Tokoh Ponpes Keberatan Keputusan Gubernur Terkait Protokol Kesehatan di Pesantren

Minggu, 14 Juni 2020 - 21:16 WIB
loading...
Tokoh Ponpes Keberatan Keputusan Gubernur Terkait Protokol Kesehatan di Pesantren
Ketua Rojalul Ansor Jabar dan pimpinan Ponpes Raudlatut Tarbiyyah Purwakarta, Anwar Nasihin. SINDOnews/Asep Supiandi
A A A
PURWAKARTA - Sejumlah tokoh pondok pesantren di Jawa Barat bereaksi terhadap Keputusan Gubernur Nomor 443/Kep.32-Hukham/2020 tentang Protokol Kesehatan untuk Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 di Lingkungan Pondok Pesantren.

Ketua Forum Pondok Pesantren Kabupaten Cianjur, Ade Ismail, mendesak Gubernur Jawa Barat untuk mencabut keputusan tersebut karena memberatkan pondok pesantren (Ponsep). Apalagi terdapat sanksi bagi ponpes yang tak melaksanakan poin-poin dalam keputusan tersebut.(Baca juga; Jabar Keluarkan Kepgub Atur Protokol Kesehatan di Pondok Pesantren )

"Kan lucu, diberi bantuan nggak disanksi iya. Pesantren besar saja pasti tak sangup melakukan itu, apalagi pesantren kecil. Mereka akan jadi korban, bayangkan mesti rapid test, thermometer gun, handsanitizer, masker, dan isolasi, dari mana biayanya,” ungkap Ade, Minggu (14/6/2020).

Ade menambahkan, Pemprov Jabar seharusnya memberikan bantuan bagi pesantren agar protokol kesehatan bisa dilakukan dan pembelajaran kembali jalan. “Mereka butuh solusi. Bukan sanksi,” tegasnya. (Baca juga; Ketua PDIP Jabar Desak Gubernur Cabut Kepgub soal Pencegahan COVID-19 di Pesantren )

Reaksi serupa juga datang dari Ketua Rojalul Ansor Jabar dan pimpinan Ponpes Raudlatut Tarbiyyah Purwakarta, Anwar Nasihin. Dalam persoalan ini dia menilai 15 poin protokoler di ponpes memberatkan, apalagi pada poin terakhir disebutkan membuat surat pernyataan kesanggupan yang disampaikan kepada bupati/wali kota setempat dengan ditembuskan pada aparat kepolisian.

"Kemudian pada surat tersebut juga melampirkan contoh surat pernyataan yang harus dibuat oleh setiap pondok pesantren. Di mana pada poin 3 contoh surat tersebut menyebutkan 'bersedia dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-udangan, dalam hal ini terbukti melanggar protokol kesehatan penanganan COVID-19'," terangnya.

Dia menyebutkan, banyak pondok pesantren yang menjalankan metode pembelajaran secara mandiri dengan keterbatasan sumber daya yang ada. Jadi tidak semua pondok pesantren dapat menjalankan aturan tersebut.
(wib)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1265 seconds (0.1#10.140)