagi warga yang meninggal karena terpapar COVID-19 dan pandemi ini bisa segera berakhir. “Kami hanya berharap masyarakat disiplin mematuhi protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah,” katanya.
Sugeng sendiri merupakan salah satu petugas gabungan dari beberapa OPD (Organisasi Perangkat Daerah) Pemkot Surabaya. Terdiri dari, jajaran Dinas Sosial (Dinsos), Petugas Pemakaman DKRTH (Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau) hingga Tenaga Kesehatan (Nakes) di Dinas Kesehatan (Dinkes).
Zuliyanto (50), salah satu petugas pengantar dan pemakaman jenazah lainnya mengatakan, setiap hari dirinya mendampingi driver ambulance Dinsos Surabaya yang biasa membantu dalam prosesi pemakaman jenazah COVID-19. Sekitar Maret 2020, menjadi awal pengalaman awal bagi dia mengantarkan dan memakamkan jenazah COVID-19.
“Waktu itu kebetulan pas shifnya teman-teman saya. Nah, pasca pertama kali mereka turun, salah satu tim ada yang drop karena ketakutan dengan berita-berita yang begitu santer terkait COVID-19,” kata Zuliyanto. (BACA JUGA: Gara-Gara Corona, Utang Luar Negeri Pemerintah Naik)
Awalnya, Zuliyanto mengaku juga memiliki rasa takut dan was-was ketika harus terjun memakamkan jenazah COVID-19. Bahkan, tak hanya dia, kawan-kawannya pun juga memiliki rasa takut akan terpapar virus itu. Namun, ada perasaan tersendiri yang membuat Zuliyanto yakin, bahwa ini aman. Selain itu, karena niatan tulus yang membuat ia memberanikan diri untuk menjadi salah satu petugas khusus pemakaman.
“Nanti kalau semuanya tidak ada yang berani terus siapa yang memakamkan. Akhirnya saya beranikan diri untuk turun dengan niatan nawaitu untuk kemanusiaan,” jelasnya.
Menurut dia, jenazah COVID-19 justru lebih aman dari pada pasien. Karena sebelum dimakamkan, jenazah itu sudah dimasukkan ke dalam peti dan dilapisi plastik sesuai protokol kesehatan yang ditetapkan. “Awalnya hanya beberapa petugas yang turun, kemudian ada 22 teman ikut berani turun. Pasca sebulan itu kemudian akhirnya semuanya diwajibkan untuk ikut terjun,” katanya.
Bahkan, ia juga kerap kali harus membantu pemakaman jenazah COVID-19 saat tengah malam hingga dini hari. Bahkan, ketika pulang dan sampai di rumah, ia harus kembali berdinas untuk membantu rekan-rekannya.
“Seringkali sudah sampai rumah itu saya harus kembali membantu. Tidak hanya malam hari, dini hari sampai pagi pokoknya 24 jam. Bahkan, di luar jam dinas saya harus turun,” ungkapnya.
Sejak COVID-19 ada di Surabaya, mobil ambulance Dinsos tak hanya digunakan untuk mengantar orang sakit biasa. Namun, kendaraan ini juga digunakan untuk mengantar pasien ataupun jenazah COVID-19 ke tempat pemakaman.
Zuliyanto mengaku, dirinya juga kerap kali harus bersitegang dengan pihak keluarga pasien. Alasannya, keluarga pasien ingin memakamkan sendiri kerabatnya itu, meski tenaga kesehatan telah menyatakan jenazah itu confirm COVID-19. Padahal, pemerintah telah menetapkan jenazah COVID-19 harus dimakamkan sesuai protokol kesehatan.
“Sering bersitegang sama pihak keluarga karena mereka tidak mengerti tupoksi kita di mana. Padahal tujuan kita hanya ingin membantu meringankan mereka. Hampir juga sempat berantem, untungnya saya masih sadar, saya berikan pengertian kepada pihak keluarga kalau proses pemakaman sesuai protokol,” ungkapnya.
(vit)